image google |
3.ARJUNA
Keheningan puncak gunung Indrakila pecah!
Bruakkkkkk!
Patih Mamangmurka mengobrak-abrik hutan di gunung
Indrakila. Raksasa itu seperti kesetanan. Apapun yang dilihatnya diacak-acak. Hewan-hewan berlarian tunggang langgang.
Pohon-pohon besar tumbang.
Begawan Mintaraga terbangun dari tapa bratanya. Ketika ia membuka mata, tampak seorang raksasa sedang mengamuk. Merusak pertapaannya.
“Kelakuanmu seperti hewan yang tak mengenal tata krama!”
ucap sang pertapa, Begawan Mintaraga.
Seketika Patih Mamangmurka berubah menjadi seekor babi
hutan!
Ucapan Begawan Mintaraga yang terusik dari tapa brata menjadi
kutukan. Sontak patih dari negeri Ngimaimantaka itu berlari meninggalkan pertapaan
Indrakila.
Begawan Mintaraga mencabut anak panah, dibidikkan ke arah
babi hutan. Melesat tepat mengenai tubuh Patih Mamangmurka.
Datang seorang pemburu mengejar babi hutan, “panahku
berhasil menewaskannya!” ucapnya.
“Siapa engkau? Panahku yang mengenainya!” Begawan
Mintaraga berusaha merebut babi hutan yang diseret pemburu.
“Namaku Kertapara. Babi hutan ini mati oleh panahku!”
jawabnya.
“Panahku!” bantah Begawan Mintaraga.
Keduanya bergumul, saling rebut dan dorong. Babi hutan
terpental, Begawan Mintaraga menendang Kertapara hingga terjungkal.
Dihampirinya lalu dibanting lagi sekuat tenaganya.
Kertapara lenyap!
Berdiri seorang Dewa di hadapan Begawan Mintaraga.
“Sembah dan bhaktiku untuk pukulun Bathara Guru,” ucapnya sembari memohon maaf atas
perkelahian tadi. Ternyata Kertapara adalah jelmaan dari Sang Hyang Manikmaya
(Bathara Guru) yang menyamar sebagai seorang pemburu di gunung Indrakila.
“Kumaafkan Arjuna,” jawab Bathara Guru.
“Kedatanganku kesini hendak memberimu tugas mulia.
Pergilah ke Ngimaimantaka. Bunuh raja raksasa bernama Prabu Niwatakawaca!”
jelasnya.
“Sendika dhawuh,
pukulun,” jawab Begawan Mintaraga.
“Kukirim bidadari Dewi Supraba untuk membantu.
Terimalah pusaka ini untuk menjalankan tugasmu. Panah Pasoepati!” Bathara Guru
mengulurkan sebuah anak panah bermata bulan sabit.
“Pangestu dari pukulun Sang Hyang Manikmaya,” tutup
Begawan Mintaraga.
*****
Datang Dewi Supraba menghadap Begawan Mintaraga, “aku
sudah mengetahui kelemahan Niwatakaca. Panahlah tepat ke rongga mulutnya!”
jelasnya.
“Mati kau, Niwatakawaca!” sesumbar Begawan Mintaraga.
Sehari sebelumnya, Dewi Supraba datang ke Ngimaimantaka
menemui Prabu Niwatakawaca. Ia berpura-pura takluk kepada raja bangsa raksasa
itu. Dengan bujuk rayuanya, Dewi Supraba berhasil mengorek seluruh rahasia
Prabu Niwatakaca. Termasuk titik lemahnya.
Kini, telah berhadap-hadapan sang Begawan Mintaraga
dengan Prabu Niwatakaca.
“Mau mencari mati engkau, Begawan Mintaraga?” tantang
Niwatakawaca.
“Menyerahlah ke Kahyangan, atau kukirim ke alam Sunyaruri?” balas Begawan Mintaraga.
Sontak Prabu Niwatakawaca murka!
Ia mengamuk dan menyerang Begawan Mintaraga. Menendang
sekeras-kerasnya. Mengejar lalu mengangkat lagi tinggi-tinggi tubuh kesatria
penengah Pandawa itu. Dibanting sekuat tenaganya hingga tak bergerak lagi.
“Hahahaha … mati kau!” tertawa terbahak-bahak Prabu
Niwatakawaca.
“Hahaha … Hahaha .. Hahaha!” tawanya semakin keras. Mulut
sang raja raksasa terbuka lebar-lebar.
Begawan Mintaraga yang dari tadi sengaja berpura-pura tak
bergerak segera mencabut panah Pasoepati. Dibidikkan ke arah mulut Prabu
Niwatakawaca.
Melesat pusaka pemberian Sang Hyang Manikmaya!
Tepat mengenai rongga mulut Prabu Niwatakaca. Raja
raksasa dari Ngimaimantaka roboh tak berdaya. Tewas seketika.
*****
Atas jasanya mengalahkan Prabu Niwatakawaca, Arjuna diberi
kehormatan untuk menjadi raja di Kahyangan Tinjomaya selama tujuh hari.
Bergelar Prabu Kalithi.
Ia juga diperbolehkan mengajukan satu permintaan yang
pasti akan dikabulkan oleh Dewata. Arjuna pun memohon agar ia bersama
saudaranya Pandawa kelak berjaya dalam perang Bharatayuda.
Permintaan ini yang di sabda oleh Kyai Lurah Semar
Badranaya, Sang Hyang Ismaya. Sekaligus memprotesnya sangat keras. Arjuna
dianggap hanya memikirkan nasibnya dan saudara-saudaranya. Tidak mau tahu
dengan kelangsungan hidup anak-anaknya.
Terbukti, dalam perang Bharatayuda seluruh anak-anak dari
Pandawa tewas tak tersisa.
Dalam mitologi Jawa,
gunung Indrakila yang digunakan sebagai tempat bertapa Begawan Mintaraga
(Begawan Ciptaning) sekarang dikenal dengan nama gunung Arjuno. Terbentang di tiga
kabupaten yaitu Mojokerto, Pasuruan, dan Malang. Jawa Timur.
Hubungan
Arjuna dengan Syiar Islam Kanjeng Sunan Kalijaga.
Sosok Arjuna dikisahkan dalam pewayangan sebagai Lelanange Jagad. Para Dewa pun tak ada
yang sepadan dalam hal keelokan paras.
Melalui penokohan Arjuna ini, Kanjeng Sunan Kalijaga berusaha
mengejawantahkan rukun Islam yang ketiga. Bulan Suci Ramadhan.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang paling tampan (paling
mulia) diantara sebelas bulan lainnya. Segala pintu maaf, ampunan dan limpahan
pahala dibuka lebar-lebar pada saat Ramadhan tiba.
Tak ayal, bulan suci ini selalu menjadi idola yang memiliki
daya tarik luar biasa bagi umat Islam.
Seperti halnya daya tarik seorang Arjuna. Si bulan
Ramadhan.
Begitu indahnya Kanjeng Sunan Kalijaga memasukkan unsur
dakwahnya kedalam pagelaran wayang kulit.
Masih banyak jalan indah menuju surga. Melalui seni dan
budaya
~ BERSAMBUNG ~
(Heru Sang
Mahadewa)
Member
Of OneDayOnePostBaca cerita sebelumnya [ Disini ]
Cerita selanjutnya [ Disini ]
Bathara Guru (Sang Hyang Manikmaya - dokumen pribadi |
Begawan Mintaraga (Ciptaning) - foto @begawanmintaraga |
Prabu Niwatakawaca - image google |
Mantap Mas Heru. Kisah ini mampu menyegarkan kembali ingatan saya tentang lakon-lakon wayang yg dulu sering saya tonton. Lanjutkan!
BalasHapusterima kasih Pak Parto
HapusHuft..
BalasHapusBeres baca marathonnya. Mantab banget mas Heru. Aku sampai terbawa emosi dan suasana peperangan.
Makasih ...
HapusMbk Vinny berlebihan dech, saya miskin diksi. Gak bisa menulis seindah kata2 Mbk Vinny dan Uncle Ik.
Jadi hanya bercerita dengan bahasa biasa saja.
ah, kau terlalu merendah her
BalasHapusIyah. Ih...
Hapusah, kau terlalu merendah her
BalasHapus