ilustrasi gambar: Yayasan Wacana |
SINOM 6
Di desa Purawasata, penguasa negeri
Blambangan, anak perempuannya, gadis yang sangat rupawan, yang membangkitkan
hasrat cinta (siapa pun), dia sedang sakit keras, segala pengobatan telah
dilakukan, sang penguasa prihatin, menghadaplah Patih Samboja kepadanya.
SINOM 7
Paduka saya menghaturkan, ada Maulana dari
luar Jawa, Syaikh Wali Lanang yang terhormat, dari negeri Juddah, sedang
singgah di Purawasata, jika paduka mengijinkan, saya akan memanggilnya, agar dia
berkenan mengobati sakit dari putri paduka.
SINOM 8
Begitu mendengar, penuturan dari sang
patih, yang sesuai dengan keinginan hatinya, dikirimlah utusan untuk menyampaikan,
ketika telah sampai di istana, sang penguasa buru-buru menemui, lalu mempersilahkan
duduk, dan menuturkan, mengungkapkan apa yang menjadi kerisauan hatinya.
SINOM 9
Syaikh Wali Lanang telah menyanggupi, segera
melakukan pengobatan, sakit dari sang putri yang mulia, saking gembiranya, sang
penguasa menghendaki, Syaikh Wali diambil sebagai menantu, tidak diceritakan,
bagaimana dia membangun rumah tangga yang rukun hingga menjadi nenek kakek.
SINOM 10
Sekian lama tinggal di Blambangan, Syaikh
Wali mengatakan kepada sang penguasa, supaya memeluk agama Islam, mengikuti ajaran
Nabi, tetapi sang penguasa tidak mau menuruti, Syaikh sangat kecewa dan pergi
pada suatu malam, pulang ke Malaka, istrinya ditinggalkan dalam keadaan
mengandung, sang putri ayu seketika bersedih.
SINOM 11
Sepeninggal sang ulama, wabah penyakit
datang, rakyat banyak yang meninggal, sang penguasa marah, kepada rakryan patih,
lalu diturunkan jabatannya, dan Ki Samboja, pergi ke Majapahit, meminta
perlindungan Sang Prabu Brawijaya.
SINOM 12
Diperhatikan (sang patih Blambangan) dan
dikasihani, lalu ditempatkan di Giri, tidak berselang lama, Ki Samboja
dipanggil Tuhan, dikuburkan di Giri juga, segala peninggalannya, diserahkan
kepada istrinya, dipanggil Nyi Janda
Kaya, kekayaannya melebihi orang yang berdagang.
SINOM 13
Kembali lagi ke Blambangan, putri sang
penguasa yang mengandung, telah melahirkan bayi laki-laki, diringi jerit (tangis
bayi) yang sangat (keras), sang penguasa memerintahkan, menghanyutkan ke samudera
luas, dimasukkanlah (bayi itu) ke dalam peti, setelah berada di tengah samudera,
peti ditemukan para saudagar yang sedang berlayar.
SINOM 14
Dibukalah peti, ternyata berisi bayi yang sedang
menangis, diserahkan kepada Nyi Janda, lalu berbahagialah dia, karena tidak
memiliki keturunan, maka dia lantas, menjadikan anak angkat, diberi nama Santri
Giri, hingga usia dua belas tahun.
SINOM 15
Nyi Janda berkata pelan, Duh nak telah tiba
waktumu, berpisah dengan ragaku, jangan berdiam diri, menimbalah ilmu yang baik,
Syariat Kanjeng Nabi Rasul, di sini ada seorang ulama, Sunan Ampel Gading, sebaiknya
belajarlah kepadanya.
SINOM 16
Setelah diajari sang ulama, seluruh tuntunan
lahir batin manusia, telah luluslah anak itu, singkat cerita, Santri Giri telah
menyatu, dekat Kanjeng Sinuwun (Sunan Ampeldenta), siang malam tidak
terpisahkan, dan putra di Ampel Gading, yang diberi nama oleh ayahnya Santri
Bonang.
SINOM 17
Mereka bersaudara dengan tulus, tidak ada
perselisihan paham, kajian mereka telah lulus, sempurna di segala ilmu, kehendak
keduanya, ingin pergi jauh, mengaji ke negeri Mekah, berangkatlah dari Ampeldenta,
menaiki kapal berlabuh di Malaka.
SINOM 18
Bertemulah dengan Syaikh Wali Lanang, semua
tidak mengetahui, singgah di negeri Malaka, berguru kepada Syaikh Wali yang
pandai, setelah berselang satu tahun, mereka bermaksud, mewujudkan keinginan,
melanjutkan ke negeri Mekah, Wali Lanang lalu tidak mengijinkannya.
SINOM 19
Sebelum pulang ke Jawa, ke gunung Ampel
Gading, serta memperoleh surban, dan baju jubah, tak lama Santri Giri, telah diberi
gelar, iya Prabu Satmata, Santri Bonang diberi nama, Prabu Anyakrakusuma
Susunan Bonang.
SINOM 20
Lalu berangkatlah ke Jawa, pulang ke Ampel
Gading, bertemu dengan sang maha tapa (ulama besar/Sunan
Ampel), telah diketahui segala tindakannya, sang guru berkata, ketahuilah itu
nak, Syaikh Wali Lanang Malaka, (adalah) sahabatku satu paham, dalam ilmu lahir
batin yang tidak menyimpang.
SINOM 21
Sebelum kamu mulia, di pesantren Giri, temuilah
ibumu, dia sedang jatuh sakit, dan akhirnya pasti meninggal, hanya menunggu
kedatanganmu nak, jika ibumu meninggal, kuburkan di Giri, menyatu dengan tanah
kelahirannya.
SINOM 22
Dan kamu dibenarkan, bernama Sunan Giri,
bergelar Prabu Satmata, setelah ibumu meninggal, kamu dinobatkan, menjadi
seorang Wali agung, paduka sejagat Jawa, semua akan segan dan tunduk, sebagai
pemimpin ulama.
SINOM 23
Tetapi janganlah salah paham, (kamu) bukanlah
pemimpin negeri, kamu tidak boleh silau, dengan kemilau gegapnya dunia, sudah
cukup pesanku. Sunan Giri berserah diri, lalu membasuh muka, pamit dari Ampel
Gading, tidak diceritakan dengan buru-buru (bagaimana) kisah selanjutnya.
BERSAMBUNG
-o0o-
Judul asli:
Suluk Tambangraras
Pengarang:
KGPAA Amengkunegara III (Sunan Pakubuwana
V)
Raden Ngabehi Yasadipura II (Ranggawarsita
I)
Raden Ngabehi Sastradipura (Ahmad Ilham)
Raden Ngabehi Ranggasutrasna
Dituturkan ulang oleh:
Heru Sang Mahadewa
(Member Of One Day One Post)
Wow keren
BalasHapushehehe ... saya hanya menuturkan ulang dengan versi bahasa Indonesia.
HapusYang keren pengarangnya, mbakyu :)
Keren banget ya ceritanya. Sinom itu apa kang??
BalasHapusSinom itu salah satu jenis tembang Macapat Jawa.
HapusOwhhh 😀😀
Hapus