Rabu, 21 Juni 2017

PENUTURAN ULANG SERAT CENTHINI JILID 1 (2)



ilustrasi gambar: Yayasan Wacana


SINOM 6
Di desa Purawasata, penguasa negeri Blambangan, anak perempuannya, gadis yang sangat rupawan, yang membangkitkan hasrat cinta (siapa pun), dia sedang sakit keras, segala pengobatan telah dilakukan, sang penguasa prihatin, menghadaplah Patih Samboja kepadanya.

SINOM 7
Paduka saya menghaturkan, ada Maulana dari luar Jawa, Syaikh Wali Lanang yang terhormat, dari negeri Juddah, sedang singgah di Purawasata, jika paduka mengijinkan, saya akan memanggilnya, agar dia berkenan mengobati sakit dari putri paduka.

SINOM 8
Begitu mendengar, penuturan dari sang patih, yang sesuai dengan keinginan hatinya, dikirimlah utusan untuk menyampaikan, ketika telah sampai di istana, sang penguasa buru-buru menemui, lalu mempersilahkan duduk, dan menuturkan, mengungkapkan apa yang menjadi kerisauan hatinya.

SINOM 9
Syaikh Wali Lanang telah menyanggupi, segera melakukan pengobatan, sakit dari sang putri yang mulia, saking gembiranya, sang penguasa menghendaki, Syaikh Wali diambil sebagai menantu, tidak diceritakan, bagaimana dia membangun rumah tangga yang rukun hingga menjadi nenek kakek.

SINOM 10
Sekian lama tinggal di Blambangan, Syaikh Wali mengatakan kepada sang penguasa, supaya memeluk agama Islam, mengikuti ajaran Nabi, tetapi sang penguasa tidak mau menuruti, Syaikh sangat kecewa dan pergi pada suatu malam, pulang ke Malaka, istrinya ditinggalkan dalam keadaan mengandung, sang putri ayu seketika bersedih.

SINOM 11
Sepeninggal sang ulama, wabah penyakit datang, rakyat banyak yang meninggal, sang penguasa marah, kepada rakryan patih, lalu diturunkan jabatannya, dan Ki Samboja, pergi ke Majapahit, meminta perlindungan Sang Prabu Brawijaya.

SINOM 12
Diperhatikan (sang patih Blambangan) dan dikasihani, lalu ditempatkan di Giri, tidak berselang lama, Ki Samboja dipanggil Tuhan, dikuburkan di Giri juga, segala peninggalannya, diserahkan kepada istrinya,  dipanggil Nyi Janda Kaya, kekayaannya melebihi orang yang berdagang.

SINOM 13
Kembali lagi ke Blambangan, putri sang penguasa yang mengandung, telah melahirkan bayi laki-laki, diringi jerit (tangis bayi) yang sangat (keras), sang penguasa memerintahkan, menghanyutkan ke samudera luas, dimasukkanlah (bayi itu) ke dalam peti, setelah berada di tengah samudera, peti ditemukan para saudagar yang sedang berlayar.

SINOM 14
Dibukalah peti, ternyata berisi bayi yang sedang menangis, diserahkan kepada Nyi Janda, lalu berbahagialah dia, karena tidak memiliki keturunan, maka dia lantas, menjadikan anak angkat, diberi nama Santri Giri, hingga usia dua belas tahun.

SINOM 15
Nyi Janda berkata pelan, Duh nak telah tiba waktumu, berpisah dengan ragaku, jangan berdiam diri, menimbalah ilmu yang baik, Syariat Kanjeng Nabi Rasul, di sini ada seorang ulama, Sunan Ampel Gading, sebaiknya belajarlah kepadanya.

SINOM 16
Setelah diajari sang ulama, seluruh tuntunan lahir batin manusia, telah luluslah anak itu, singkat cerita, Santri Giri telah menyatu, dekat Kanjeng Sinuwun (Sunan Ampeldenta), siang malam tidak terpisahkan, dan putra di Ampel Gading, yang diberi nama oleh ayahnya Santri Bonang.

SINOM 17
Mereka bersaudara dengan tulus, tidak ada perselisihan paham, kajian mereka telah lulus, sempurna di segala ilmu, kehendak keduanya, ingin pergi jauh, mengaji ke negeri Mekah, berangkatlah dari Ampeldenta, menaiki kapal berlabuh di Malaka.

SINOM 18
Bertemulah dengan Syaikh Wali Lanang, semua tidak mengetahui, singgah di negeri Malaka, berguru kepada Syaikh Wali yang pandai, setelah berselang satu tahun, mereka bermaksud, mewujudkan keinginan, melanjutkan ke negeri Mekah, Wali Lanang lalu tidak mengijinkannya.

SINOM 19
Sebelum pulang ke Jawa, ke gunung Ampel Gading, serta memperoleh surban, dan baju jubah, tak lama Santri Giri, telah diberi gelar, iya Prabu Satmata, Santri Bonang diberi nama, Prabu Anyakrakusuma Susunan Bonang.

SINOM 20
Lalu berangkatlah ke Jawa, pulang ke Ampel Gading, bertemu dengan sang maha tapa (ulama besar/Sunan Ampel), telah diketahui segala tindakannya, sang guru berkata, ketahuilah itu nak, Syaikh Wali Lanang Malaka, (adalah) sahabatku satu paham, dalam ilmu lahir batin yang tidak menyimpang.

SINOM 21
Sebelum kamu mulia, di pesantren Giri, temuilah ibumu, dia sedang jatuh sakit, dan akhirnya pasti meninggal, hanya menunggu kedatanganmu nak, jika ibumu meninggal, kuburkan di Giri, menyatu dengan tanah kelahirannya.

SINOM 22
Dan kamu dibenarkan, bernama Sunan Giri, bergelar Prabu Satmata, setelah ibumu meninggal, kamu dinobatkan, menjadi seorang Wali agung, paduka sejagat Jawa, semua akan segan dan tunduk, sebagai pemimpin ulama.

SINOM 23
Tetapi janganlah salah paham, (kamu) bukanlah pemimpin negeri, kamu tidak boleh silau, dengan kemilau gegapnya dunia, sudah cukup pesanku. Sunan Giri berserah diri, lalu membasuh muka, pamit dari Ampel Gading, tidak diceritakan dengan buru-buru (bagaimana) kisah selanjutnya.

BERSAMBUNG

-o0o-

Bagian sebelumnya, baca [ DI SINI ]
Bagian selanjutya, baca [ DI SINI ]

Judul asli:
Suluk Tambangraras

Pengarang:
KGPAA Amengkunegara III (Sunan Pakubuwana V)
Raden Ngabehi Yasadipura II (Ranggawarsita I)
Raden Ngabehi Sastradipura (Ahmad Ilham)
Raden Ngabehi Ranggasutrasna

Dituturkan ulang oleh:
Heru Sang Mahadewa
(Member Of One Day One Post)

5 komentar:

  1. Balasan
    1. hehehe ... saya hanya menuturkan ulang dengan versi bahasa Indonesia.

      Yang keren pengarangnya, mbakyu :)

      Hapus
  2. Keren banget ya ceritanya. Sinom itu apa kang??

    BalasHapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *