ilustrasi gambar: Yayasan Wacana |
Pengantar
Kangjêng Pangeran Adipati Anom (Prabu
Amêngkunagara III, putra Sinuhun
Prabubuwana IV) memerintahkan kepada juru tulis (pujangga) Sutrasna untuk menulis catatan/buku yang berisi tentang kebudayaan Jawa lengkap, dengan harapan bisa menjadi induk dari keseluruhan pengetahuan Jawa. Sedangkan inti cerita adalah perjalanan Radèn Jayèngrêsmi. Penulisan catatan tersebut dimulai hari Sabtu Pahing, tanggal 26 Muharram, ditunjukkan dengan angka paksa suci sabda ji, tahun Jawa 1742 (1820 Masehi). Catatan tersebut diberi judul “Suluk Tambangraras”.
Prabubuwana IV) memerintahkan kepada juru tulis (pujangga) Sutrasna untuk menulis catatan/buku yang berisi tentang kebudayaan Jawa lengkap, dengan harapan bisa menjadi induk dari keseluruhan pengetahuan Jawa. Sedangkan inti cerita adalah perjalanan Radèn Jayèngrêsmi. Penulisan catatan tersebut dimulai hari Sabtu Pahing, tanggal 26 Muharram, ditunjukkan dengan angka paksa suci sabda ji, tahun Jawa 1742 (1820 Masehi). Catatan tersebut diberi judul “Suluk Tambangraras”.
-o0o-
Babad Giri
Syaikh Wali Lanang, seorang ulama dari
Juddah (Samudera Pasai), luar Jawa, berlayar menuju Ampel (dekat Gresik, Jawa
Timur), lalu melanjutkan ke Banyuwangi. Kebetulan, anak perempuan dari penguasa
Blambangan (Banyuwangi) sedang sakit parah. Atas saran Patih Samboja, sang
prabu meminta pertolongan kepada Syaikh Wali Lanang.
Sang putri dapat disembuhkan, lalu
dinikahkan dengan Syaikh Wali Lanang. Penguasa Blambangan diminta untuk memeluk
agama Islam, tetapi menolak sehingga Syaikh Wali Lanang memutuskan untuk pergi.
Patih Samboja terkena marah, lalu pergi melaporkan (peristiwa) ke Majapahit.
Istri dari Syaikh Wali Lanang ternyata
telah mengandung dan akhirnya lahirlah seorang anak laki-laki. Bayi itu
kemudian dimasukkan ke dalam peti kayu, lalu dibuang ke lautan, ditemukan oleh
para saudagar, lalu diserahkan kepada Nyi Samboja yang seorang janda dan tidak
memiliki anak. Bayi diambil sebagai anak angkat, diberi nama Santri Giri.
Ketika berusia 12 tahun, anak itu
dititipkan kepada Sunan Ampel, lalu dijadikan saudara angkat dengan Santri
Bonang. Setelah dewasa, keduanya berangkat ke Mekah. Tetapi ketika sampai di
Malaka, mereka justru bertemu dengan Syaikh Wali Lanang dan diberi petunjuk
agar pulang kembali (ke Jawa).
Santri Giri dinobatkan sebagai Prabu
Satmata dan Santri Bonang dikenal sebagai Prabu Anyakrakusuma. Santri Giri,
pada akhirnya dikenal dengan nama Sunan Giri.
-o0o-
SERAT CENTHINI I
SINOM 1
Sang putra mahkota, Berwilayah di tanah
Jawa, Surakarta Hadiningrat, Memerintahkan juru tulis, Sutrasna yang dipercaya,
Mengumpulkan kisah-kisah lama, Keseluruhan pengetahuan Jawa, Digubah dalam
bentuk tembang, Agar mengenakkan dan menyenangkan pendengarnya.
SINOM 2
Inti dari cerita, Tentang Jayèngrêsmi, Alias
Syaikh Adi Amongraga, Putra dari Sunan Giri,
Seorang manusia mulia, Auliya dan Wali
sakti, Perisai jaman, Juga tentang Sultan Agung Mantawis, Dikisahkan pada buku
Suluk Tambangraras.
SINOM 3
Keinginan sang putra mahkota, Induk
pengetahuan Jawa, Dibedah menjadi sebuah cerita,
Hasrat itu bersamaan dengan, Hari sabtu
pahing tanggal dua puluh enam, Bulan Muharram tahun Hyang Surenggana, Ji Bathara Yama Dewa, Hari
keenam naik serigala. (26 Muharram 1230
H/1742 Jawa/1820 Masehi)
SINOM 4
Peristiwa yang dialami sang kesatria, Wibawanya
seperti api yang berjalan, Tahun kedelapan mangsa ketujuh, Tahun yang ditulis
dengan simbol Paksa suci sabda Ji,
Pada pembukaan tembang. (Sedangkan) Keraton
Majapahit, Sri Brawijaya menjadi penutup tembang, Ada (dikisahkan pula) Maulana
dari negeri Juddah.
SINOM 5
Dikisahkan: Syaikh Wali Lanang, Berlayar ke
tanah Jawa, Yang dituju adalah Ampeldenta, Menemui sang mahaguru, Untuk menimba
ilmu, Syariat ajaran Rasul, Tetapi tidak berlangsung lama, Dia pergi lagi dari
Ampeldenta, Menuju arah tenggara, hingga sampai negeri Blambangan.
........
BERSAMBUNG
-o0o-
Judul asli:
Suluk Tambangraras
Pengarang:
KGPAA Amengkunegara III (Sunan Pakubuwana
V)
Raden Ngabehi Yasadipura II (Ranggawarsita
I)
Raden Ngabehi Sastradipura (Ahmad Ilham)
Raden Ngabehi Ranggasutrasna
Dituturkan ulang oleh:
Heru Sang Mahadewa
(Member Of One Day One Post)
Wahh makasih ya kang heru. Keren nih bisa terjemahin, itu yang babad giri kayak cerita nabi yusuf ya dibuang ke sungai gitu
BalasHapusSama-sama. Insya Allah ini nanti akan menjadi bahan tulisan selama bertahun-tahun, sekitar 4000 halaman.
HapusSemoga saya mampu menjadi orang pertama yang berhasil menerjemahkan kitab kuno ini.
Aamin.
mimpi ... hehehe
mas, senang banget ya baca sejarah jawa yang lalu. ?
BalasHapusNggih, begitulah mas Fajar.
HapusMisi kang, mau tanya anda bisa menerjemahkan serat centhini ke bahasa indonesia, kalau boleh tahu latar belakangnya darimana dan sejak kapan mampu menguasai bahasa jawa kromo seperti itu? karena saya sendiri orang jawa yang enggak jawani hehehe
BalasHapusSaya asli Nganjuk, Kang.
Hapus