Alun-alun kota Nganjuk - image google |
1079
tahun silam, tepatnya 10 April 937 atau bertepatan dengan bulan Caitra tanggal
12 tahun 859 Saka di sebuah desa kecil di sebelah selatan kota nganjuk (kini bernama desa Candirejo, Kecamatan
Loceret) didirikan sebuah tugu kemenangan (Jaya Stambha).
Jaya
Stambha itu dibangun oleh Sri Maharaja Isanawikrama
Dharmatunggadewa (Raja Medang /Mataram
Kuno) untuk memperingati kemenangan 8 tahun sebelumnya saat perang melawan
pasukan Melayu, dimana kala itu di sepanjang daratan Jawa pasukan Mataram Kuno
selalu menuai kekalahan, dan di desa inilah satu-satunya kemenangan gemilang
diraih berkat bantuan dan dukungan rakyat desa itu dan desa-desa sekitarnya.
Desa
itu kemudian dijadikan sebuah tanah Simma
Tantra (bebas pajak) dan
dinamakan Anjuk Ladang (Tanah
Kemenangan).
Baca
kisah lengkap tentang sejarah Anjuk Ladang beserta Candi/Jaya Stambha tersebut dalam
tulisan “Senja
Di Bandar Alim” :
Hingga
kini keberadaan Jaya Stambha masih berdiri kokoh meski sudah mengalami
perubahan bentuk karena dikikis jaman. Seiring perjalanan waktu, kata Anjuk
Ladang sekarang dikenal dengan nama Nganjuk.
Berbicara
mengenai Nganjuk, ada banyak hal menarik dari kabupaten yang setiap musim
kemarau senantiasa diselimuti terpaan angin besar ini. Tak mengherankan jika
kota ini disebut juga sebagai Kota Bayu
(Kota Angin).
1.
MITOS JURANG GATUK
Jurang Gatuk adalah sebuah lembah sempit, bisa disebut
sebuah jurang dimana kedua bibir jurang tersebut / sisi tebingnya nyaris
menyatu di pedalaman Lereng Gunung Wilis (secara
administrativ masuk wilayah kecamatan Pace ), yang konon dipercaya bahwa
setiap pasangan muda mudi yang mendatangi tempat itu maka akan disatukan
menjadi pasangan suami istri (dalam
bahasa jawa disebut Gatuk).
Meski hanya sebuah mitos, dulunya saya termasuk
pasangan yang pernah mendatangi tempat itu bersama seorang wanita yang sekarang
menjadi ibu dari anak saya :) hehehe.
2.
SERIBU AIR TERJUN.
Secara geografis Kabupaten Nganjuk terletak di lembah
gunung Wilis (2500 mdpl). Gunung berapi yang sudah lama mati ini menyimpan
banyak kebesaran-NYA dengan pesona air terjun.
Masyarakat umum selama ini mengenal air terjun Sedudo,
Singokromo dan Roro Kuning sebagai tujuan wisata Nganjuk. Padahal selain ketiga
tempat itu, masih banyak air terjun yang belum dikembangkan sebagai wahana
wisata. Diantaranya adalah air terjun Gedangan, air terjun Sumber Manik, air terjun
Watu Lumbung dan air terjun Tetes Embun.
Dua nama terakhir adalah air terjun yang baru
ditemukan penduduk di lereng gunung Wilis beberapa bulan lalu.
Dinamakan Watu
Lumbung karena setelah dieksplore lebih jauh ke mata air terjun itu,
terdapat sebuah batu besar menyerupai lumbung padi. Watu (batu - bahasa Jawa)
dan Lumbung (tempat menyimpan padi - bahasa Jawa).
Sedangkan air terjun Tetes Embun menyimpan pesona yang
membuat kita lebih takjub. Kontur tanah dan bebatuan terjal diatas tebing air
terjun, mengakibatkan aliran air terpecah dengan lembut dan berhamburan sebelum
jatuh. Sehingga seluruh area kawasan air terjun ini senantiasa diguyur percikan
air tipis seperti embun.
Selain semua nama diatas, masih banyak air terjun yang
ada di lereng gunung Wilis, yang belum bisa dijamah manusia karena lokasi yang
terjal dan tidak memungkinkan untuk dituju (secara visual, air terjun-air
terjun di gunung Wilis sebagian sudah tampak ketika kita berkendara di jalur
Berbek – Sawahan, Nganjuk). Pantas jika Nganjuk disebut juga sebagai
Kota Seribu Air Terjun oleh para traveller.
Air terjun Sedudo Nganjuk - image google |
Air terjun Tetes Embun Nganjuk - foto @noeha_creation |
3.
JARANAN
Fenomena yang tak kalah menarik dari kota yang berusia
lebih tua dari kerajaan Kediri, Singosari dan Majapahit ini adalah maraknya
lagi Jaranan, sebuah kesenian
tradisional Kuda Lumping yang sudah
puluhan tahun tertidur, namun hidup lagi sejak era 90-an. Saat ini hampir di
setiap desa di seantero penjuru Nganjuk telah berdiri kelompok keesenian yang dalam pementasannya
menggunakan unsur magic.
Jangan heran jika anda ke nganjuk kemudian masuk ke
desa-desa atau ke gang-gang kecil, disana akan menjumpai anak anak sedang
bermain-main tari Jaranan, bukan bermain bola, kelereng atau lazimnya permainan
umum anak kecil seperti di daerah lain.
Bangkitnya lagi kesenian Jaranan benar-benat telah
membuat anak-anak Nganjuk terinspirasi & mengidolakan tokoh-tokoh dalam
pementasan Jaranan semacam Barongan,
Ganong, hingga Celeng Gotheng.
Barongan, salah satu tokoh dalam seni Jaranan Nganjuk - image google |
4.
BAWANG MERAH
Ikon selanjutnya yang menjadi kebanggan Kota Angin dan
sudah dikenal di Agro Nasional adalah Bawang
Merah. Nganjuk telah menjadi salah satu pemasok terbesar kebutuhan konsumsi
bawang merah nasional (bersama kabupaten
Brebes, Jateng dan kabupaten Bima, NTB ).
Ribuan hektar hamparan tanaman bawang merah senantiasa
menghijaukan seluruh dataran Sukomoro, Gondang, Rejoso, Bagor dan sebagian
Wilangan. Laksana permadani hijau sejauh mata memandang. Di malam hari pun,
gemerlap lampu penjebak serangga yang terpasang di hamparan permadani itu
benar2 akan membuat orang takjub.
Jauh dari atas sana, andai dilihat dari Cakrawala
barangkali Nganjuk benar-benar bak Zamrud Diatas Katulistiwa.
Hamparan bawang merah di Nganjuk bak Zamrud Katulistiwa - image google |
Menteri Pertanian RI panen raya bawang merah di Nganjuk - image google |
Panen raya bawang merah di Nganjuk - image google |
Kini
kabupaten Nganjuk telah berusia 1079 tahun. Banyak kenangan yang telah saya
lalui. Lahir, besar dan menghabiskan masa muda disana.
Ada kerinduan luar biasa
di dalam dada saya hari ini, setelah satu dasawarsa lebih saya hidup di
perantauan.
Dirgahayu Kotaku Anjuk Ladang, Kota Angin, Bumi Kota
Seribu Jaranan!
Surabaya, 10 April 2016
( Heru
D’lover )
heuheuuu...aku yang tetangga kota pun baru tau ultahnya ..hehheheh
BalasHapustaunya kl lewat nganjuk banyak brambang sama air terjun..
lho??
Hapusmbk sakifah asli mana?
makasih udh mampir
aku belum pernah ke Nganjuk.. deket nggak sih ma Blitar mas Heru?
BalasHapuslumayan deket mbak Sasmitha, sekitar 2 jam perjalanan dari Nganjuk ke Blitar.
Hapusaku wong nganjuk, lom pernah ke air terjun e, kapan ya her, aku ngerti sedudo?
BalasHapusMben nek reunian ae, ngajak cah2 mrono Lis.
HapusAku penguin me air terjunnya kang
BalasHapusAyo ke nganjuk mbk Wiwid
HapusKereeen sekali nganjuk itu.
BalasHapusKpn ke Nganjuk Lang??
HapusAku traktir Nasi Becek ..
Hehee
Luar biasa. Aku jadi tau nganjuk dari tulisan-tulisan mas Heru. Berdoa semoga bisa menjelajah indonesia. Semua daerah memiliki ciri khas yg kuat..
BalasHapusAku tunggu mbk Vinny ..
HapusNanti jgn lupa ke tugu Jaya Stambha
Informasi kota yg bagus mas heru di kemas dalam bntuk cerber
BalasHapusTerima kasih mbk Dewi
HapusTerima kasih mbk Dewi
HapusGunung Willis...salah satu tempat yang ingin ku singgahi. Tapi baru ngeh kalo Nganjuk berada di kaki gunung Willis..hehe
BalasHapusKl mbk Denik ingin menaklukkan puncak Wilis, lewat jalur Nganjuk aja.
HapusTransportasi bisa menjangkau Roro Kuning yg tinggal 7 km lg dari puncak tertinggi.
Wahh, waktu saya berkunjung ke sebuah desa di atas bukit, di sana penuh ladang bawang, tapi ditutupi pakai sejenis plastik berwarna milenium gitu.
BalasHapusWoww...aq tersepona......kota nganjuk asyik kayaknya...
BalasHapusAir terjun e iku loh mas heru...buat pingin mampir mbolang mrunu
Ayoooo ... ndang Mbolang ke situ, mumpung msh natural
Hapus