Senin, 11 April 2016

DIRGAHAYU ANJUK LADANG KE-1079



Alun-alun kota Nganjuk - image google
1079 tahun silam, tepatnya 10 April 937 atau bertepatan dengan bulan Caitra tanggal 12 tahun 859 Saka di sebuah desa kecil di sebelah selatan kota nganjuk (kini bernama desa Candirejo, Kecamatan Loceret) didirikan sebuah tugu kemenangan (Jaya Stambha).

Jaya Stambha itu dibangun oleh Sri Maharaja Isanawikrama Dharmatunggadewa (Raja Medang /Mataram Kuno) untuk memperingati kemenangan 8 tahun sebelumnya saat perang melawan pasukan Melayu, dimana kala itu di sepanjang daratan Jawa pasukan Mataram Kuno selalu menuai kekalahan, dan di desa inilah satu-satunya kemenangan gemilang diraih berkat bantuan dan dukungan rakyat desa itu dan desa-desa sekitarnya.

Desa itu kemudian dijadikan sebuah tanah Simma Tantra (bebas pajak) dan dinamakan Anjuk Ladang (Tanah Kemenangan).

Baca kisah lengkap tentang sejarah Anjuk Ladang beserta Candi/Jaya Stambha tersebut dalam tulisan “Senja Di Bandar Alim” :


Hingga kini keberadaan Jaya Stambha masih berdiri kokoh meski sudah mengalami perubahan bentuk karena dikikis jaman. Seiring perjalanan waktu, kata Anjuk Ladang sekarang dikenal dengan nama Nganjuk.

Berbicara mengenai Nganjuk, ada banyak hal menarik dari kabupaten yang setiap musim kemarau senantiasa diselimuti terpaan angin besar ini. Tak mengherankan jika kota ini disebut juga sebagai Kota Bayu (Kota Angin).

1.      MITOS JURANG GATUK
Jurang Gatuk adalah sebuah lembah sempit, bisa disebut sebuah jurang dimana kedua bibir jurang tersebut / sisi tebingnya nyaris menyatu di pedalaman Lereng Gunung Wilis (secara administrativ masuk wilayah kecamatan Pace ), yang konon dipercaya bahwa setiap pasangan muda mudi yang mendatangi tempat itu maka akan disatukan menjadi pasangan suami istri (dalam bahasa jawa disebut Gatuk).

Meski hanya sebuah mitos, dulunya saya termasuk pasangan yang pernah mendatangi tempat itu bersama seorang wanita yang sekarang menjadi ibu dari anak saya :) hehehe.

2.      SERIBU AIR TERJUN.
Secara geografis Kabupaten Nganjuk terletak di lembah gunung Wilis (2500 mdpl). Gunung berapi yang sudah lama mati ini menyimpan banyak kebesaran-NYA dengan pesona air terjun.

Masyarakat umum selama ini mengenal air terjun Sedudo, Singokromo dan Roro Kuning sebagai tujuan wisata Nganjuk. Padahal selain ketiga tempat itu, masih banyak air terjun yang belum dikembangkan sebagai wahana wisata. Diantaranya adalah air terjun Gedangan, air terjun Sumber Manik, air terjun Watu Lumbung dan air terjun Tetes Embun.

Dua nama terakhir adalah air terjun yang baru ditemukan penduduk di lereng gunung Wilis beberapa bulan lalu.

Dinamakan Watu Lumbung karena setelah dieksplore lebih jauh ke mata air terjun itu, terdapat sebuah batu besar menyerupai lumbung padi. Watu (batu - bahasa Jawa) dan Lumbung (tempat menyimpan padi - bahasa Jawa).

Sedangkan air terjun Tetes Embun menyimpan pesona yang membuat kita lebih takjub. Kontur tanah dan bebatuan terjal diatas tebing air terjun, mengakibatkan aliran air terpecah dengan lembut dan berhamburan sebelum jatuh. Sehingga seluruh area kawasan air terjun ini senantiasa diguyur percikan air tipis seperti embun.

Selain semua nama diatas, masih banyak air terjun yang ada di lereng gunung Wilis, yang belum bisa dijamah manusia karena lokasi yang terjal dan tidak memungkinkan untuk dituju (secara visual, air terjun-air terjun di gunung Wilis sebagian sudah tampak ketika kita berkendara di jalur Berbek – Sawahan, Nganjuk). Pantas jika Nganjuk disebut juga sebagai Kota Seribu Air Terjun oleh para traveller.
Air terjun Sedudo Nganjuk - image google
 
Air terjun Singokromo Nganjuk - image google
Air terjun Sumber Manik Nganjuk - image google
Air terjun Tetes Embun Nganjuk - foto @noeha_creation
 
Air terjun Watu Lumbung Nganjuk - image google

Air merambat Roro Kuning Nganjuk - foto @dzofar


3.      JARANAN
Fenomena yang tak kalah menarik dari kota yang berusia lebih tua dari kerajaan Kediri, Singosari dan Majapahit ini adalah maraknya lagi Jaranan, sebuah kesenian tradisional Kuda Lumping yang sudah puluhan tahun tertidur, namun hidup lagi sejak era 90-an. Saat ini hampir di setiap desa di seantero penjuru Nganjuk telah berdiri kelompok  keesenian yang dalam pementasannya menggunakan unsur magic.

Jangan heran jika anda ke nganjuk kemudian masuk ke desa-desa atau ke gang-gang kecil, disana akan menjumpai anak anak sedang bermain-main tari Jaranan, bukan bermain bola, kelereng atau lazimnya permainan umum anak kecil seperti di daerah lain.

Bangkitnya lagi kesenian Jaranan benar-benat telah membuat anak-anak Nganjuk terinspirasi & mengidolakan tokoh-tokoh dalam pementasan Jaranan semacam Barongan, Ganong, hingga Celeng Gotheng.
Barongan, salah satu tokoh dalam seni Jaranan Nganjuk - image google
 
Ganong (Bujang Ganong), salah satu tokoh dalam seni Jaranan Nganjuk - image google
 
Celeng Goteng, salah satu tokoh dalam seni Jaranan Nganjuk - image google
4.      BAWANG MERAH
Ikon selanjutnya yang menjadi kebanggan Kota Angin dan sudah dikenal di Agro Nasional adalah Bawang Merah. Nganjuk telah menjadi salah satu pemasok terbesar kebutuhan konsumsi bawang merah nasional (bersama kabupaten Brebes, Jateng dan kabupaten Bima, NTB ).

Ribuan hektar hamparan tanaman bawang merah senantiasa menghijaukan seluruh dataran Sukomoro, Gondang, Rejoso, Bagor dan sebagian Wilangan. Laksana permadani hijau sejauh mata memandang. Di malam hari pun, gemerlap lampu penjebak serangga yang terpasang di hamparan permadani itu benar2 akan membuat orang takjub.

Jauh dari atas sana, andai dilihat dari Cakrawala barangkali Nganjuk benar-benar bak Zamrud Diatas Katulistiwa.
Hamparan bawang merah di Nganjuk bak Zamrud Katulistiwa - image google
Menteri Pertanian RI panen raya bawang merah di Nganjuk - image google
Panen raya bawang merah di Nganjuk - image google

Kini kabupaten Nganjuk telah berusia 1079 tahun. Banyak kenangan yang telah saya lalui. Lahir, besar dan menghabiskan masa muda disana. 

Ada kerinduan luar biasa di dalam dada saya hari ini, setelah satu dasawarsa lebih saya hidup di perantauan.

Dirgahayu Kotaku Anjuk Ladang, Kota Angin, Bumi Kota Seribu Jaranan!

Surabaya, 10 April 2016
( Heru D’lover )

20 komentar:

  1. heuheuuu...aku yang tetangga kota pun baru tau ultahnya ..hehheheh
    taunya kl lewat nganjuk banyak brambang sama air terjun..

    BalasHapus
    Balasan
    1. lho??
      mbk sakifah asli mana?
      makasih udh mampir

      Hapus
  2. aku belum pernah ke Nganjuk.. deket nggak sih ma Blitar mas Heru?

    BalasHapus
    Balasan
    1. lumayan deket mbak Sasmitha, sekitar 2 jam perjalanan dari Nganjuk ke Blitar.

      Hapus
  3. aku wong nganjuk, lom pernah ke air terjun e, kapan ya her, aku ngerti sedudo?

    BalasHapus
  4. Balasan
    1. Kpn ke Nganjuk Lang??
      Aku traktir Nasi Becek ..
      Hehee

      Hapus
  5. Luar biasa. Aku jadi tau nganjuk dari tulisan-tulisan mas Heru. Berdoa semoga bisa menjelajah indonesia. Semua daerah memiliki ciri khas yg kuat..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku tunggu mbk Vinny ..
      Nanti jgn lupa ke tugu Jaya Stambha

      Hapus
  6. Informasi kota yg bagus mas heru di kemas dalam bntuk cerber

    BalasHapus
  7. Gunung Willis...salah satu tempat yang ingin ku singgahi. Tapi baru ngeh kalo Nganjuk berada di kaki gunung Willis..hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kl mbk Denik ingin menaklukkan puncak Wilis, lewat jalur Nganjuk aja.
      Transportasi bisa menjangkau Roro Kuning yg tinggal 7 km lg dari puncak tertinggi.

      Hapus
  8. Wahh, waktu saya berkunjung ke sebuah desa di atas bukit, di sana penuh ladang bawang, tapi ditutupi pakai sejenis plastik berwarna milenium gitu.

    BalasHapus
  9. Woww...aq tersepona......kota nganjuk asyik kayaknya...
    Air terjun e iku loh mas heru...buat pingin mampir mbolang mrunu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayoooo ... ndang Mbolang ke situ, mumpung msh natural

      Hapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *