Jumat, 01 April 2016

MENANG JADI ARANG, KALAH JADI ABU



spanduk meme yang memprotes jam kerja buruh

“Cok, ancene kon gatheli, ngathok! - Brengsek, dasar kamu memang penjilat!” teriak lelaki paruh baya dengan logat khas Suroboyoan (dialek Surabaya).

“Kon dewe sing gatheli cok! – kamu sendiri yang brengsek!” balas seorang lagi yang jauh lebih lebih muda dari si lelaki paruh baya.

“Kon arek sik wingi sore ojok mayak karo aku - kamu anak masih bau kencur jangan macam-macam denganku!“ semakin tinggi nada si bapak-bapak itu, matanya memerah tanda tak bisa mengendalikan emosi.

Terjadi adu mulut beberapa saat diantara keduanya. Belum sempat orang-orang didekat mereka melerai, tiba-tiba keduanya sudah saling adu jotos. Terjadi jual beli pukulan beberapa saat, hingga jeritan dari puluhan wanita di lokasi pengolahan wafer itu menyita perhatian saya.

Sontak saya dan beberapa pekerja lainnya berlari kearah kejadian. Dalam hitungan detik, kedua lelaki yang dikuasai amarah itu sudah dipisahkan oleh beberapa teman pekerja.

**************
“Sampean gak isin ta di tontok arek akeh gasakan tok kerjoan? – kalian apa tidak malu dilihat banyak orang, bertengkar di tempat kerja?” tanya saya kepada kedua orang ini setelah mereka ditenangkan kawan-kawan sejawat.

“Tok kene ki podo golek pangane cak, arek iki mayak, tithik-tithik ngasus ae! - Kita disini sama-sama cari makan mas, anak ini arogan, sedikit-sedikit mengkasuskan (penyimpangan mutu produk)?” jelas cak Jono, lelaki yang tidak terima karena wafer hasil olahannya direject oleh seorang Quality Control.

“Aku ki kor jalakno tugas cak, nek onok temuan elek yo tak kasus - Saya hanya menjalankan tugas mas, kalau ditemukan produknya jelek ya harus saya masalahkan” bela Dino, Quality Control di bagian pengolahan wafer (karyawan yang bertugas mengecek mutu produk) yang baru terhitung beberapa bulan bekerja di pabrik kami.

Cak Jono sendiri dulu adalah senior saya. Beliau sudah malang melintang menjadi operator Baking Wafer (mesin untuk mengolah wafer), pengalamannya sudah tidak diragukan lagi. Tak salah kalau beliau tersinggung dan merasa dilecehkan harga dirinya (keseniorannya) saat Dino yang masih pekerja baru mempermasalahkan mutu dari wafer hasil olahannya.

“Iyo aku ruh posisi sampean kabeh, tapi yo ojok gasakan tok kene rek! untung ra konangan wong dukuran, iso entek kabeh sampean! -  Iya saya mengerti posisi kalian masing-masing, tapi ya jangan berkelahi di sini dong, untung tidak diketahui orang-orang atasan, bisa habis kalian semua! “ saya berusaha menengahi.

“Ra onok untunge gasakan podho gedibale, podo rugine, sing bener ayo podo bareng merjuangno nasibe awake, ojo malah tukaran ngene rek! - Enggak ada untungnya berkelahi sesama kuli begini, yang benar marilah kita bersama memperjuangkan nasib kita, jangan justru bertengkar begini!

Meski masih gerundel, akhirnya Cak Jono dan Dino bisa menerima penjelasan saya. Keduanya juga bisa kami damaikan. Setelah berjabat tangan saling meminta maaf, merekapun meninggalkan ruangan saya dan kembali bekerja.

Kejadian pagi ini di pabrik saya menggambarkan bahwa interaksi di lingkungan kerja pabrik memang rentan terjadi gesekan. Saya bisa memahami posisi Cak Jono dan Dino.

Di satu sisi seorang operator baking wafer seperti cak Jono yang seharian bergelut dengan tepung, cream coklat dan cucuran keringat tentunya akan gampang tersulut emosi jika ada orang lain yang mengusiknya.

Sementara di sisi yang lain lagi, seorang Quality Control semacam Dino juga dituntut harus jeli terhadap mutu setiap keping wafer yang dihasilkan Cak Jono. Sedikit over cook (gosong) saja harus di reject, sedikit cream kurang merata saja harus dibuang. Ini yang memicu terjadinya gesekan horizontal sesama pekerja. Si operator baking merasa jerih payahnya tidak diahargai, sementara sang QC mempertahankan idealisme penjamin mutu.

Ditambah lagi kebijakan dari pemerintah dan pabrik (beberapa) yang banyak merugikan buruh, lebih menguntungkan pengusaha.  Merasa tertindas dan banyak hak-hak yang dikebiri, menjadikan pekerja seperti Cak Jono (dan para buruh pabrik pada umumnya) labil  emosinya.

Jam kerja yang terlalu panjang di pabrik juga mempengaruhi kondisi fisik yang berdampak pada psikis (tingkat emosi) buruh. Mereka jadi mudah terprovokasi oleh kejadian semacam kasus yang diangkat Dino hari ini.

Tetapi tentu tak perlu harus disikapi dengan berkelahi. Tak ada yang diuntungkan, justru akan rugi sendiri (sesuai aturan, jika karyawan diketahui berkelahi maka akan dikeluarkan keduanya, tanpa memandang siapa yang salah dan siapa yang benar). Menang jadi arang, kalah jadi abu!

Tapi memang beginilah fenomena buruh pabrik. Jam kerja panjang, aktivitas yang keras, kasar namun jauh dari kesejahteraan. Tapi saya mencintai profesi ini.


#ODOP
#PostingHariKeduaPuluhLima
#MenulisKejadianHariIni

---------------------------
Catatan :
  • Baking Wafer adalah mesin pembuat skin (base, body) makanan wafer.
  • Reject adalah sebutan untuk pemusnahan atas produk yang gagal atau jelek kualitasnya, bisa karena over cook, cream kurang rata, atau kelebihan / kekurangan berat over.

10 komentar:

  1. sebenarnya itu bagus loh, betul itu Qc nya. Kan dia kualitas di jaga agar konsumen tidak pernah ada rasa kecewa. Menjaga kualitas berarti menjaga kelangsungan hidup PT ke secara jangka panjang.

    BalasHapus
  2. Betul bgt mbk Wiwid ...
    QC jd salah ketika ikut terprovokasi dg saling adu jotos

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya seharusnya QC-nya nggak ikut terprovokasi ya.. rumit juga ya.. di tempat kerja sebesar pabrik.. banyak kepala banyak watak yang berbeda pula..

      Hapus
  3. hehehe, begitulah di pabrik, aku pernah mengalami 5 tahun di pabrik

    BalasHapus
  4. Deket rumahkupun ada pabrik, mosok melahirkan cuman cuti sebulan, ada yang kerja masih pake korset,.kejammm nian perasaan :(

    BalasHapus
  5. Balasan
    1. Ya mo gimana lagi, beginilah fakta kehidupan buruh

      Hapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *