spanduk meme yang memprotes jam kerja buruh |
“Cok, ancene kon
gatheli, ngathok! - Brengsek, dasar
kamu memang penjilat!” teriak lelaki paruh baya dengan logat khas
Suroboyoan (dialek Surabaya).
“Kon dewe sing
gatheli cok! – kamu sendiri yang brengsek!”
balas seorang lagi yang jauh lebih lebih muda dari si lelaki paruh baya.
“Kon arek sik wingi
sore ojok mayak karo aku - kamu anak masih
bau kencur jangan macam-macam denganku!“ semakin tinggi nada si
bapak-bapak itu, matanya memerah tanda tak bisa mengendalikan emosi.
Terjadi adu mulut
beberapa saat diantara keduanya. Belum sempat orang-orang didekat mereka melerai,
tiba-tiba keduanya sudah saling adu jotos.
Terjadi jual beli pukulan beberapa saat, hingga jeritan dari puluhan wanita di
lokasi pengolahan wafer itu menyita perhatian saya.
Sontak saya dan
beberapa pekerja lainnya berlari kearah kejadian. Dalam hitungan detik, kedua
lelaki yang dikuasai amarah itu sudah dipisahkan oleh beberapa teman pekerja.
**************
“Sampean
gak isin ta di tontok arek akeh gasakan tok kerjoan? – kalian
apa tidak malu dilihat banyak orang, bertengkar di tempat kerja?”
tanya saya kepada kedua orang ini setelah mereka ditenangkan kawan-kawan
sejawat.
“Tok
kene ki podo golek pangane cak, arek iki mayak, tithik-tithik ngasus ae! - Kita
disini sama-sama cari makan mas, anak ini arogan, sedikit-sedikit mengkasuskan
(penyimpangan mutu produk)?” jelas cak Jono,
lelaki yang tidak terima karena wafer hasil olahannya direject oleh seorang Quality Control.
“Aku
ki kor jalakno tugas cak, nek onok temuan elek yo tak kasus - Saya
hanya menjalankan tugas mas, kalau ditemukan produknya jelek ya harus saya masalahkan” bela Dino, Quality
Control di bagian pengolahan wafer (karyawan
yang bertugas mengecek mutu produk) yang baru terhitung beberapa bulan
bekerja di pabrik kami.
Cak Jono sendiri dulu
adalah senior saya. Beliau sudah malang melintang menjadi operator Baking Wafer (mesin untuk mengolah wafer), pengalamannya sudah tidak diragukan
lagi. Tak salah kalau beliau tersinggung dan merasa dilecehkan harga dirinya (keseniorannya) saat Dino yang masih pekerja
baru mempermasalahkan mutu dari wafer hasil olahannya.
“Iyo aku ruh posisi
sampean kabeh, tapi yo ojok gasakan tok kene rek! untung ra konangan wong
dukuran, iso entek kabeh sampean! - Iya saya mengerti posisi kalian masing-masing, tapi
ya jangan berkelahi di sini dong, untung tidak diketahui orang-orang atasan,
bisa habis kalian semua! “ saya berusaha menengahi.
“Ra onok untunge
gasakan podho gedibale, podo rugine, sing bener ayo podo bareng merjuangno
nasibe awake, ojo malah tukaran ngene rek! - Enggak
ada untungnya berkelahi sesama kuli begini, yang benar marilah kita bersama
memperjuangkan nasib kita, jangan justru bertengkar begini!”
Meski masih gerundel, akhirnya Cak Jono dan Dino
bisa menerima penjelasan saya. Keduanya juga bisa kami damaikan. Setelah berjabat
tangan saling meminta maaf, merekapun meninggalkan ruangan saya dan kembali
bekerja.
Kejadian pagi ini di pabrik saya menggambarkan
bahwa interaksi di lingkungan kerja pabrik memang rentan terjadi gesekan. Saya
bisa memahami posisi Cak Jono dan Dino.
Di satu sisi seorang
operator baking wafer seperti cak Jono yang seharian bergelut dengan tepung,
cream coklat dan cucuran keringat tentunya akan gampang tersulut emosi jika ada
orang lain yang mengusiknya.
Sementara di sisi
yang lain lagi, seorang Quality Control semacam Dino juga dituntut harus jeli
terhadap mutu setiap keping wafer yang dihasilkan Cak Jono. Sedikit over cook (gosong) saja harus di reject, sedikit cream kurang merata saja harus
dibuang. Ini yang memicu terjadinya gesekan horizontal sesama pekerja. Si operator baking merasa jerih payahnya tidak diahargai, sementara sang
QC mempertahankan idealisme penjamin mutu.
Ditambah lagi kebijakan
dari pemerintah dan pabrik (beberapa) yang banyak merugikan
buruh, lebih menguntungkan pengusaha. Merasa
tertindas dan banyak hak-hak yang dikebiri, menjadikan pekerja seperti Cak Jono
(dan para buruh pabrik pada umumnya) labil
emosinya.
Jam kerja yang terlalu
panjang di pabrik juga mempengaruhi kondisi fisik yang berdampak pada psikis (tingkat emosi) buruh. Mereka jadi mudah
terprovokasi oleh kejadian semacam kasus yang diangkat Dino hari ini.
Tetapi tentu tak
perlu harus disikapi dengan berkelahi. Tak ada yang diuntungkan, justru akan rugi
sendiri (sesuai aturan, jika karyawan
diketahui berkelahi maka akan dikeluarkan keduanya, tanpa memandang siapa yang
salah dan siapa yang benar). Menang jadi arang, kalah jadi abu!
Tapi memang beginilah
fenomena buruh pabrik. Jam kerja panjang, aktivitas yang keras, kasar namun jauh
dari kesejahteraan. Tapi saya mencintai profesi ini.
#ODOP
#PostingHariKeduaPuluhLima
#MenulisKejadianHariIni---------------------------
Catatan :
- Baking Wafer adalah mesin pembuat skin (base, body) makanan wafer.
- Reject adalah sebutan untuk pemusnahan atas produk yang gagal atau jelek kualitasnya, bisa karena over cook, cream kurang rata, atau kelebihan / kekurangan berat over.
sebenarnya itu bagus loh, betul itu Qc nya. Kan dia kualitas di jaga agar konsumen tidak pernah ada rasa kecewa. Menjaga kualitas berarti menjaga kelangsungan hidup PT ke secara jangka panjang.
BalasHapusBetul bgt mbk Wiwid ...
BalasHapusQC jd salah ketika ikut terprovokasi dg saling adu jotos
iya seharusnya QC-nya nggak ikut terprovokasi ya.. rumit juga ya.. di tempat kerja sebesar pabrik.. banyak kepala banyak watak yang berbeda pula..
HapusBegitulah mbk Sas ..
Hapushehehe, begitulah di pabrik, aku pernah mengalami 5 tahun di pabrik
BalasHapusLho? Mosok awakmu tau Lis?
HapusDeket rumahkupun ada pabrik, mosok melahirkan cuman cuti sebulan, ada yang kerja masih pake korset,.kejammm nian perasaan :(
BalasHapusSudah menjadi rahasia umum mbk Raida
HapusMiris ya ternyata. :(
BalasHapusYa mo gimana lagi, beginilah fakta kehidupan buruh
Hapus