Kamis, 07 April 2016

SENJA DI BANDAR ALIM (Part 4)



gapura kota Anjuk Ladang - image google


“Permisi, ini nasi becek dan es jeruknya!”

“Monggo dipun sekecakaken! – silahkan, selamat menikmati!” suara penjual nasi becek sontak membuyarkan obrolan dua dimensi jaman antara aku dan Vhellyn.

“Ayo makan dulu Vhell.” ajakku.

“Hemm .. enak masakan nasi becek ini Raff.” Vhelly bergumam sembari melahap menu khas kota angin.

“Nambah lagi Vhell? mumpung kita lagi di Nganjuk.”

“Hehehe, emangnya lambungku terbuat dari karet? Ini aja udah penuh rasanya!” tolaknya.

Setelah puas menikmati masakan nasi Becek, kami melanjutkan perjalanan ke pusat kota. Kembali kupacu sepeda motor menembus jalanan desa Demangan, Ngrajek, Sukomoro hingga akhirnya sampai di gerbang kota Anjuk Ladang (Nganjuk).

Ketika berhenti di simpang tiga Mastrip, Vhellyn kembali menepuk pundakku.

“Raffa, kita istirahat di taman itu.” tunjuknya kearah taman PKK (Adipura) yang berada  tak jauh dari simpang tiga Mastrip.

Aku dan Vhellyn duduk di sebuah bangku yang ada di taman itu.

“Disinilah dulu pasukan kecil kakang Mpu Danghil menghadang tentara Sriwijaya yang bergerak dari Bandar Alim” ucapku.

“Lihatlah kearah sawah itu!"

“Mereka gugur sebagai patriot Mataram, demi membela dinasti ayahandamu Prabu Wawa, demi meyelamatkanmu Rara Prameswari Sri Wardhani!” lanjutku.

Dari jalan Mastrip, kami bisa melihat hamparan persawahan desa Mantup, Pagaran dan Jarakan. Tempat para kesatria kami meregang nyawa, demi mempertahankan setiap jengkal tanah Jawa Dwipa.

*************

Dalam kurun waktu 927 – 929 Masehi, pasukan Sriwijaya menyiapkan seluruh perbekalan penyerbuan ke lembah Gunung Wilis. Dari Bandar Alim di tepian bengawan Brantas mereka terus memantau perkembangan kekuatan Rakryan I Hino Mpu Sindok. Teliksandi Melayu disusupkan untuk mengetahui peta pertahanan sisa tentara Mataram Hindu.

Salah satu tempat yang menjadi pertahanan terdepan pasukan Mpu Sindok adalah Margo Anung/Marganung (kini bernama desa Ganung Kidul, kecamatan kota Nganjuk).

“Kakang Mpu Danghil, kupercayakan garda terdepan pasukan ini kepadamu!” pesan sang panglima perang.

“Sendiko dawuh gusti, seluruh rakyat Margo Anung siap mati berkalang tanah, mempertahankan setiap jengkal bumi Jawa Dwipa!” balas Mpu Mpu Danghil, senopati di pertahanan terdepan pasukan Mataram Hindu.

Maka Rakryan I Hino Mpu Sindok memerintahkan, jika pasukan Sriwijaya datang menyerang, tentara Melayu itu akan berhadapan dulu dengan Mpu Danghil di Margo Anung, sebelum bergerak ke arah lembah gunung Wilis.

Dalam prasasti Hering yang ditemukan di Kujon Manis Warujayeng, disebutkan bahwa Mpu Danghil adalah pemangku wilayah Margo Anung.

prasasti Hering Kujon Manis - foto koleksi Museum Nasional D.67

Samgat watek simma Marganung Pu Danghil,
I grimaja rake humbulu Pu Brapa Baruk,
watek hering marganung samangkana

“Pemangku wilayah Marganung/Margo Anung (Ganung Kidul) adalah Mpu Danghil, sedangkan pejabat di Humbulu (Bulu Putren sekarang) adalah Mpu Brapa Baruk, Mpu Danghil memangku wilayah meliputi Hering (Keringan – Mangundikaran kini) dan Samangkana (desa Sumengko, kecamatan Sukomoro sekarang)” terjemahan prasasti Hering Kujon Manis, oleh Drs. Harmadi.

*************

Pelabuhan Bandar Alim, sekitar tahun 929 Masehi.

Armada besar kerajaan Sriwijaya bergerak ke arah barat menuju lembah gunung Wilis. Ribuan pasukan bersenjata lengkap dengan umbul-umbul (bendera perang) Melayu benar-benar akan menyerbu Rakryan I Hino Mpu Sindok beserta sisa pasukannya.

Kedatangan mereka dihadang oleh sepasukan kecil tentara Mataram Hindu sebelum memasuki Margo Anung. Terjadi perang pembuka di daerah Mantup, Pagaran dan Jarakan. Tanpa perlawanan berarti, tentara Sriwijaya pun dengan mudah menyingkirkan pasukan penghadang itu.

Pergerakan bala tentara Melayu terus merangsek ke Margo Anung. Di tempat yang kini menjadi pusat kantor berbagai instansi pemerintah Nganjuk itu terjadi perang yang lebih besar.

Pasukan Mataram Hindu yang sudah menanti di garda terdepan memberikan perlawanan hingga titik darah penghabisan. Namun karena kalah dalam jumlah pasukan dan persenjataan, Sriwijaya pun bisa memukul pasukan Mpu Danghil mundur ke lembah gunung Wilis.

Margo Anung jatuh ke tentara Sriwijaya, penyerbuan ke lembah gunung Wilis pun tinggal selangkah lagi.


~ Bersambung ~


#ODOP
#PostingHariKeduaPuluhSembilan
#AnniversaryAnjukLadang
#TigaHariJelangHariJadiNganjuk

Literatur :
Prasasti Bandar Alim.
Prasasti Hering Kujon Manis.

15 komentar:

  1. seng wingu aku lom baca, hnm jalan mastrip, aku inget jaln itu

    BalasHapus
  2. seng wingu aku lom baca, hnm jalan mastrip, aku inget jaln itu

    BalasHapus
  3. Syukurlah lek isik eling jl Mastrip ..
    Woco to Lis

    BalasHapus
  4. Klo dah selesai minta lah mas cerita INI dalam bentuk ms word. Boleh tak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dengan senang hati mbk Wiwid ..
      Tentu sj boleh

      Hapus
  5. Pandai lah bikin cerita genre begini... nganjuk? Belom pernah ke sana... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah, tulisan saya masih amatiran kak.
      Terima kasih udh mampir.
      Kpn2 ke Nganjuk yukkk

      Hapus
  6. Pak Heru...cerita episode ini nggambarin jalan2 sing dulu ta lewati hampir tiap hari jalan kaki brkt dan plg sekolah hehe, hemmmhhh...jd keren di tangan pak Heru, ga byk tau klo ada kisah sejarahnya yg spt itu....chayoo pak Heru...lanjuttt...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha ... iya betul, jalan Mastrip, Ganung Kidul, Jarakan.

      Hapus
  7. Bisa dibikin novel sejarah mas. Ceritanya bagus sekali.. enak dibaca dan perlu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah .. masih jauh dari kata "pantas" tulisan saya ini pak Parto.
      terima kasih sampun mampir.

      Hapus
  8. Mas bisa mintak critanya dalam bentuk ms word. .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau mas punya cerita atau refrensi seputar sejarah di kab.nganjuk tercinta, boleh lah di share ke sy.

      Hapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *