gapura kota Anjuk Ladang - image google |
“Permisi, ini nasi
becek dan es jeruknya!”
“Monggo dipun
sekecakaken! – silahkan, selamat menikmati!”
suara penjual nasi becek sontak membuyarkan obrolan dua dimensi jaman antara
aku dan Vhellyn.
“Ayo makan dulu
Vhell.” ajakku.
“Hemm .. enak masakan
nasi becek ini Raff.” Vhelly bergumam sembari melahap menu khas kota angin.
“Nambah lagi Vhell? mumpung
kita lagi di Nganjuk.”
“Hehehe, emangnya
lambungku terbuat dari karet? Ini aja udah penuh rasanya!” tolaknya.
Setelah puas menikmati masakan nasi Becek, kami melanjutkan
perjalanan ke pusat kota. Kembali kupacu sepeda motor menembus jalanan desa
Demangan, Ngrajek, Sukomoro hingga akhirnya sampai di gerbang kota Anjuk Ladang (Nganjuk).
Ketika berhenti di
simpang tiga Mastrip, Vhellyn kembali menepuk pundakku.
“Raffa, kita
istirahat di taman itu.” tunjuknya kearah taman PKK (Adipura) yang berada tak jauh dari simpang tiga Mastrip.
Aku dan Vhellyn duduk di sebuah bangku yang ada di taman itu.
“Disinilah dulu pasukan kecil kakang Mpu Danghil menghadang tentara Sriwijaya yang
bergerak dari Bandar Alim” ucapku.
“Lihatlah kearah sawah
itu!"
“Mereka gugur sebagai
patriot Mataram, demi membela dinasti ayahandamu Prabu Wawa, demi meyelamatkanmu Rara Prameswari Sri Wardhani!” lanjutku.
Dari jalan Mastrip,
kami bisa melihat hamparan persawahan desa Mantup, Pagaran dan Jarakan. Tempat
para kesatria kami meregang nyawa, demi mempertahankan setiap jengkal tanah
Jawa Dwipa.
*************
Dalam kurun waktu 927
– 929 Masehi, pasukan Sriwijaya menyiapkan seluruh perbekalan penyerbuan ke
lembah Gunung Wilis. Dari Bandar Alim di tepian bengawan Brantas mereka terus memantau
perkembangan kekuatan Rakryan I Hino Mpu Sindok. Teliksandi Melayu disusupkan untuk
mengetahui peta pertahanan sisa tentara Mataram Hindu.
Salah satu tempat yang
menjadi pertahanan terdepan pasukan Mpu Sindok adalah Margo Anung/Marganung (kini bernama desa Ganung Kidul, kecamatan kota
Nganjuk).
“Kakang Mpu Danghil, kupercayakan garda terdepan pasukan ini kepadamu!” pesan sang panglima perang.
“Sendiko dawuh gusti,
seluruh rakyat Margo Anung siap mati berkalang tanah, mempertahankan setiap jengkal bumi Jawa Dwipa!”
balas Mpu Mpu Danghil, senopati di pertahanan terdepan pasukan Mataram Hindu.
Maka Rakryan I Hino Mpu Sindok memerintahkan, jika pasukan Sriwijaya datang menyerang, tentara Melayu itu akan berhadapan dulu dengan Mpu Danghil di Margo Anung, sebelum bergerak ke arah lembah
gunung Wilis.
Dalam prasasti Hering
yang ditemukan di Kujon Manis Warujayeng, disebutkan bahwa Mpu Danghil adalah pemangku
wilayah Margo Anung.
prasasti Hering Kujon Manis - foto koleksi Museum Nasional D.67 |
Samgat watek simma
Marganung Pu Danghil,
I grimaja rake humbulu
Pu Brapa Baruk,
watek hering marganung
samangkana
“Pemangku wilayah
Marganung/Margo Anung (Ganung Kidul) adalah Mpu
Danghil, sedangkan pejabat di Humbulu (Bulu
Putren sekarang) adalah Mpu Brapa Baruk, Mpu Danghil memangku wilayah meliputi
Hering (Keringan – Mangundikaran kini)
dan Samangkana (desa Sumengko, kecamatan Sukomoro sekarang)” terjemahan prasasti Hering Kujon Manis, oleh Drs.
Harmadi.
*************
Pelabuhan Bandar Alim, sekitar tahun 929 Masehi.
Armada besar kerajaan Sriwijaya bergerak ke arah barat menuju lembah gunung
Wilis. Ribuan pasukan bersenjata lengkap dengan umbul-umbul (bendera perang) Melayu benar-benar akan menyerbu Rakryan I Hino Mpu Sindok beserta sisa pasukannya.
Kedatangan mereka dihadang
oleh sepasukan kecil tentara Mataram Hindu sebelum memasuki Margo Anung.
Terjadi perang pembuka di daerah Mantup, Pagaran dan Jarakan. Tanpa
perlawanan berarti, tentara Sriwijaya pun dengan mudah menyingkirkan pasukan
penghadang itu.
Pergerakan bala
tentara Melayu terus merangsek ke Margo Anung. Di tempat yang kini
menjadi pusat kantor berbagai instansi pemerintah Nganjuk itu terjadi perang
yang lebih besar.
Pasukan Mataram Hindu
yang sudah menanti di garda terdepan memberikan perlawanan hingga titik darah
penghabisan. Namun karena kalah dalam jumlah pasukan dan persenjataan, Sriwijaya pun bisa
memukul pasukan Mpu Danghil mundur ke lembah gunung Wilis.
Margo Anung jatuh ke
tentara Sriwijaya, penyerbuan ke lembah gunung Wilis pun tinggal selangkah
lagi.
~ Bersambung ~
#ODOP
#PostingHariKeduaPuluhSembilan
#AnniversaryAnjukLadang
#TigaHariJelangHariJadiNganjuk
Literatur :
Prasasti Bandar Alim.
Prasasti Hering Kujon Manis.
seng wingu aku lom baca, hnm jalan mastrip, aku inget jaln itu
BalasHapusseng wingu aku lom baca, hnm jalan mastrip, aku inget jaln itu
BalasHapusSyukurlah lek isik eling jl Mastrip ..
BalasHapusWoco to Lis
Klo dah selesai minta lah mas cerita INI dalam bentuk ms word. Boleh tak.
BalasHapusDengan senang hati mbk Wiwid ..
HapusTentu sj boleh
Pandai lah bikin cerita genre begini... nganjuk? Belom pernah ke sana... :D
BalasHapusAh, tulisan saya masih amatiran kak.
HapusTerima kasih udh mampir.
Kpn2 ke Nganjuk yukkk
Pak Heru...cerita episode ini nggambarin jalan2 sing dulu ta lewati hampir tiap hari jalan kaki brkt dan plg sekolah hehe, hemmmhhh...jd keren di tangan pak Heru, ga byk tau klo ada kisah sejarahnya yg spt itu....chayoo pak Heru...lanjuttt...
BalasHapushahaha ... iya betul, jalan Mastrip, Ganung Kidul, Jarakan.
HapusBisa dibikin novel sejarah mas. Ceritanya bagus sekali.. enak dibaca dan perlu..
BalasHapuswah .. masih jauh dari kata "pantas" tulisan saya ini pak Parto.
Hapusterima kasih sampun mampir.
Mas bisa mintak critanya dalam bentuk ms word. .
BalasHapusBoleh mas.
HapusAda email kah?
dgunt10@gmail.com
HapusKalau mas punya cerita atau refrensi seputar sejarah di kab.nganjuk tercinta, boleh lah di share ke sy.
Hapus