Belantara Rimba Papua - image google |
Rimba Papua, 2001.
“Bertahanlah Ren! Kami akan membawamu ke distrik terdekat!”
“Aku sudah tak kuat lagi.” Rendi terus menggigil.
“Dingin sekali rasanya!” Suaranya terdengar ikut gemetaran. Sehari sudah
ia tergeletak tak berdaya.
“Kamu harus kuat! Setidaknya hingga fajar tiba!” Sambil berkali-kali
melihat jarum arlojinya, Idrus tak henti-hentinya memberikan semangat kepada
kawannya itu.
Belantara Papua memang ganas. Bukan hanya gerombolan OPM (Organisasi Papua Merdeka) saja yang
setiap saat bisa menyergap mereka. Kutukan pedalaman hutan ini terhadap orang
asing yang berani menginjakkan kaki di bumi Cendrawasih juga siap menerkam.
Malaria adalah momok yang paling menyeramkan. Selain gerombolan pengibar
bendera Bintang Kejora.
Satu bulan dikirim ke Keroom, akhirnya Rendi ambruk. Berada disebuah
lembah dengan suhu sepuluh derajat celcius, bahkan pada malam hari bisa
mencapai minus lima bukanlah tempat yang bersahabat. Gemblengan fisik selama
berbulan-bulan di barak militer seakan tak ada artinya.
Bersama kawan-kawan satu peletonnya, Rendi harus berpatroli menyusuri
sepanjang aliran sungai Fly setiap hari. Lembah Keroom nyaris tak bisa ditembus
sinar matahari. Lebatnya belantara menjadikan tempat ini seperti gelap
sepanjang masa. Medan dengan ketinggian empat ribu kaki juga semakin
menguntungkan OPM untuk bergerilya.
Alhasil pasukan Baret Merah
yang diterjunkan ke Keroom hanya mampu mendesak gerombolan itu menepi ke garis
perbatasan dan menjauh dari teritorial Papua. Masuk ke belantara hutan negeri
sebelah, Papua Nugini.
Jarum arloji menunjukkan pukul 04.00 waktu Papua ketika Letnan Reynald,
pemimpin dari regu penyisir sungai Fly menghampiri Idrus.
“Bagaimana kondisinya?”
“Semakin panas badannya.” Jawab Idrus yang hanya bertelanjang dada. Baju
dorengnya kini bahkan sudah ia lepas untuk menyelimuti Rendi yang semakin menggigil dan mengigau.
“Berangkatlah sekarang. Empat jam nanti kamu sudah sampai di balik bukit.
Disana sudah ada sinar matahari. Kau bisa berkomunikasi dengan Camp terdekat.
Segera hubungi distrik Boven Digoel!” Reynald melepaskan baju, lalu
mencopot kaos dorengnya yang ia rangkapkan.
“Pakai kaos ini!” Ia melemparkan kaosnya ke arah Idrus yang masih
bertelanjang dada.
“Hendri, kemari kau!” Perintah Reynald kepada salah satu anggota
pasukan yang lain.
“Siap Letnan!” Jawab seorang yang dipanggilnya.
“Bawa amunisimu. Siapkan juga granat asap. Dalam kondisi terdesak,
lemparkan bom itu! Pasukan-pasukan yang menyisir dataran tinggi dan perbukitan
akan melihatnya! Mereka akan mendatangimu untuk memberikan bantuan!”
“Tugasmu melindungi Rendi dan Idrus sampai di lembah Boven Digoel!” Tegas Reynald.
“Kalian berangkatlah sekarang! Rendi harus segera ditangani pasukan medis!”
“Siap! Kami berangkat Letnan!” Jawab Idrus dan Hendri serempak.
********
Pasukan TNI di belantara Papua - image google |
Pasukan TNI di tapal batas Papua - PNG |
Gerombolan OPM - image google |
Dengan susah payah Idrus memapah Rendi yang semakin lemas dan pucat.
Sementara Hendri berjalan di depan mereka. Tangannya memegang erat AK-47.
Sesekali ia nyalakan lampu senter yang terpasang di ujung senapannya sebagai
penerangan.
Tak ada jalan setapak. Hanya rerimbunan belukar dan pepohonan terjal
yang memenuhi jalur mereka. Kabut masih mencekat.
Ketiga anggota pasukan Baret Merah itu terus menembus gelapnya rimba.
Hanya bermodalkan kompas, arloji dan lampu senter di AK-47. Mereka terus
berjalan naik turun perbukitan terjal. Menyeberangi beberapa kelokan sungai Fly. Berpacu
dengan keselamatan nyawa Rendi.
“Berhenti!” Tiba-tiba Rendi kembali mengerang.
“Tinggalkan aku disini. Kalian kembali saja!” Lanjutnya dengan nafas
tersengal-sengal. Badannya masih tetap menggigil.
“Camp sudah dekat. Sebentar lagi Ren!” Bujuk Idrus.
“Aku sudah tak kuat lagi. Percuma kalian membawaku. Aku juga akan mati
di perjalanan nanti!”
“Dengar kami Rendi! Kau tak akan mati. Pasukan medis sudah menunggumu!”
Hendri ikut memberikan semangat kepada Rendi.
Rendi tersenyum dengan memaksa. Perlahan tubuhnya merendah, semakin
lemas. Idrus menahannya. Sesaat kawannya itu terbaring di pangkuannya. Matanya
berkali-kali terpejam, lalu terbuka lagi.
“Bangun kau Rendi! Lawan rasa kantukmu!” Bentak Idrus. Ia tahu bahwa
Rendi tak boleh mengikuti rasa kantuk akibat kondisi tubuh yang semakin drop
itu.
“Idrus, buat dia tetap tersadar! Jangan boleh terpejam!” Teriak Hendri.
“Cepat lakukan!” Bentak Hendri lagi.
Plak! Plak!
Dua tamparan Idrus di muka sahabatnya membuat Rendi
membuka mata lagi. Buliran bening tampak mengumpul di sudut pelupuknya.
“Perjalanan di pedalaman ini begitu menyenangkan kawan.” Ucap Rendi
semakin pelan.
“Tolong sampaikan ke istri dan anak-anakku. Aku meninggal di belantara
Papua ini dengan gagah perkasa. Bukan karena Malaria.” Suara Rendi terbata-bata. Tenggelam
dalam nafas yang terengah-engah.
#OneDayOnePost
#PostingHariKeempatPuluhDua
----------------------------------------
Cerita
ini saya dedikasikan untuk almarhum Sertu HS yang telah menyelamatkan nyawa Serda UTS saat mereka
dikirim ke medan tugas. Keduanya adalah anggota Grup 2 Kopassus Kandang
Menjangan, Kartasura.
Wah...keren nih Mas, bikin cerita model begini susyah euy...lolos ini sih tantangan bulan depan...hehehe
BalasHapusterima kasih ...
Hapusini pemanasan untuk tantangan bulan depan, hehehe
Heru, aku seperti terbawa dalam cerita. Hebat pisan
BalasHapushemm .. suwun Lis
HapusKeren kak, larut banget sama ceritanya, aku nggak melihat ada typo, nice ..
BalasHapusDitunggu kelanjutannya yaa.. semangatt 😊
hehehe ... tunggu aja ya
HapusWah selalu ada cerita bersejarah setiap mampir Di blog mu kang
BalasHapusterima kasih mbakyu ..
HapusWah, ciri khas mas Heru ini emang mantap di sejarah. Keren bisa membuat sejarah lebih hidup untuk dibaca...
BalasHapusHeheee ... masih amburadul alurnya Inet
HapusIni kisah nyata mas?
BalasHapusPenasaran sama lanjutannya...
Ini kisah nyata mas?
BalasHapusPenasaran sama lanjutannya...
Insya Allah true story. Saya beri sedikit sentuhan fiksi mbk Deasy.
HapusWah.. mas heru dah bikin tantangan buat bulan depan??😎😎😎kereeennn
BalasHapusBelummmmm ...
HapusPemanasan ini mbk Sas
Pengetahuan macam ni luas bener... keren, mas heru... lanjutkan berkarya... idenya banyak, hehehe
BalasHapusTerima kasih mbk Ainayya
BalasHapusWow...cerita mas heru keren....
BalasHapusSelalu buat aq terpukau dengan detail yg mampu membuat pembaca seakan akan berada di lokasi kejadian.....
2 jempol buat mas heru....
Buat tantangan bln depan meguru dhisik aahh nang mas heru...hehhehe
kereeeeen deh mas. suka hehe
BalasHapusMataku basah..serasa aku yg disana. Tulisan yg bagus.
BalasHapusMantaappp... Ga bosen baca cerita Mas heru... Ga sabar nunggu kelanjutannya.
BalasHapusNice story, saran nih.. masih ada dialog yg gak ketahuan sapa yang sedang berdialog... ada dialog yg harusnya bisa jd satu dn jk diputus pun, pemberian keterangannya kurang mantap... masih ada pengulangan kata padahal dlm satu alinea dn itu aline yang pendek.. kalau panjang.. mungkin bisa dimaklumi... but secara keselurahan bagus and detil..
BalasHapusterima kasih bang sarannya ... tulisan sy memang masih acak adul.
Hapussama"... aku juga gt.. yg pnting mau trus belajar dn memperbaiki diri serta banyak membaca cerita dari author yg lainnya dn tidak malu bertanya...
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus