Jumat, 15 September 2017

Obrolan Warung Kopi: Menepis Mitos Sulitnya Mengalahkan Thailand







Malam itu, saya mengundang seorang sahabat lama asal kota Delta. Sidoarjo. Perawakannya tambun dengan model rambut gondrong. Sekilas, ia mirip W.S. Rendra ketika beliau masih sugeng. Tidak sekedar gaya rambut, bicaranya yang ceplas-ceplos dan terkadang dibumbuhi pisuhan khas Suroboyoan, membuat pria paruh baya yang akrab saya panggil Cak Rendra (meski nama sebenarnya adalah Abdul Muis) itu jiannn persis dengan penyair si Burung Merak.

Kami duduk berhadap-hadapan di sebuah kedai kopi di pinggiran kota Surabaya. Setengah jam sebelumnya, ketika masih berada di toko buku Toga Mas Margorejo, saya menelpon Cak Rendra yang kebetulan ada di kota buaya, agar meluncur ke tempat itu. Malam itu adalah satu malam  pasca Indonesia berhasil lolos ke semifinal Piala AFF U18 di Myanmar dengan dramatis.

“Ediannn Indonesia!” ucap Cak Rendra.

“Apanya yang edan, Cak? Kasus E-KTP yang mbulet seperti tumo suwal? Atau penyidikan kasus penganiayaan Novel Baswedan yang tak kunjung ada titik terang?” tanya saya.

“Tentu saja bukan. Ini tentang sepak terjang Garuda Nusantara----timnas U18----yang tiba-tiba mengamuk seperti banteng ketaton, setelah dibantai habis oleh Vietnam,” jawabnya, sembari meneguk kopi hitam yang baru saja diantar seorang pramuwarung.

Saya mengeluarkan sebungkus lintingan daun nikotin medium class, lalu menyodorkan sebatang isinya kepada beliau. Tentu, lengkap dengan pemantik api. Beberapa detik kemudian, bibir Cak Rendra nampak menghisap dalam-dalam batangan itu. Kepulan demi kepulan asap menari-nari dengan gemulai di atas meja kami.

“Entah apa yang ada di benak anak-anak merah putih. Mereka memberikan permainan yang jauh melampaui dugaan kita, Cak,” timpal saya.

Iya, begitulah.

Indonesia akhirnya tampil sebagai juara grup B kualifikasi Piala AFF U18 di Myanmar. Sempat berada di posisi ketiga akibat kekalahan mengejutkan dari Vietnam, Indra Safrie Boys justru mampu membalikkan keadaan. Garuda Nusantara menenggelamkan Brunei Darussalam dengan skor telak 8 – 0 di matchday pamungkas.

“Mungkin, jika dalam pertemuan keempat kalinya dengan Thailand besok kita bisa menang, bukan mustahil jika Indra Safrie akan mengulang sukses empat tahun silam,” lanjut Cak Rendra.

Mugo-mugo wae --- Semoga saja, Cak!” tegas saya.

“Jangan lupa bahwa ketika turnamen serupa dulu digelar di Sidoarjo, Evan Dimas berhasil mencetak hatt trick. Thailand yang selalu menjadi momok bagi kita, ternyata bisa dikalahkan oleh strategi cerdik Indra Safrie kala itu, Cak,” senada dengan Cak Rendra, saya kembali membuka memori indah ketika Indonesia berhasil menjadi juara Piala AFF U18 (dulu masih bernama U19) setelah puasa gelar selama 22 tahun.  Kebetulan, pelatihnya adalah orang yang sama dengan head coach Garuda Nusantara sekarang. Indra Safrie.

Kami berdua sama-sama menghela napas panjang. Menyesap kopi hitam di cangkir masing-masing, lalu berlomba menghisap batangan rokok yang tinggal separuh.

Iya, Sore ini, 15 September 2017, lawan tangguh sekaligus momok menakutkan bagi Indonesia telah menanti. Tahiland yang menjadi runner up grup A, untuk kesekian kalinya akan berjumpa dengan kita. Rekor pertemuan kedua tim di ajang ini adalah 1 : 2. Negeri Gajah Putih unggul tipis dalam mencatatkan diri sebagai pemenang.

Ada mitos yang selalu menjangkiti jiwa para pemain, official dan pelatih tim nasional Indonesia. Mitos bahwa kita selalu kalah dengan Thailand. Celakanya, sugesti ini berlaku bagi semua kelompok umur tim nasional kita. Data statistik juga menunjukkan bahwa sepanjang pertemuan kedua negara, The War Elephant (julukan tim nasional Thailand) selalu merepotkan kita.

Tetapi, ada mitos lain yang mungkin tidak pernah dibahas para pelaku sepakbola Indonesia. Mitos jika kita berhasil mengalahkan Thailand di sebuah turnamen, maka Indonesia akan tampil sebagai juara.

Dua kemenangan yang menghiasi catatan emas persepakbolaan tanah air adalah edisi Sea Games 1991 di Manila, Philipina dan gelaran Piala AFF U19 tahun 2013 di Sidoarjo, Jawa Timur.

Sekedar membuka ingatan kita, pada final Sea Games 1991, Bambang Nurdiansyah, Ferril Hattu, Hanafing, Edy Harto bersama para pemain yunior sebagai pelapis semacam Widodo C Putro dan Aji Santoso berhasil mengibarkan bendera Merah Putih di Manila Filipina, sekaligus menjuarai Sea Games pada tahun itu setelah mengalahkan sang momok, Thailand.

Selanjutnya, Evan Dimas cs. Juga sukses membantai Thailand dengan skor 3 – 1 pada fase penyisihan grup Piala AFF U19 tahun 2013. Kemenangan itu membawa pasukan Garuda Asia (julukan tim nasional Indonesia U19 ketika itu) lolos ke babak knock out hingga final. Puncaknya, mereka berhasil mengobati dahaga gelar juara bagi rakyat Indonesia, setelah menang dengan dramatis melalui adu tendangan penalti melawan Vietnam.

“Kenapa ya, Cak, lagi-lagi kita harus ketemu Thailand?” tanya saya dengan perasaan pesimis.

“Kalau feeling saya kok justru tahun ini adalah tahunnya Indonesia juara lagi,” sanggah cak Rendra.

“Kenapa sampean bisa mengatakan demikian?” kejar saya.

“Iya feeling saja. Puncak ujian Indonesia sudah lewat, yaitu ketika berada dalam posisi terjepit untuk lolos ke semifinal. Kini, ibarat anak panah, kita sudah terlepas dari busur pasca membantai Brunei. Anak panah itu akan terus melesat hingga menembus final, lalu menghunjam jantung lawan. Dan, kita juara!” tegas Cak Rendra.

“Masuk akal juga analogi sampean,” puji saya.

Kembali kami membakar satu lagi lintingan daun nikotin. Menyesap sisa kopi hitam yang semakin pahit karena hanya tinggal ampas. Obrolan terus berlanjut hingga ngetan ngulon tak jelas jluntrungnya.

Tepat pukul sembilan malam, saya mengajak Cak Rendra menyudahi obrolan. Setelah membayar harga dua cangkir kopi dan sebungkus lintingan daun nikotin, saya antarkan sahabat saya yang sepemikiran dalam menyikapi hitam putih sepakbola nasional itu sampai di parkir motornya.

Dengan menyisakan harapan yang mudah-mudahan sore ini menjadi kenyataan, tak lama kemudian saya juga memacu sepeda motor, membelah jalan Jemur Handayani, lalu berbelok arah ke raya A. Yani di kota buaya.

Sepanjang perjalanan pulang, harapan yang tersisa itu terus membuntuti saya. Harapan tentang patahnya mitos bahwa Thailand selalu menjadi momok bagi kita. Harapan yang mungkin nyaris sama dengan jutaan rakyat Indonesia hari ini: Garuda Nusantara akan mengalahkan tim negeri Gajah Putih, lalu melangkah ke final dan menjuarai Piala AFF.


( Heru Sang Mahadewa)
Member Of One Day One Post

2 komentar:

  1. semoga feeling cak, terwujud dan itu juga menjadi harapan saudara-saudara kita dari sabang sampai merauke mas

    BalasHapus
  2. aamiin semoga Indonesia tahun ini menang dan tahun-tahun selanjutnya.

    BalasHapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *