Rabu, 27 September 2017

PENUTURAN ULANG SERAT CENTHINI JILID I (26)



ilustrasi gambar: Yayasan Wacana

PUPUH XIV
PANGKUR 9
Maka yang terlihat, semua orang Surabaya menjijikkan, juga nista, budinya tidak ada. Hanya segitu membela ratunya, seorang Wali dan Kalifatullah, yang tidak mampu mereka perjuangkan.

PANGKUR 10
Sebenarnya kalian ini manusia berbudi atau urakan? Alih-alih mengerti akan kebaikan, semua tertunduk menangis sesenggukan, para prajurit Surabaya. Ki Tumenggung Sepanjang lalu berkata, duh-aduh, andai bisa hidup tujuh kali pun, kami semua.

PANGKUR 11
Hidup atau mati tetap jangan berpisah, dengan Kangjeng Pangeran Pekik yang memangku Surabaya, biarlah kami para prajurit tumpas terlebih dulu. Janganlah buru-buru paduka, pulang, sebelum seluruh pasukan Surabaya, gugur menjalankan kewajiban perang.

PANGKUR 12
Meskipun kami hanya tinggal satu, tetap akan tumpas Sunan Giri. Jika paduka tetap tinggal, di kelanggengan, kami hanya ingin mengabarkan kepada paduka, Sunan Giri yang membangkang, telah menemui kematian.

PANGKUR 13
Dia masih musuh kami, beserta keturunannya dimana pun, tetap menjadi musuh, jika belum kesampaian, bisa membalas semua perbuatannya kepada gusti kami. Kangjeng Ratu Pandhansari dan sang suami, bangga mendengarnya.

PANGKUR 14
Ucapan para punggawa, semua meneguhkan perasaan, kesetiaan yang tulus dari kalbu, tanpa ada dusta di bibir mereka. Serentak mereka memohon restu untuk perang pupuh (perang hingga titik darah penghabisan), menggempur lagi kedhaton Giri, yang diperkirakan tuntas dalam sehari.

PANGKUR 15
Sang Sunan Giri akan menjadi tawanan, harta benda dan istrinya akan kami boyong. Ratu Pandhansari berkata lembut, jika kalian telah bertekad kembali perang, aku ingin kita memilih perang pupuh. Andai kalah, kita semua siap mati bersama-sama.

PANGKUR 16
Para prajurit menghaturkan sembah, percayalah dengan kehancuran Giri Kedhaton. Seyogyanya, gusti ratu menunggu di pesanggrahan (tenda pasukan), mengistirahatkan badan paduka. Kangjeng ratu Pandhansari berkata lembut, pengabdian kalian kepadaku.

..................

BERSAMBUNG

-o0o-

Bagian sebelumnya, baca [ DI SINI ]
Bagian selanjutnya, baca [ DI SINI ]

Judul asli:
Suluk Tambangraras

Pengarang:
KGPAA Amengkunegara III (Sunan Pakubuwana V)
Raden Ngabehi Yasadipura II (Ranggawarsita I)
Raden Ngabehi Sastradipura (Ahmad Ilham)
Raden Ngabehi Ranggasutrasna

Dituturkan ulang oleh:
Heru Sang Mahadewa
(Member Of One Day One Post)

7 komentar:

  1. Wah saya telat mengikuti... Jadi kurang paham ini apaan.. Hehehe
    Salut sama keistiqomahan mas Heru menulis tentang pewayangan...

    Semoga kelak benar-benar menjadi budayawan yang amanah.. Aamiin...

    BalasHapus
  2. Jarang jarang ada cerita beginian.suka saya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. penggalan kalimat per kalimatnya pasti terasa janggal, karena saya tuturkan sesuai susunan kalimat dan bait aslinya dari Serat Centhini.

      Hapus
    2. Memang kurang paham kalau tidak mengikuti. Tp entah mengapa saya suka.

      Hapus
  3. Boleh bertanya gk? Adakah perubahan naskah asli dengan tulisan ini? Atau disadur saja dengan sedikit perubahan kecil pada? Terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya tidak merubah isinya, mas.
      Perbedaannya terletak pada bahasa: naskah asli berbahasa Jawa Kuno dan Sanskerta, sedangkan terjemahan saya berbahasa Indonesia.

      Terima kasih sudah mampir.
      Ayo terus menulis.

      Hapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *