Selasa, 19 September 2017

PENUTURAN ULANG SERAT CENTHINI JILID I (21)



ilustrasi gambar: Yayasan Wacana


PUPUH XII
ASMARADANA 1
Berhenti barisan para prajurit, pasukan dari Surabaya, mengepung Giri kedhaton, siaga perang melawan prabu, berganti ke yang berkuasa, yaitu sang ulama, telah mengetahuinya dari laporan.

ASMARADANA 2
Ketika Kangjeng Pangeran Pekik, beserta sang istri, telah mengepung kota, bagai gelombang samudra pasukannya, tumpah memenuhi segala penjuru, orang-orang di Ngargapura, semua lelaki perempuan kebingungan, seperti butiran padi yang dikocok dalam loyang.

ASMARADANA 3
Kangjeng Sunan Giri Prapen dihadap, oleh para punggawanya, berkumpul di hadapannya, semua siaga berperang, hingga yang dipanggil itu, ada putra sang ulama, dari istri selir.

ASMARADANA 4
Diberi nama Raden Jayengresmi, berkata kepada sang ayah, duh ayahanda pengayomku, tempat labuhan hati, bulatkah tekad, menghadapi perang pupuh, melawan Sultan Mataram.

ASMARADANA 5
Saranku ayahanda, mungkin ini salah kepada tradisi leluhur, yang masih anak-anak, muda dan tidak mengerti aturan, jika diperkenankan, sebaiknya kita semua, tunduk kepada Sultan Mataram.

ASMARADANA 6
Sudahlah salah yang kita lakukan, aku mendengar kabar, sang raja Mataram, hatinya sangat baik, rendah hati, sakti dan dikenal berperilaku luhur, jernih pikirannya dan berwibawa.

ASMARADANA 7
Sebaiknya berdmai, tidak baik jika melawan, selagi ini belum, berlanjut ke pecahnya perang, hendaknya segera disusul, permintaanku ayahanda yang mulia, kita mundur (menyerah) dari peperangan.   

ASMARADANA 8
Jika ditolak, keinginan yang disampaikan utusan, (barulah kita) harus menunjukkan keberanian, karena bukan dari paduka, yang memulai perang, tetapi dari beliau, dengan berat tidak bisa dicegah.

ASMARADANA 9
Tak bergeming Kangjeng Sunan Giri Prapen, tidak goyah oleh ucapan putranya, lalu undur sang perwira muda, dengan meneteskan air mata, pupus dalam hati, kehendak dari Allah SWT, takdir yang tidak bisa ditolak.

ASMARADANA 10
Setelah undur dirinya sang putra, berkata sang pemimpin ulama, bagaimana Endrasena, orang-orang Surabaya telah, mengepung Giripura, Endrasena menjawab, pasukan Giri telah siap.

ASMARADANA 11
Hingga terpanggil oleh ayahanda yang mulia, duh putra kesayanganku Endrasena, apalagi yang kita pikirkan, kumandangkan lagi syair, berangkatkan pasukan, hancurkan barisan prajurit Surabaya, jadikan engkau senapatinya.

ASMARADANA 12
Berkata yang diberi sebutan (senapati), menghaturkan sembah, wahai guru panutanku, putramu mohon restu, paduka percayalah, mundurnya orang-orang Surabaya, ada di tanganku.

ASMARADANA 13
Diusap ubun-ubunnya, ditiup dengan doa dan pesan, jayalah ucapnya, undur diri sambil mengumandangkan syair, maka bubarlah para prajurit, bergegas berangkat lebih dulu, pasukan Endrasena.

-o0o-

Pasukan Surabaya terdesak, namun bangkit kembali setelah Ratu Pandhansari tampil sebagai senapati. Akhirnya, tiga putra-putri Kangjeng Sunan Giri Prapen berhasil meloloskan diri ketika sedang terjadi perang dahsyat. Raden Jayengresmi diikuti oleh abdinya dan Raden Jayengsari juga adiknya Niken Rancangkapti juga dikawal oleh santri. Lari mereka berbeda arah, sehingga saling cari-mencari. Di medan perang, pasukan Surabaya menang. Senjata andalan Endrasena berhasil direbut. Sunan Giri Prapen ditangkap, lalu dibawa ke Mataram bersama semua keluarga dan harta bendanya.

 ..................

BERSAMBUNG

-o0o-

Bagian sebelumnya, baca [ DI SINI ]
Bagian selanjutnya, baca [ DI SINI ]

Judul asli:
Suluk Tambangraras

Pengarang:
KGPAA Amengkunegara III (Sunan Pakubuwana V)
Raden Ngabehi Yasadipura II (Ranggawarsita I)
Raden Ngabehi Sastradipura (Ahmad Ilham)
Raden Ngabehi Ranggasutrasna

Dituturkan ulang oleh:
Heru Sang Mahadewa
(Member Of One Day One Post)

1 komentar:

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *