ilustrasi gambar: Yayasan Wacana |
PUPUH XII
ASMARADANA 1
Berhenti barisan para prajurit, pasukan dari
Surabaya, mengepung Giri kedhaton, siaga perang melawan prabu, berganti ke yang
berkuasa, yaitu sang ulama, telah mengetahuinya dari laporan.
ASMARADANA 2
Ketika Kangjeng Pangeran Pekik, beserta sang
istri, telah mengepung kota, bagai gelombang samudra pasukannya, tumpah
memenuhi segala penjuru, orang-orang di Ngargapura, semua lelaki perempuan
kebingungan, seperti butiran padi yang dikocok dalam loyang.
ASMARADANA 3
Kangjeng Sunan Giri Prapen dihadap, oleh para
punggawanya, berkumpul di hadapannya, semua siaga berperang, hingga yang
dipanggil itu, ada putra sang ulama, dari istri selir.
ASMARADANA 4
Diberi nama Raden Jayengresmi, berkata kepada sang
ayah, duh ayahanda pengayomku, tempat labuhan hati, bulatkah tekad, menghadapi
perang pupuh, melawan Sultan Mataram.
ASMARADANA 5
Saranku ayahanda, mungkin ini salah kepada tradisi
leluhur, yang masih anak-anak, muda dan tidak mengerti aturan, jika
diperkenankan, sebaiknya kita semua, tunduk kepada Sultan Mataram.
ASMARADANA 6
Sudahlah salah yang kita lakukan, aku mendengar
kabar, sang raja Mataram, hatinya sangat baik, rendah hati, sakti dan dikenal
berperilaku luhur, jernih pikirannya dan berwibawa.
ASMARADANA 7
Sebaiknya berdmai, tidak baik jika melawan, selagi
ini belum, berlanjut ke pecahnya perang, hendaknya segera disusul, permintaanku
ayahanda yang mulia, kita mundur (menyerah) dari peperangan.
ASMARADANA 8
Jika ditolak, keinginan yang disampaikan utusan,
(barulah kita) harus menunjukkan keberanian, karena bukan dari paduka, yang
memulai perang, tetapi dari beliau, dengan berat tidak bisa dicegah.
ASMARADANA 9
Tak bergeming Kangjeng Sunan Giri Prapen, tidak
goyah oleh ucapan putranya, lalu undur sang perwira muda, dengan meneteskan air
mata, pupus dalam hati, kehendak dari Allah SWT, takdir yang tidak bisa
ditolak.
ASMARADANA 10
Setelah undur dirinya sang putra, berkata sang pemimpin
ulama, bagaimana Endrasena, orang-orang Surabaya telah, mengepung Giripura,
Endrasena menjawab, pasukan Giri telah siap.
ASMARADANA 11
Hingga terpanggil oleh ayahanda yang mulia, duh
putra kesayanganku Endrasena, apalagi yang kita pikirkan, kumandangkan lagi
syair, berangkatkan pasukan, hancurkan barisan prajurit Surabaya, jadikan
engkau senapatinya.
ASMARADANA 12
Berkata yang diberi sebutan (senapati),
menghaturkan sembah, wahai guru panutanku, putramu mohon restu, paduka
percayalah, mundurnya orang-orang Surabaya, ada di tanganku.
ASMARADANA 13
Diusap ubun-ubunnya, ditiup dengan doa dan pesan,
jayalah ucapnya, undur diri sambil mengumandangkan syair, maka bubarlah para
prajurit, bergegas berangkat lebih dulu, pasukan Endrasena.
-o0o-
Pasukan
Surabaya terdesak, namun bangkit kembali setelah Ratu Pandhansari tampil
sebagai senapati. Akhirnya, tiga putra-putri Kangjeng Sunan Giri Prapen
berhasil meloloskan diri ketika sedang terjadi perang dahsyat. Raden
Jayengresmi diikuti oleh abdinya dan Raden Jayengsari juga adiknya Niken
Rancangkapti juga dikawal oleh santri. Lari mereka berbeda arah, sehingga
saling cari-mencari. Di medan perang, pasukan Surabaya menang. Senjata andalan
Endrasena berhasil direbut. Sunan Giri Prapen ditangkap, lalu dibawa ke Mataram
bersama semua keluarga dan harta bendanya.
..................
BERSAMBUNG
-o0o-
Bagian selanjutnya, baca [ DI SINI ]
Judul asli:
Suluk Tambangraras
Pengarang:
KGPAA Amengkunegara III (Sunan Pakubuwana
V)
Raden Ngabehi Yasadipura II (Ranggawarsita
I)
Raden Ngabehi Sastradipura (Ahmad Ilham)
Raden Ngabehi Ranggasutrasna
Dituturkan ulang oleh:
Heru Sang Mahadewa
(Member Of One Day One Post)
Wahwah... Keren cak, serasa di jaman
BalasHapusdoeloe 😅😅