ilustrasi gambar: Yayasan Wacana |
PUPUH XIII
SINOM 1
Dalam perang sehari itu, kalah pasukan Surabaya,
mundur dan terus dikejar, hingga tertutup gelapnya malam, orang Giri yang
mengejar, semua telah pulang, orang-orang Giri bersorak gembira, sambil
berjoget.
SINOM 2
Endrasena beserta semua pasukan Giri, menghadap ke
sang pemimpin ulama di Giri, menghaturkan sembah dan melaporkan, bahwa pasukan
Surabaya, telah mundur ketakutan, tak bisa menang, banyak yang meninggal, pemimpin
mereka tidak jelas nasibnya.
SINOM 3
Sang pemimpin ulama, bahagia perasaannya, kian besar
hatinya, merasa ikhlas kepada Allah, yang telah mengayomi, seluruh tanah Jawa, terlontar
lantang ucapnya, muncul kesombongan hatinya, sifat keulamaan akhirnya tertutup
kemenangan.
SINOM 4
Maka berkata pelan, syukur Alhamdulillah, wahai
nak, Endrasena, ini jadi pertanda, betapa sulit memijit butiran biji buah yang kecil, butuh kerja keras untuk mengupas
mentimun (maksudnya tidak mudah menaklukkan kawula kecil), tapi aku kecewa,
tidak tertangkapnya Pangeran Pekik, andai tertangkap, mirislah perasaan
orang-orang Mataram.
SINOM 5
Endrasena berkata dengan congkak, tadi tertimpa
datangnya malam, pasukan hamba sudah lelah, juga telah tiba waktu Maghrib, esok
hari, pasti akan hamba ringkus, meskipun lari ke Mataram, hamba tidak gentar, syukur
bila (berhasil kutuntaskan) dalam perang, sehingga tidak perlu kerja dua kali.
SINOM 6
Cukup sekali hamba bawa, jadi tidak perlu
bolak-balik, (antara mencari dan menemui) Pangeran Pekik dan Kangjeng Sultan,
menghadap kepada sang penguasa. Sang ulama berkata pelan, iya kudoakan nak,
jika masih namamu (yang menjadi senapati Giri), engkau jangan khawatir,
nantinya di Giri akan kuberi nama.
SINOM 7
Iya negeri Sokaraja (Sukorejo), para punggawa
menjadi saksi, nanti malam panjatkanlah syukur, bulan Maulud kita lantunkan
dzikir, untuk membahagaikan para prajurit kecil, berilah imbalan sepantasnya,
yang telah kembali dari medan perang, agar bertambah keberanian mereka, begitu
pula engkau, jangan ketinggalan mendapat penghargaan itu.
SINOM 8
Jika besok, musuhmu kembali, Endrasena dan
punggawanya, berkata kepada sang ulama,
semua telah kabur, miris, tidak berniat kembali, tanpa menunggu gusti mereka,
pasukan mereka telah berkemas, besok pasti terlihat bersama-sama melaporkan
kepada Kangjeng Sultan.
SINOM 9
Malam harinya diadakan pesta kemenangan, pasukan
Giri bersukacita. Berganti kisah ke yang lari mundur dari medan perang,
Kangjeng Pangeran Surabaya dan istrinya Kangjeng Ratu Pandhansari, telah
berkumpul dengan para prajuritnya. Kangjeng Pangeran sangat bersedih, hatinya
hancur oleh kekalahan pasukannya.
SINOM 10
Ki Sepanjang, panglima perang, berkata kepada
Pangeran Pekik, gusti saya laporkan hidup dan mati, para abdi Surabaya, sungguh
miris, Endrasena dan pasukannya berperang dengan keberanian luar biasa, tidak
takut mati dan mengamuk bagai banteng yang terluka.
SINOM 11
Para abdi Surabaya, semua telah mengaku, merasa
sudah tidak sanggup, tak ada yang menang, dalam hati mereka telah miris
semuanya. Seketika ikut miris Kangjeng Pangeran, mendengar pengakuan
punggawanya, semakin runtuh perasaannya, hingga tak mampu berkata-kata.
SINOM 12
Maka
Kangjeng Ratu Pandhansari, istrinya, ikut prihatin, gusar dalam hatinya tak
bisa lagi ditahan, (melihat suaminya) tak bisa berucap. Kangjeng Ratu berkata
lembut, memohon kepada suaminya, duh pembimbingku, lelakiku, jika begini
jadinya pasukan, rusaknya barisan perang, hamba mohon kerelaan.
..................
BERSAMBUNG
-o0o-
Bagian selanjutnya, baca [ DI SINI ]
Judul asli:
Suluk Tambangraras
Pengarang:
KGPAA Amengkunegara III (Sunan Pakubuwana
V)
Raden Ngabehi Yasadipura II (Ranggawarsita
I)
Raden Ngabehi Sastradipura (Ahmad Ilham)
Raden Ngabehi Ranggasutrasna
Dituturkan ulang oleh:
Heru Sang Mahadewa
(Member Of One Day One Post)
0 komentar:
Posting Komentar