Egi "Messi" Vikri dikepung pemain Vietnam - foto tribunnews |
Melakoni dua
pertandingan kualifikasi grup B Piala AFF U18 dengan hasil gemilang, Sang Garuda
(julukan tim nasional Indonesia U 18) justru gagal total di matchday ketiga. Anak asuh Indra Safrie
dihajar The Golden Star (julukan tim
nasional Vietnam) dengan tiga gol tanpa balas.
Kekalahan dengan skor
mencolok itu bukan saja menjadi antiklimaks bagi permainan Sang Garuda, tetapi
juga membuat posisi Indonesia melorot ke urutan ketiga dalam klasemen grup B.
Bahkan, kini nasib Rachmad Irianto dkk. berada di ujung tanduk untuk bisa lolos
ke babak semifinal. Penyebabnya, tuan rumah Myanmar kemarin berhasil menggulung
tim terlemah, Philipina, dengan skor 7-0.
Bermain tanpa gelandang
yang sedang naik daun, Febri Eka Putra, sebenarnya Indonesia mendominasi
permainan. Nahas, kiper utama Muhammad Riyandi mengalami cedera pada menit ke –
30. Masuklah penjaga gawang cadangan, Muhammad Aqil Saviq. Belum genap sepuluh
menit, Vietnam berhasil memanfaatkan situasi dengan menyarangkan dua gol. Le
Van Nam memborong semua gol Vietnam. Hingga turun minum, skor tidak berubah.
Pada babak kedua, Indra
Safrie mencoba merubah gaya bermain dengan mendorong the rising star, Megi “Messi”
Vikry dari posisi gelandang menjadi striker. Namun, upaya serangan yang terus
dilancarkan Indonesia selalu membentur tembok kokoh pertahanan Vietnam yang
menerapkan strategi parkir bis. Bahkan, menjelang berakhirnya pertandingan, pemain
The Golden Star, Bul Hoang Viet Anh kembali mampu menceploskan gol melalui sundulan,
setelah memanfaatkan umpan dari tendangan sudut.
Tiga gol tanpa balas,
Indonesia menyerah kepada Vietnam.
Apa yang membuat
permainan Sang garuda mendadak tidak berkembang, jauh dari apa yang telah
mereka tampilkan saat memalukan Myanmar 2-1 dan menggulung Philipina 9-0?
Inilah 3 faktor
penyebab kekalahan Indonesia atas Vietnam:
1. OVER CONFIDENT
Kemangan atas tuan
rumah Myanmar pada pertandingan pertama grup B, juga keberhasilan menggulung
Philipina pada matchday kedua, sedikit banyak melambungkan kepercayaan diri
anak-anak muda yang tergabung dalam skuad Sang Garuda.
Statistik menunjukkan
bahwa Indonesia selalu menjadi momok bagi Vietnam. Dalam setahun terakhir, dua
kali laskar Merah Putih berhasil membuat The Golden Star menangis. Semifinal
Piala AFF 2016 dan kualifikasi Sea Games adalah helatan yang menjadi ajang
terhentinya langkah negeri Aung An Syu Kyi oleh Indonesia.
Statistik itu pula yang
terkesan kian melambungkan kepercayaan diri anak-anak Indonesia, termasuk sang
arsitek, coach Indra Safrie. Terbukti, tidak ada determinasi tinggi sepanjang
pertandingan. Berbeda dengan dua laga yang telah mereka lakoni sebelumnya.
Sebaliknya, di luar
dugaan pengamat sepakbola, Vietnam U18 telah banyak belajar dari dua kegagalan
pendahulunya, tim nasional senior dan tim nasional Sea Games U23. Mereka
merubah total karakter permainan. Jika biasanya The Golden Star selalu
mengambil inisiativ penyerangan, dalam pertandingan kemarin justru sebaliknya. Anak
asuh Hoang An Tuan lebih banyak menumpuk pemain di kotak penalti, lalu secara
mengejutkan melakukan counter attack
yang mematikan. Strategi yang berhasil memporak-porandakan pertahan Indonesia. Terbukti,
tiga gol bersarang ke gawang M Aqil Saviq.
2. Cedera Pemain Kunci
Beberapa jam menjelang
kick off, terjadi sedikit maslah pada tim nasional Indonesia. Gelandang serang
enerjik yang sedang naik daun, Feby Eka Putra mendadak demam tinggi. Tim dokter
memutuskan bahwa arek Sidoarjo, Jawa Timur itu tidak bisa tampil dalam laga
kontra Vietnam.
Indra Safrie pun harus
merubah formasi. Skuad yang berhasil tampil memukau dalam dua pertandingan
sebelumnya, terkesan pincang tanpa Feby. Gelandang yang mencetak hattrick ke gawang Philipina itu memang
menjadi kreator serangan Sang Garuda selama ini.
Malapetaka kembali datang,
ketika kiper utama Indonesia, Muhammad Riyandi salah tumpuan setelah menendang
bola pada menit ke-30. Meski kualitasnya sepadan, tetapi Muhammad Aqil Saviq
yang dimasukkan menggantikan penjaga gawang utama ternyata tidak siap. Selain nampak
demam panggung, kiper kedua Sang Garuda itu juga belum sempat melakukan warming
up. Akibatnya, dua gol cepat harus ia pungut dari jala gawangnya sendiri.
Cedera dua pemain kunci
yang benar-benar memberikan kontribusi luar biasa terhadap kekalahan Indonesia.
3. Lemahnya Koordinasi Pertahanan
Banyak kalangan
pengamat bola yang mengatakan bahwa dua laga yang dilakoni Indonesia belum
memberikan ujian bagi barisan pertahanan yang dimotori Rachmad Irianto, kapten
tim yang juga putra legenda sepakbola nasional dan Persebaya, Bejo Sugiantoro.
Laga kontra Vietnam
kemarinlah yang dianggap sebagai ujian sesungguhnya bagi pertahanan tim asuhan
Indra Safrie.
Terbukti, menghadapi
strategi counter attack Vietnam, barisan pertahanan Indonesia kocar-kacir.
Jarak yang cukup renggang antar empat bek, memudahkan para pemain The Golden
Star menerobos kotak enam belas meter. Transisi para gelandang saat menyerang
ke bertahan juga lambat. Hal ini menambah semakin pontang-panting para pemain
mengamankan area pertahanan.
Bukan hanya itu, para
pemain bertahan Indonesia juga lemah dalam mengantisipasi umpan crosing,
terutama bola-bola atas. Gol kedua dan ketiga Vietnam lahir karena kesalahan
mutlak mereka yang kalah dalam duel heading.
Lemahnya koordinasi barisan
pertahanan inilah yang harus segera dibenahi tim pelatih.
-o0o-
Nasi sudah menjadi
bubur. Kita tidak boleh meratapi kekalahan telak itu. Masih ada matchday
terakhir ketika Sang Garuda bertemu Brunei Darussalam besok rabu, 13 September
2017.
Peluang Indonesia boleh
dibilang paling kecil di antara para pesaing, yaitu Vietnam yang 99.9% sudah
pasti lolos dan Myanmar yang telah surplus dengan 13 gol, sementara kita hanya
surplus 7 gol. Namun, kita tidak boleh menyerah. Segala sesuatu masih bisa
terjadi.
Kuncinya terletak pada
kedisplinan pemain, strategi yang jitu dari pelatih, dan semangat pantang
menyerah. Tidak ada yang impossible
dalam pertandingan sepakbola.
Jebret ... Bravo Sang Garuda!
( Heru Sang Mahadewa)
Member Of One Day One Post
0 komentar:
Posting Komentar