ilustrasi gambar: Yayasan Wacana |
PUPUH XIII
SINOM 13
Jika bisa diperbaiki, hamba yang akan memperbaiki.
Terkejut Pangeran Surabaya, mendengar ucapan sang istri. Bertanyalah dia dengan
pelan, duh pujaanku, ratu paling bijak, ratu paling manis sebumi, bagaimana itu
bisa menjadi keinginanmu.
SINOM 14
Prajurit kita sudah banyak yang gugur, yang
tersisa sudah ciut nyalinya. Berkata dengan manis Kangjeng Ratu, besok Kangmas
juga akan merelakan, andai saja, akan bisa memulihkan (tekad dan) kemauan. Maka
begitu mendengarnya, Kangjeng Ratu dipeluk dengan lembut, sungguh adinda
jimatnya Surabaya.
SINOM 15
Apa yang menjadi keinginanmu, aku pasrah, nantinya
hanya sebagai darma, semua mendukung kepadamu adinda, apapun yang terjadi, kita
siap menyerahkan jiwa raga. Tidak dikisahkan bagaimana berjalannya malam itu
hingga pagi datang. Ratu Pandhansari telah berkumpul dengan suaminya.
SINOM 16
Di tenda-tenda yang dibangun pasukan Surabaya,
Kangjeng Ratu Pandhansari berkata lembut, wahai semua prajuritku, tujuanku
menghimpun pasukan ini, diutus kakanda Raja, dibekali busana dan uang, delapan
ribu riyal lebih, banyak pakaian yang bagus-bagus beraneka warna.
SINOM 17
Semua itu kuberikan untuk kalian, bagilah yang
merata. Semua prajurit pun telah mendapat bagian uang dan pakaian. Mereka
bersuka cita, hati mereka menjadi besar kembali. Kangjeng Ratu Pandhansari
kembali berkata, semua prajuritku yang telah menerima penghargaan.
SINOM 18
Telah terlihat kemantaban kalian, sungguh kehendak
Gusti, ikut berjuang dalam perang, siap kalah dan terluka. Tujuan yang tak
pernah tertinggal, sengsara dalam perjalanan (hidup), tak ada yang menunjukkan
keberatan hati. Karena kemuliaan kalian itu, aku balas seratus kali lipat pun
juga belum setara.
SINOM 19
Berpamrihlah untuk berani, permohonanku hanya
penuhilah, tujuan sebagai kemuliaan, tanpa mengharap dalam mengabdi, memberi
welas asih, sungguh itu sifat tidak luhur. Anak-anak Surabaya, sudah terbiasa
menjadi simbol kemuliaan negara, meski harus terbawa dalam kesengsaraan dan
penderitaan.
SINOM 20
Sungguh seperti memikul tugas yang berat, membela
Gusti yang kita kasihi. Semakin mengalami kesengsaraan, diri kita justru
bertemu, membawa ke dalam hal yang sebenarnya tidak baik. Jahat sekali diriku
ini. Kalian yang sedang beruntung dan mulia menjadi rakyat, bahagia melihat
anak-anak berkeluarga, tiba-tiba aku datang mengajak kalian untuk melakukan
pekerjaan yang sengsara dan menyedihkan.
SINOM 21
Akhirnya menemui kesusahan, membujuk kalian untuk
memenuhi kewajiban berperang, berapa yang mati tak terhitung, begitu inginnya berbhakti,
membalas kepada Gusti, tak mendapat apa-apa kalian, aku dan Kakangmas (Pangeran
Pekik), itu yang bersalah, berkelanan dalam membela kekuasaan.
SINOM 22
Andai saja jawaban kalian, telah menjalankan (kewajiban)
dan memenuhi, akulah yang berhutang pada, tanda ketika perang, bertarung
melawan para santri, dan prajurit sakti, seorang China yang menjadi mualaf, hingga
kewibawaannya mengungguli, para prajurit Surabaya.
SINOM 23
Terkena kewibawaan, semua roboh. Sungguh aku terharu
dalam hati, tak ada yang salah dari kalian, mungkin sudah kehendak dari Allah S.W.T.
Nantinya Surabaya, dibuat berbeda dan butuh waktu lama untuk mampu bersuara (disegani)
di Brang Wetan (Jawa belahan Timur), sepak terjang para prajurit, dan para
punggawa pasukan Surabaya.
SINOM 24
Jiwa-jiwa yang setia, tidak pernah berhitung (takut)
sakit dan kematian, tegar di medan perang, teguh tanpa memilih musuh,
bantengnya tanah Jawa, telah mundur. Itu hanya sebutan di jaman dulu. Sedangkan
sekarang, banyak yang enggan untuk berjuang hidup mati, seperti jaman dulu itu.
..................
BERSAMBUNG
-o0o-
Bagian selanjutnya, baca [ DI SINI ]
Judul asli:
Suluk Tambangraras
Pengarang:
KGPAA Amengkunegara III (Sunan Pakubuwana
V)
Raden Ngabehi Yasadipura II (Ranggawarsita
I)
Raden Ngabehi Sastradipura (Ahmad Ilham)
Raden Ngabehi Ranggasutrasna
Dituturkan ulang oleh:
Heru Sang Mahadewa
(Member Of One Day One Post)
0 komentar:
Posting Komentar