Gajah Mada - image google |
NARARYA SANGGRAMAWIJAYA
Trowulan, 1309 Masehi.
Prabu Kertarajasa
Jayawardhana jatuh sakit. Sudah tiga hari sang raja terbaring di bilik kedaton.
Kondisi tubuhnya semakin melemah. Hal ini membuat permaisurinya, Ratu Tribhuwaneswari
cemas.
“Kakang Wijaya, apa
sebenarnya yang mengusik pikiranmu?” Tanya Ratu Tribhuwaneswari.
Sang Prabu hanya
menghela nafas panjang. Tak menjawab pertanyaan permaisurinya. Sesekali ia
terbatuk-batuk. Para selir yang juga setia menunggui ikut gelisah. Raja
Majapahit itu tak mau berbicara sejak terbaring sakit.
“Minum ini dulu
kakang prabu.” Ucap Ratu Gayatri, selir pertama Kertarajasa Jayawardhana.
Tangannya menyodorkan air putih yang ia ambilkan dalam sebuah guci keramik.
Dengan terbatuk-batuk, sang Prabu meminumnya. Berbaring lagi, tetap tak
berbicara sepatah katapun.
Suasana bilik
kedaton kembali sunyi. Ratu Tribhuwaneswari hanya bisa mengelus-elus rambut
suaminya. Sementara Ratu Gayatri sibuk menata peralatan makan dan minum sang
raja yang terletak di meja tak jauh dari tempat peraduan.
Tiga selir
lainnya, Ratu Narendraduhita, Ratu Jayendradewi dan Ratu Dara Petak memijit-mijit
kaki Prabu Kertarajasa Jayawardhana. Kelima istri raja Majapahit itu dengan
setia merawat dan menunggui di bilik kedaton selama tiga hari ini.
“Dosa apa yang telah
kuperbuat? Kini semua pengikut setiaku gugur secara bergantian karena aku!”
Akhirnya sang Prabu Kertarajasa Jayawardhana memulai bicara.
“Apa maksud kakang
Wijaya?” Ratu Tribhuwaneswari dengan lembut dan penuh hati-hati bertanya. Ia bersyukur akhirnya suaminya mau angkat bicara.
“Sakitku ini
karena memikirkan mereka adinda!” Jawab Prabu Kertarajasa Jayawardhana.
“Setelah kakang
Ronggolawe gugur, tak lama disusul paman Lembu Sora!” Lanjutnya.
“Ini sudah suratan
Dewata Agung kakang Wijaya.” Sang permaisuri berusaha menenangkan perasaan raja
Majapahit. Ternyata ini yang membuat kondisi kesehatan suaminya semakin jatuh.
“Adinda pasti
ingat, bagaimana kakang Ronggolawe berjibaku hidup mati melindungi kita dari
kejaran tentara Kediri!” Ucap raja yang akrab dipanggil Prabu Brawijaya itu.
“Paman Lembu Sora
yang tanpa lelah menggendongku naik turun gunung, menyeberangi sungai dan rawa.
Dari Singosari hingga Sumenep!” Jelas sang Prabu.
“Iya kakang, aku
mengerti perasaanmu. Tapi keputusanmu memilih paman Nambi sebagai Mahapatih
sudah menjadi Sabdo Pandito Ratu.
Pantang ditarik lagi!” Jawab Ratu Tribhuwaneswari.
*****
Beberapa bulan
terakhir, para pengikut setia Prabu Kertarajasa Jayawardhana membelot.
Orang-orang yang sangat berjasa baginya ketika ia mendirikan Majapahit. Justru
satu per satu memberontak.
Ronggolawe,
senopati terkuat yang pernah ia miliki menjadi pengikut pertama yang mbalelo. Panglima perang yang sangat
digdaya itu kecewa karena Prabu Brawijaya dianggap tidak adil dalam menyusun
kabinet.
Nambi yang sama
sekali tidak pernah ikut berperang dijadikan Mahapatih. Hanya karena ia adalah
titipan ayahnya, Arya Wiraraja yang dulu tempat tinggalnya pernah dijadikan
persembunyian Prabu Brawijaya saat dalam pelarian ke Sumenep, Madura.
Apa jadinya negeri
ini kalau posisi penting dalam pemerintahan diisi oleh orang yang tidak berkompeten? Terkesan jabatan Mahapatih ini
adalah pos jatah untuk orang yang
mendukung Prabu Brawijaya saat berjuang menuju kursi raja Majapahit.
Inilah yang
membuat jiwa kesatria Ronggolawe terkoyak. Menurutnya, seharusnya Lembu Sora
yang pantas menduduki jabatan itu. Selain digdaya, keuletan dan pengabdiannnya
sudah teruji. Ahli strategi pemerintahan juga.
Sikap Ronggolawe ini
dianggap menentang kebijakan Prabu Kertarajasa Jayawardhana. Ia pun dicap sebagai
pembangkang. Ronggolawe melawan! Ia mengundurkan diri dari pemerintahan
Majapahit dan memilih pulang ke Tuban.
“Kirim seribu
prajurit pilih tanding ke Tuban!” Perintah Prabu Kertarajasa Jayawardhana
ketika mendapat laporan Ronggolawe keluar dari kotaraja, sesaat setelah
menghadapnya dan menyampaikan mundur.
“Jangan biarkan
kakang Ronggolawe leluasa menyusun kekuatan! Tumpas sekarang juga!” Sang raja
murka. Ia menganggap pengunduran diri Ronggolawe sebagai sebuah ancaman.
Mahapatih Nambi segera diutusnya berangkat ke Tuban bersama pasukan Majapahit.
Terjadi perang
tidak seimbang di Tuban. Ronggolawe yang seorang diri akhirnya gugur setelah
rumahnya dikepung seribu prajurit pilih tanding pimpinan Mahapatih Nambi.
Kematian
Ronggalawe, yang tak lain adalah keponakannya membuat Lembu Sora marah. Ia yang
kala itu diangkat menjadi adipati di Daha segera berangkat ke Trowulan,
Majapahit. Menghadap Sang Prabu Brawijaya di kedaton.
“Tidakkah kau
ingat siapa yang menjadi perisaimu ketika ratusan anak panah tentara Kediri
menghujani tubuh gusti prabu dan ratu Tribhuwaneswari?” Protes lembu Sora kepada
Prabu Brawijaya di pendopo Majapahit.
Sang raja terdiam.
Ia membalikkan badan dan tidak sanggup menatap Lembu Sora yang sedang marah.
Apa yang diucapkan pengikut setianya sejak dari Singosari itu benar. Tetapi
baginya Ronggolawe sudah berubah. Telah menjadi pembangkang.
“Hamba kecewa
kepadamu, gusti prabu! Paduka telah menjadi kacang yang lupa kulitnya” Ucap Lembu Sora.
“Jaga ucapanmu
paman Lembu Sora!” Tiba-tiba Mahapatih Nambi sudah berada di paseban agung.
Langsung ikut angkat berbicara.
“Adi Nambi, ini
urusanku dengan gusti prabu Brawijaya!” bentak Lembu Sora yang tersinggung
dengan ucapan anak Arya Wiraraja itu.
“Aku Mahapatih di
kedaton ini. Urusan sang prabu adalah urusanku juga!” Jawab Nambi.
“Maafkan aku paman
Lembu Sora. Semua ini terjadi karena Ronggolawe mbalelo!” Jelas Prabu Brawijaya.
“Kita semua tahu
siapa Ronggolawe! Gusti prabu tentunya juga hapal peringainya. Tidak mungkin
dia melakukan pengkhianatan!” Bantah Lembu Sora.
“Aku tidak bisa
berpikir lagi saat ini paman Lembu Sora. Maaf, aku ingin beristirahat!” Sang
raja tetap tidak mau menatap tetua
yang sedang marah di paseban agung itu. Ia segera meninggalkan pendopo.
“Selesaikan
masalah ini kakang Nambi!” Perintahnya kepada Mahapatih Nambi.
“Sendiko dawuh!”
Jawab Nambi. Sang Mahapatih itu segera menyuruh Lembu Sora untuk keluar dari
pendopo dan pulang ke Daha.
“Gusti prabu,
jangan pergi. Aku belum selesai berbicara!” Teriak Lembu Sora. Tetapi Prabu Brawijaya yang
dipanggilnya berulang kali tak bergeming. Ia tetap melangkah masuk ke kedaton,
meninggalkan Nambi dan Lembu Sora di ruang paseban agung.
Lembu Sora semakin
merasa dilecehkan. Bertahun-tahun ia menjadi abdi setia Nararya
Sanggramawijaya. Menyelamatkan dari pembunuhan di Singosari oleh tentara
Kediri. Membawanya bersembunyi ke Sumenep, Madura. Menyusun strategi dan kekuatan
baru disana, lalu berhasil menghabisi Jayakatwang, raja Kediri. Hingga
mendirikan negeri baru di hutan Tarik, Trowulan. Majapahit!
Nambi menarik
lengan Lembu Sora, ketika adipati Daha itu berusaha mengejar Prabu Brawijaya
masuk ke kedaton. Terjadi pergumulan beberapa saat di pendopo. Lembu Sora
menendang Nambi hingga jatuh tersungkur.
“Prajurit, ada pembangkang
yang ingin menyakiti gusti prabu Brawijaya! Kepung paman Lembu Sora ini!” Teriak
Mahapatih Nambi. Beberapa prajurit segera menolongnya. Sebagian lagi berusaha
menangkap Lembu Sora.
“Datangkan pasukan
pilih tanding!” Perintah Nambi ketika mengetahui orang yang dipanggilnya paman
itu semakin murka dan membabi buta menghabisi prajuritnya.
Tak berselang
lama, datang sepasukan prajurit pilih tanding. Lembu Sora digelendeng ke
halaman depan pendopo. Terjadi perlawanan tidak seimbang. Orang tua yang dulu selalu setia
menggendong Nararya Sanggrawijaya dari Singosari hingga Madura itupun meregang
nyawa di halaman kedaton.
*****
“Kakang Wijaya,
beristirahatlah saja. Jangan kemana-mana dulu.” Bujuk Ratu Tribhuwaneswari.
“Tidak adinda,
kondisiku sudah membaik. Aku sudah sehat seperti sediakala!” Jawab Prabu
Brawijaya.
“Panggil kakang
Nambi dan para pengawal. Aku ingin melihat palagan
adu kebo hari ini!” Lanjut sang raja. Hari itu adalah hari dimana ia
mengadakan sayembara adu kerbau, untuk mencari pemenang yang akan dijadikan
seorang abdi dalem.
“Adinda Dara Petak, suruh anakmu kemari. Putra Mahkota harus ikut aku melihat palagan ini!” Prabu Brawijaya berbicara kepada salah satu selirnya,
Ratu Dara Petak.
“Baiklah kakang
Wijaya, aku akan mengirim prajurit untuk menjemput Pangeran Jayanegara.” Jawab sang selir.
Tak lama kemudian,
Putra Mahkota yang merupakan anak lelaki satu-satunya Prabu Brawijaya datang
dengan dikawal sepasukan prajurit. Calon penerus tahta Majapahit itu segera
menghampiri ibunya, Ratu Dara Petak.
“Anakku, ikutlah romo prabu ke palagan adu kebo!” Jelas ibunya.
Prabu Brawiijaya,
Pangeran Jayanegara dengan dikawal Mahapatih Nambi akhirnya berangkat. Sampai
di palagan adu kebo, antusias rakyat
luar biasa. Mereka menyambut kedatangan penguasa Majapahit dengan mengelu-elukan
rajanya. Sementara di arena sudah ramai terjadi pertarungan hewan piaraan para pangon.
Semua pengunjung,
termasuk Prabu Brawijaya terkesima dengan penampilan seekor gudel. Anak kerbau yang dibawa seorang pemuda
desa tampil mengamuk. Seperti binatang yang kelaparan dan terluka.
Gudel
itu tak tertandingi. Ia menerjang dan menghabisi semua lawan-lawannya
di palagan. Strategi pemiliknya yang tidak memberi makan dan minum selama tiga hari ternyata
berbuah hasil gemilang. Anak kerbau itu dinobatkan sebagai pemenang palagan adu
kebo.
Pemiliknya pun
dipanggil maju ke hadapan Prabu Brawijaya. “Siapa namamu kisanak?” Tanya sang raja.
“Jaka Mada, gusti
prabu.” Jawab anak muda itu.
“Selamat ya anak
muda, terimalah hadiah ini. Kamu juga akan dijadikan abdi dalem!” Prabu Brawijaya memerintahkan seorang pengawal untuk
menyerahkan sekantong kepingan uang logam kepada Jaka Mada. Ia juga memberikan
sebuah pakaian kebesaran yang hanya bisa dikenakan oleh orang yang menjadi bagian dari
kedaton.
Jaka Mada
menyembah rajanya, menundukkan badan lalu mundur. Ia mencari boponya diantara kerumunan pengunjung
palagan adu kebo.
“Thole, kamu gagah sekali dengan baju
itu!” Ki Gede Sidowayah tersenyum bangga. Buliran bening mengalir di pipi Empu
tua dari desa Modo itu.
“Mulai hari ini
kamu adalah abdi dalem Majapahit.
Ingat selalu semua pesan yang pernah bopo
dan biyung wejangkan dulu!” Pesannya.
“Mada tak akan
pernah lupa semua nasehat bopo dan biyung.” Jawab Jaka Mada sambil menyerahkan
kantong berisi kepingan uang logam pemberian Prabu Brawijaya kepada boponya. Ia hanya mengambil beberapa keeping
saja.
“Hadiah ini untuk bopo dan biyung.” Lanjutnya. Sesaat mereka berpelukan. Ki Gede Sidowayah dan
Jaka Mada tak kuasa menahan keharuan. Hari itu mereka akan berpisah. Si Bopo akan
pulang ke desa Modo. Kembali menjadi rakyat jelatah dengan menyambung hidup sebagai seorang Empu tua.
Sementara Jaka
Mada menjalani hari-harinya sebagai seorang abdi
dalem di Majapahit. Ia ditugaskan merawat dan menjadi penjaga taman di petirtaan
kedaton.
*****
BERSAMBUNG
Baca kisah selanjutnya [ Disini ]
Kisah sebelumnya [ Disini ]
#OneDayOnePost
#MenulisSetiapHari
-------------------------
Catatan
:
Nararya Sanggramawijaya bersama istrinya
Tribhuwaneswari (putri Kertanegara, raja Singosari) berhasil diselamatkan
Ronggolawe dan Lembu Sora saat terjadi penyerangan besar-besaran tentara
kerajaan Kediri dibawah pimpinan Raja Jayakatwang.
Lembu Sora dan Ronggolawe membawa lari Sanggramawijaya
dan Tribhuwaneswari ke Sumenep, Madura. Disana ia bersembunyi di tempat tinggal
Arya Wiraraja.
Sanggramawijaya akhirnya berhasil
menyusun kekuatan dan membalas penyerangan ke Kediri setelah memanfaatkan
kedatangan pasukan kerajaan Mongolia. Pasukan yang dikirim oleh Kaisar Kubilai
Kan itu ditugaskan untuk menghukum raja Jawa. Dahulu, Prabu Kertanegara (mertua
Sanggramawijaya) pernah melecehkan utusan Mongolia dengan memotong telinganya.
Arca Kertarajasa Jayawardhana di Candi Simping, Blitar - foto koleksi Museum Nasional |
*****
Sabdo
Pandito Ratu = Ucapan
seorang raja yang tidak bisa ditarik lagi.
Mbalelo
= Memberontak.
Kisanak
= Anda, kamu.
Romo
= Ayahanda.
Horeee jaka mada menang
BalasHapusHehee ... awal dari karier Mada.
HapusMenjadi perawat dan penjaga taman.
Wah... si mada menang.
BalasHapusApa itu bopo biyungnya tak lantas ikut tinggal di keraton? Cedih harus berpisah...
Enggak lah, Mada tinggal sendirian ..
HapusHehe
Waaah kelanjutan kisah mada di nanti sekali
BalasHapusMakasih aa ..
HapusSelalu Di tunggu lanjutanyya
BalasHapus20 episode ya?
Insya Allah 20 episode mbkyu ..
HapusMada..selamat yaa. Sukses utk yg menulis cerita ini.
BalasHapusMas Heruu..aku padamu. Saluut.
Hehee ... makasih mbk Na.
Hapus