image google |
GAJAH MADA
Adalah Ki Gede
Sidowayah, seorang Empu yang malam
itu sedang menempa Wesi Aji, membuat
beberapa pesanan keris dan tombak. Ia mendengar jeritan tangis seorang bayi
yang tidak lazim. Dipasang telinganya tajam-tajam untuk mencari arah suara itu.
Ternyata berasal dari hutan gunung Ratu yang ada di tepian desanya.
“Nyai… Nyai Wora Wari.
Kemarilah!” Teriak Ki Gede Sidowayah memanggil saudara perempuan yang tinggal
bersebelahan dengan rumahnya. Ia hendak memastikan bahwa dirinya tidak sedang
salah dengar.
“Pasang telingamu
tajam-tajam. Dengarkan suara itu Nyai!” Ucapnya sambil menunjuk kearah puncak
gunung Ratu. Perempuan tua yang dipanggilnya Nyai Wora Wari mendekat. Sebentar
ia mengernyitkan dahi, mencoba menebalkan insting
indera pendengarnya.
“Jeritan tangis
bayi Ki?” Nyai Wora Wari terperanga. Ia segera menutup kedua bibirnya dengan
telapak tangan. Tak percaya dengan suara yang baru ia dengar.
“Bayi siapa yang
menangis di tengah hutan malam-malam begini Ki?” Ia masih belum percaya. Tak
mungkin ada bayi diatas puncak gunung Ratu. Haripun sudah hampir tengah malam,
ini mustahil pikirnya.
“Ini tidak lazim Nyai.
Dengarkan lagi, dari jarak sedemikian jauh di puncak gunung Ratu bisa terdengar
sampai Modo!” Jelas Ki Gede Sidowayah.
“Ia bukan sekedar
menangis, tetapi memanggil kita. Jeritan minta tolong Nyai!” lanjut Ki Gede.
“Kita berangkat
kesana, barangkali bayi itu membutuhkan kita.” Jawab Nyai Wowa Wari.
“Tunggu sebentar Nyai, aku mengambil Oncor dulu!” Bergegaslah Ki Gede
Sidowayah menuju ruang tempat ia biasanya menempa Wesi Aji. Tak lama ia keluar dengan menenteng sebuah Oncor yang
sudah menyala.
Dua orang kakak
beradik itu pun berjalan menuju hutan di tepian desa Modo. Dengan penerangan
sebuah Oncor yang dibawa Ki Gede Sidowayah, mereka menembus gelapnya belantara
gunung Ratu. Menuju asal suara tangisan bayi yang semakin terdengar
melengking-lengking.
“Jangan
cepat-cepat langkahmu. Aku tak sanggup mengikutimu, nanti aku ketinggalan.
Oncornya Cuma satu Ki.” Ucap Nyai Wora Wari yang susah payah mengikuti langkah
kakak lelakinya. Ki Gede Sidowayah berjalan dengan cepat. Tak sabar untuk segera
tiba di puncak.
Setelah menyusuri hutan
beberapa saat, akhirnya sampailah mereka ke gunung Ratu. Ki Gede Sidowayah dan
Nyai Wora Wari segera berlari menghampiri sumber suara tangisan bayi. Ternyata
berasal dari sebuah gubuk kecil.
“Ya Dewata Agung, sungguh
mulia karunia-MU terhadap anak ini?” Nyai Wora Wari segera merengkuh seorang bayi
yang masih berlumur darah. Digendongnya anak tak berdosa itu. Ia bersihkan
lumuran darah dengan baju dan kain jaritnya. Sesosok wanita tampak membujur
kaku disamping sang bayi.
“Malang benar
nasib wanita ini, semoga Dewata Agung memberi jalan yang terang menuju alam Sunyaruri.” Ucap Ki Gede Sidowayah.
“Nyai, kita kubur dahulu
jenasah ibu bayi ini!”
“Iya Ki, biarlah nanti
bayi ini aku yang merawatnya. Kita bawa pulang, Kita besarkan dia.” Jawab Nyai
Wora Wari.
Jasad wanita sebatang
kara yang lepas sukmanya ketika melahirkan jabang bayi itu akhirnya dikubur di
puncak gunung Ratu. Sementara anak lelakinya diselamatkan oleh kakak beradik Ki
Gede Sidowayah dan Nyai Wora Wari. Dibawa pulang dan dibesarkan di desa Modo (Mada).
Ki Gede Sidowayah memberi
nama bayi itu Joko Modo (Jaka Mada). Yang berarti jejaka (kesatria) asal desa
Modo.
*****
#MenulisSetiapHari
-------------------------
Catatan
:
Empu
= Pembuat pusaka dan senjata tradisional
Jawa seperti keris, tombak, pedang dan sebagainya.
Oncor
= Obor yang terbuat dari bambu.
Wesi
Aji = Besi mulia (besi
pilihan) sebagai bahan pusaka.
Sunyaruri
= Alam keabadian setelah alam kematian.
Baru tahu kisah lahirnya gajah mada....kereeen
BalasHapusBaru tahu kisah lahirnya gajah mada....kereeen
BalasHapusSuwun Lis ...
HapusBelajar n belajar terus
Belajar sejarah dr Mas heru...
BalasHapusSama2 belajar mbk Ciani.
HapusMas belajar sejarah yang menyenangkan. Hehe
BalasHapusKata Bang Syaiha yg guru, belajar itu harus menyenangkan.
Hapusnamanya Joko Modo? kok bisa berubah jadi Gadjah Mada mas?
BalasHapusTradisi di Majapahit, seorang kesatria menggunakan nama kebesaran hewan saat dewasa.
HapusLembu, Kebo, Gajah, dll.
Suka..jadi tahu kisah gajah mada tanpa rasa bosan
BalasHapusHeheee .. ditunggu aj kelanjutannya.
HapusDari awal ngikutin cerita mas Heru, anehnya reaksi yang sama selalu muncul, merinding bukan karena horor, aku kagum si Mas bisa membuat pembacanya melibatkan perasaan.
BalasHapusIya nih...jadi belajar sejarah lewat cerita mas heru
BalasHapusTerharu, si mada ditemukan orang yg besar hatinya...baik...
BalasHapusJadi dari kecil Gajah Mada sudah yatim piatu..., tapi besarnya benar2 menjadi orang hebat...
BalasHapusAlhamdulillah Ki Gede punya pendengaran bagus.....meski udah aki2...
BalasHapusBerarti Gajah Mada memang terlahir sbg sosok tangguh...buktinya masih baby aja bisa mempertahankan diri dg menangis kencang minta tolong (#abaikan koment ga jelasku...wkkwkw
Alhamdulillah Ki Gede punya pendengaran bagus.....meski udah aki2...
BalasHapusBerarti Gajah Mada memang terlahir sbg sosok tangguh...buktinya masih baby aja bisa mempertahankan diri dg menangis kencang minta tolong (#abaikan koment ga jelasku...wkkwkw
Alhamdulillah.....untung ki gede pendengaran e bagus meski udah aki2....
BalasHapusGajahmada sejak baby udah tangguh yach... bisa menangis hingga terdengar di desa Modo...