Surya Majapahit - image google |
GAJAH MADA
“Tunggu aku di
kehidupan yang akan datang kakang.” Nyai Andongsari tersimpuh lesu di
rerumputan. Ia memeluk lutut sambil meratap di depan sebuah gundukan tanah.
Masih basah.
“Aku akan merawat
jabang bayi dalam perutku ini. Seperti pesan kakang agar aku membesarkannya
untuk tumbuh menjadi prajurit sepertimu.” Tangis Nyai Andongsari pecah lagi. Ia
tak lagi menghiraukan gerimis yang mulai menetes di punggungnya.
“Setelah ini aku
mungkin pulang ke Modo. Damailah di alammu. Selamat tinggal suamiku.” Ia
menjerit. Bersujud di depan pusara lelaki yang telah menanamkan benih yang
sekarang dikandungnya.
Gerimis semakin
deras. Langit Trowulan digedor-gedor oleh Halilintar yang menyombongkan
gelegarnya. Lidahnya menjulur-julur berkilauan. Melukiskan diri di gelap angkasa.
Nyai Andongsari semakin basah kuyup. Sekuyup hatinya yang kini telah hampa.
Sejak kematian suaminya.
*****
“Kau akan diantar
para pengawal sampai di hutan gunung Ratu.
Semoga para dewata melindungimu, juga janinmu Nyai!” Ucap seorang Bekel. Hari itu Nyai Andongsari
berpamitan akan kembali ke tanah kelahirannya.
Sebagai balas jasa
atas pengabdian suaminya selama menjadi prajurit Majapahit, sang Bekel memberikan pengawalan sepasukan
pengantar. Tak lupa beberapa perbekalan bahan makanan dan kepingan logam
diberikan kepada Nyai Andongsari.
Setengah hari perjalanan
dari Trowulan, akhirnya rombongan sampai di tepian hutan gunung Ratu. Mereka
memutuskan beristirahat sejenak.
“Terima kasih
paduka-paduka. Aku sudah sampai di tanah kelahiran. Tinggalkan disini saja.
Paduka-paduka semua bisa kembali ke kotaraja setelah istirahat ini.” Ucap Nyai
Andongsari kepada para prajurit Majapahit yang mengantarnya.
“Semoga para Dewata
memberkati Nyai Andongsari. Kami pamit!” Seorang prajurit yang menjadi pemimpin
rombongan menghampirinya. Setelah menyerahkan barang-barang pemberian Bekel Majapahit tadi, mereka melanjutkan
perjalanan. Kembali ke kotaraja di Trowulan.
Sepeninggal pasukan
pengantarnya, Nyai Andongsari belum beranjak dari hutan gunung Ratu. Ia masih
lelah untuk berjalan lagi. Janin dalam perutnya semakin membesar. Sementara untuk
menuju desa Modo tempat asalnya, harus naik turun beberapa bukit.
“Lebih baik aku
menetap disini saja. Tak ada gunanya kembali ke Modo. Toh aku sudah sebatang
kara.” Batin Nyai Andongsari. Ia pun membuat sebuah gubuk kecil dari ranting-ranting
yang dikumpulkannya dengan beratap dedaunan untuk tempat tinggal.
Beberapa bulan tinggal
di hutan gunung Ratu, usia janin dalam kandungan Nyai Andongsari semakin
bertambah. Perutnya semakin membesar. Kelahiran janinnya hanya tinggal menunggu
waktu.
*****
Suatu malam, dalam
kesendiriannya di dalam gubuk, wanita sebatang kara itu merasakan nyeri dari dalam
rahimnya. Nafasnya tersengal-sengal. Keringat bercucuran dari wajahnya. Darah
segar mengalir hingga membasahi betis. Sepertinya waktu jabang bayi yang
dikandungnya akan lahir segera tiba.
Nyai Andongsari menggelepar
kesakitan. Tangannya meraih-raih benda apapun yang bisa dicengkeramnya.
Dorongan rasa perih dari perutnya semakin kuat untuk menyeruak keluar. Sekuat
tenaga ia menjerit. Memanggil-manggil nama Tuhannya.
“Ya Dewata Agung,
kau boleh ambil nyawaku, tetapi selamatkanlah janin ini. Aku titipkan ia
kepada-MU!” Ia menjerit sekeras-kerasnya kepada penciptanya.
Jeritan terakhir!
Sukma Nyai
Andongsari terbang tatkala seorang bayi laki-laki keluar dari rahimnya. Si
jabang bayi pun ikut menjerit. Seolah-olah menangisi kepergian wanita yang
telah mengandungnya selama berbulan-bulan ini.
Tangisnya
terdengar menggelegar. Memecah kesunyian hutan gunung Ratu. Membangunkan
seluruh makhluk penghuninya. Binatang-binatang berlarian ketakutan. Jeritan
sang jabang bayi terdengar hingga di perkampungan penduduk terdekat. Desa Modo.
*****
#MenulisSetiapHari
-------------------------
Catatan
:
Gunung
Ratu = Sebuah bukit
kecil, kini berada di kawasan hutan antara desa Cancing dan desa Modo, Lamongan
Jatim.
Bekel = Kepala Prajurit.
kuwi lahirnya gajah mada bukan?
BalasHapusYes.
HapusBenar Lis.
Sekarang kelahiran Gajah Mada...
BalasHapuswah siapakah yang akan merawat bayi GajahMada kecil?
Keren, bisa jadi novel sejarah...
Heheee .. semoga jd kenyataan.
HapusAmin.
Suka sekali dengan karya-karya Mas Heru. Membacanya sambil belajar. Hehe
BalasHapusHeheheee ... sama2 bljar.
HapusAku jg nyuri ilmu Gilang, bljar mengaduk-aduk perasaan pembaca spt tulisan aa.
aku malah nggak merasa kalau ini cerita sejarah
BalasHapushmm keren kang
terus cerita apa mbakyu?? cerita acak adul .. hehehe.
Hapusmatur suwun mbakyu
Cerita roman. Udah mengalir dan mmg enak dinikmati
HapusAyo mas..bikin Novel Sejarah. Semangat
BalasHapusAmin.
HapusIni sekolah dulu di ODOP, nanti kalau udah wisuda kita sama2 bikin Novel :)
hehe
Siap Bos
HapusKeren, bang heru. Cerita sejarah... belajar sejarah macam ni dah lama banget... jadi tahu yg mulanya diriku tak tahu... kasihan itu si bayi ikut siapa nantinya?
BalasHapusLanjutkan karyamu, hehehe
Makasih mbk Ainayya
Hapusowh, Gadjah Mada itu anak prajurit biasa ya mas? kupikir tadinya dia memang anak bangsawan makanya bisa jadi Patih kepercayaan yang melegenda. Lagi-lagi.. wawasan sejarahku sepertinya perlu perbaikan serius neh.. hahaha
BalasHapusaku setuju sama teman-teman yang lain. jadikan novel mas. atau buat skenario drama kolosal.
Amin.
HapusIya nanti kl udah lulus sekolah ODOP.
Skrg belajar menulis dulu.
Lhoh...Baby Gajahmada tergeletak sendirian...help...help...anyone there...tulungi baby gajahmada dong...
BalasHapus