Selasa, 24 Mei 2016

PRALAYA DI LANGIT BUBAT 17





Gajah Mada - image google
GAJAH MADA

Kemenangan Gajah Mada dalam invasi ke Bali membangkitkan semangat pasukannya. Terjadi perubahan rencana yang dilakukan sang Mahapatih. Awalnya ia berniat meneruskan perjalanan ke arah timur pulau Bali. Namun tiba-tiba sang Panglima Perang Majapahit memiliki pemikiran lain. Ia  memerintahkan seluruh pasukannya kembali ke Selat Blambangan.

“Kita kembali dahulu ke Majapahit. Berita kemenangan ini harus kita sampaikan ke ratu Tribhuwana Tunggadewi!” Perintah Gajah Mada kepada para prajuritnya.

“Sendiko dawuh gusti Patih!” Jawab para prajuritnya.

Iring-iringan kapal Majapahit pun kembali lagi mengarungi perairan Laut Bali, menembus Selat Blambangan dan terus menyusuri Selat Madura. Memasuki muara sungai Brantas, lalu bergerak kembali ke Trowulan.

*****

Kepulangan pasukan Bhayangkara disambut gegap gempita di halaman pendopo agung. Kemenangan pertama dalam perluasan wilayah kekuasaan Majapahit itu membuat para punggawa dan Dharmaputra yang semula meragukan Gajah Mada menjadi berbalik mendukung.

Seluruh punggawa dan prajurit kedaton yang menyambut kedatanganya mengelu-elukan keberhasilan invasi pertama itu. Gajah Mada mengistirihatkan pasukannya untuk pulang ke rumah masing-masing beberapa saat. Ia menghadap Ratu Tribhuwana Tunggadewi dan Chakra Dara di istana ratu.

“Kakang Gajah Mada, kau kembali begitu cepat?” sambut Ratu Tribhuwana Tunggadewi.

“Iya gusti ratu. Hamba sengaja mempercepat kepulangan ke Majapahit.” Jawab Mahapatih Gajah Mada.

“Hamba tidak sabar untuk segera menyampaikan berita ini!” Lanjutnya.

“Ceritakan kakang, bagiamana perjalanan kalian ke Bali?” Tanya Chakra Dara. Wajah suami Ratu Tribhuwana Tunggadewi itu berseri-seri. Meski Mahapatihnya belum menceritakan apa-apa, tapi ia yakin Gajah Mada menghadapnya untuk membawa berita membanggakan.

“Pasukan Bhayangkara Majapahit begitu perkasa di tanah Bali. Dalam waktu yang singkat, kita bisa mengakhiri perlawanan mereka.” Gajah Mada menceritakan perjalanan mereka mengusir pasukan penghadang di dermaga Gilimanuk. Lalu perjuangan tak kenal gentar para prajuritnya di Bali.

“Ini sabda Raja Bali. Mereka mengakui kedaulatan Nusantara dalam satu kekuasaan Majapahit!” Disodorkannya selembar daun lontar yang ditulis oleh Raja Bali. Chakra Dara menerima catatan itu. Dibacanya dengan seksama, lalu diserahkan kepada ratu Tribhuwana Tunggadewi.

“Aku bangga padamu, kakang Gajah Mada!” Ucap sang ratu.

“Terima kasih gusti ratu.” Sembah Gajah Mada.

“Hamba juga ingin melaporkan bahwa terjadi perubahan rencana. Perjalanan ke wilayah timur akan hamba tunda. Swarna Dipa mendadak terlintas dalam benak hamba.” Jelas Mahapatih Gajah Mada.

“Apa maksudmu kakang?” Tanya Chakra Dara.

“Di masa lampau, Sriwijaya begitu perkasa di tanah Swarna Bumi. Akan menjadi sebuah kehormatan jika paduka berdua mengijinkan hamba menaklukkannya terlebih dahulu!” Ucap sang Mahapatih.

“Tekad dan nyalimu sungguh luar biasa, kakang Gajah Mada. Aku serahkan semua rencana ini padamu. Lakukanlah!” Titah ratu Tribhuwana Tunggadewi.

“Sendiko dawuh gusti ratu.” Gajah Mada menyembah, lalu pamit undur dari kedaton ratu.

*****

Majapahit, 1339 Masehi.
Dermaga sungai Brantas Trowulan kembali sibuk. Untuk kedua kalinya, kapal-kapal armada Bhayangkara Majapahit beriringan memenuhi jalur perairan di tanah Jawa bagian timur itu.

“Wahai prajurit Majapahit yang gagah perkasa, kali ini perjalanan kita jauh lebih panjang!” Seru Gajah Mada.

“Siapkan nyali kalian. Kita taklukkan Swarna Dwipa!” Suaranya kembali berapi-api menggelorakan semangat pasukannya.

“Hidup Majapahit! Hidup Ratu Tribhuwana Tunggadewi!” Sorak para prajurit Majapahit membahana.

Pasukan Bhayangkara Majapahit kembali mengarungi sungai Brantas. Menembus muaranya di Selat Madura, lalu terus bergerak ke utara membelah perairan Laut Jawa. Panji-panji Surya Majapahit yang berkibar diatas kapal-kapal mereka berkelebatan diterpa kencangnya hembusan angin laut. Haluan kapal kemudian dibelokkan ke arah barat, menuju Selat Karimata.

Beberapa mil sebelum pendaratan di dermaga Swarna Bumi, tampak puluhan kapal berbendera Sriwijaya membentuk formasi penghadangan. Mahapatih Gajah Mada memberikan isyarat kepada pasukannya untuk bersiaga. Kapal terus bergerak, semakin mendekat ke arah kapal-kapal lawan.

“Bersiaplah, mereka sudah menyambut kedatangan kita!” Perintah Gajah Mada. Tentara maritim dari kedua kerajaan pun sudah berhadap-hadapan. Keduanya memamerkan kekuatan pasukannya. Para prajurit Majapahit dan Sriwijaya berdiri diatas gladak kapal masing-masing. Gajah Mada naik keatas anjungan kapalnya.

“Aku tahu kalian adalah tentara Sriwijaya. Jangan halangi pelayaran kami. Minggirlah!” Teriak Gajah Mada kepada pasukan penghadang.

“Apa maksud kalian mengarungi samudera kami?” Tanya Hulubalang Sriwijaya.

“Aku datang secara baik-baik atas nama Majapahit dari Jawa Dwipa. Bergabunglah dengan kami, mengakui kedaulatan Majapahit sebagai penguasa Nusantara!” Jelas Gajah Mada dengan suara lantang.

“Jagalah mulut besarmu itu. Seberapa kuat kalian bisa menahan gempuran tentara Srwijaya yang perkasa ini?” Jawab sang Hulubalang. Kapalnya semakin merapat ke anjungan Gajah Mada. Beberapa menit kemudian, ia langsung memberi aba-aba kepada tentaranya untuk menyerbu pasukan Majapahit.

Terjadi pertempuran di tengah samudera. Kekuatan pasukan maritim Majapahit yang sudah lama disiapkan Gajah Mada cukup merepotkan tentara Sriwijaya. Mereka tidak mengira bahwa di dalam gladak-gladak kapal masih tersimpan ratusan prajurit Majapahit lainnya yang sejak tadi belum  menunjukkan diri.

Satu per satu tentara Sriwijaya terbunuh. Jumlah mereka semakin menipis. Gajah Mada berhasil membekuk sang Hulubalang yang akhirnya menyerah hidup-hidup.

“Antarkan kami menghadap rajamu!” Ucap Gajah Mada. Ia memberi kesempatan Hulubalang hidup dengan syarat bersedia mengantarkan rombongan pasukan Majapahit mendarat ke Palembang. Kapal-kapal Majapahit dan Sriwijaya pun akhirnya bergerak menuju daratan Swarna Bumi.

Diluar dugaan Gajah Mada. Tidak ada perlawanan berdarah seperti di Bali, Raja Sriwijaya ternyata langsung menyerah ketika mengetahui Hulubalang mereka tertangkap hidup-hidup oleh Panglima Perang Majapahit.

“Kami mengakui Majapahit sebagai pemimpin wilayah Nusantara. Sriwijaya turut berbangga menjadi bagian didalamnya, sebagai negeri vassal” Bunyi sabda yang ditorehkan oleh sang Raja di sebuah daun lontar.

Kemenangan atas Swarna Bumi diraih tanpa banyak pertumpahan darah. Selain kalah dalam jumlah pasukan, kekuatan Sriwijaya ketika itu memang sudah meredup. Menyerah kepada invasi Gajah Mada adalah pilihan paling bijak, pikir sang Raja.

“Sampaikan salam sembah kami kepada ratumu. Setiap tahun kami akan datang ke kotaraja Majapahit untuk menghadap sebagai pemangku negeri vassal!” Ucap Raja Sriwijaya ketika melepas kepergian pasukan Gajah Mada.

“Terima kasih tuanku raja. Sampai ketemu di Kotaraja Majapahit!” Jawab Gajah Mada.

*****

Pasukan Bhayangkara Majapahit kembali meneruskan perjalanan. Dari Swarna Bumi, mereka bergerak kearah utara. Mendarat di Bintan dan Tumasik. Tidak ada perlawanan berarti disana. Dua raja di semenanjung Malaya itu pun bertekuk lutut dihadapan Mahapatih Amangkubumi Majapahit, Gajah Mada.

Dari Tumasik, invasi Majapahit dilanjutkan ke daratan Melayu. Penguasa Melayu ketika itu, Sultan Pahang melakukan perlawanan hebat atas kedatangan pasukan dari Jawa dwipa.

Terjadi pertempuran darat selama berhari-hari di Pahang. Sultan beserta Pangeran Pahang terbunuh oleh Keris Luk Pitu milik Gajah Mada. Sang permaisuri menandatangani pernyataan bahwa mereka mengakui Majapahit sebagai penguasa wilayah Nusantara. Pahang sebagai negeri vassal bergabung di dalamnya. Wilayah Pahang ketika itu meliputi Melayu, Thailand, hingga ke Champa.

“Baiklah permaisuri, hamba akan melanjutkan perjalanan. Kami tunggu kehadiran utusan Pahang di kotaraja Majapahit, untuk menghadap ratu di paseban agung!”  Ucap Gajah Mada saat berpamitan kepada penguasa Pahang yang baru saja ia taklukkan.

Armada Majapahit kembali bergerak. Mereka memutar rute kearah timur. Kembali lagi ke  Selat Karimata. Borneo menjadi tujuan pelayaran selanjutnya, sebagai persinggahan sambil kembali pulang ke tanah Jawa Dwipa.

Kemenangan demi kemangan dalam invasi besar-besaran yang dilakukan pasukan Majapahit membuat Gajah Mada semakin ditakuti kerajaan-kerajaan yang disinggahinya. Berita keperkasaannya saat melumpuhkan Bali, Sriwijaya, Tumasik dan Pahang ketika itu sudah tersebar kemana-mana. Membuat para raja yang ditemuinya menjadi ciut nyalinya.

Di Borneo, tanpa mengalami kesulitan Gajah Mada berhasil mengalahkan kerajaan Kapuas. Disusul kemudian Katingan, Sampit, Kotalingga, Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kendawangan, Landak, Kalka, Saludung, Sulu, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjungkutei menyatakan diri menjadi negeri vassal dari sebuah negeri berdaulat yang memimpin Nusantara, Majapahit.

Ekspansi Gajah Mada dilanjutkan lagi dengan menyisir sisi utara pulau Borneo. Daratan Serawak pun tak luput dari pendudukan Sang Mahapatih Amangkubumi Majapahit itu. Kesultanan Sedu, Brunei dan Malano bertekuk lutut pula kepada momongan Ki Gede Sidowayah.

Dari Brunei, kapal-kapal berbendera Surya Majapahit bergerak lagi menuju utara. Sebuah negeri kepulauan di perairan Laut Sulu menjadi target selanjutnya.

Sultan Sulu awalnya menolak ajakan Gajah Mada agar mereka bergabung menjadi negeri vassal dibawah kedaulatan Majapahit di Jawa Dwipa. Namun melalui sebuah perang kecil, akhirnya negeri kepulauan itu pun mengakui kekalahannya. Menjadi bagian dari wilayah Nusantara.

*****

“Perjalanan panjang ini telah menuai kemenangan demi kemenangan. Kalian semua adalah prajurit yang pemberani dan bernyali besar!” Ucap Gajah Mada kepada pasukannya setelah mereka menaklukkan Kesultanan Sulu.

“Kini separuh lebih wilayah Nusantara sudah bersatu ke pangkuan Majapahit. Aku bangga dengan keperkasaan kalian, para prajuritku!” Lanjutnya.

“Sekarang putar haluan kapal. Kita berlayar kembali pulang ke Trowulan, Majapahit!” Perintah Sang Mahapatih Amangkubumi.

“Hidup Majapahit! Hidup ratu Tribhuwana Tunggadewi! Hidup Mahapatih Gajah Mada!” Jawab para prajurit serempak.

Armada besar dari tanah Jawa Dwipa itu pun berlayar kembali pulang. Menyusuri Laut Sulu, masuk ke perairan Laut Celebes, Selat Makassar. Lalu menembus samudera utara, Laut Jawa.

*****

BERSAMBUNG


Baca kisah selanjutnya [ Disini ]
Kisah sebelumnya [ Disini ]


#OneDayOnePost
#MenulisSetiapHari
-------------------------
Swarna Bumi = Sumatera.
Jawa Dwipa = Tanah Jawa.

3 komentar:

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *