Surya Majapahit - image google |
HAYAM WURUK
Majapahit gempar!
Sesaat setelah
Mahapatih Gajah Mada mengucapkan sumpah Amukti Palapa, mendadak tanah bergetar.
Terdengar gemuruh dari Brang Kidul.
Semua orang panik. Bumi terasa bergoncang. Seakan-akan ingin melemparkan semua makhluk
yang berpijak diatasnya.
Langit menjadi gelap
gulita. Tak ada hujan. Tetapi suara gemuruh masih meraung-raung. Dususul
gemelegar yang membuat para penghuni bumi semakin ketakutan. Tak berselang lama, hujan pasir dan abu
mengguyur tanah Trowulan.
Di sebuah bilik kedaton, Tribuwana Tunggadewi
merintih-rintih kesakitan di peraduan. Chakra Dhara, suaminya ikut gelisah
disamping sang ratu. Digenggamnya tangan sang istri. Dibelai rambutnya.
Sesekali ia mengusap keringat yang bercucuran di wajah wanitanya. Membesarkan
hati penguasa Majapahit yang sedang berjuang melepas dorongan rasa nyeri dari
rahimnya.
“Sakit kakang
Chakra!” Rintih Ratu Tribuawan Tunggadewi.
“Bertahanlah
Adinda, Nyai Jabangsari sedang dalam
perjalanan. Prajurit dan para emban sudah menjemputnya.” Sang suami berusaha
menenangkan ratu. Nyai Jabangsari yang akan menolong persalinannya tak lama
lagi akan tiba di kedaton.
Seorang emban
merunduk masuk ke kedaton. Sambil menghaturkan sembah, ia duduk bersimpuh di
depan pintu bilik ratu.
“Permisi paduka ratu
dan kanjeng Chakra Dara. Nyai Jabangsari sudah datang. Mohon ampun, perjalanan
kami terlambat. Gunung Kelud di Brang
Kidul meletus.” Jelas si emban kepada Tribuwana Tunggadewi dan Kerta
Wardhana (nama lain dari Chakra Dhara).
“Cepat suruh masuk
kemari. Istriku sudah terlalu lama menahan rasa sakit!” Perintah Chakra Dhara.
Perasaannya sedikit lega setelah melihat rombongan penjemput Nyai Jabangsari,
tabib wanita yang biasa menolong persalinan kerabat istana telah tiba.
Terlihat seorang
wanita setengah uzur memasuki bilik dikawal para emban. Dengan cekatan Nyai
Jabangsari mengeluarkan beberapa ramuan dari sebuntal kain yang dibawanya dari
rumah.
“Sembah hamba kepada
ratu Tribuwana Tunggadewi dan kanjeng Chakra Dhara. Ijinkan hamba menolong
persalinan ratu.” Penuh kehati-hatian Nyai Jabangsari mendekati tempat ratunya
berbaring.
“Ampun paduka,
hendaknya kanjeng Chakra Dhara menunggu diluar bilik. Serahkan pada hamba.”
Pinta Nyai Jabangsari.
****
Chakra Dhara semakin
gelisah. Di ruang kedaton, ia mondar-mandir mengitari paseban. Sebentar duduk,
sebentar berdiri lagi. Suara Tribuwana Tunggadewi yang terus merintih-rintih
dari dalam bilik membuatnya semakin resah.
Terdengar jeritan
tangis jabang bayi melengking-lengking. Kerta Wardhana lega. Bergegas ia masuk
melihat istri dan bayinya. Tampak Nyai Jabangsari sedang membersihkan cairan
yang berlumuran di tubuh bayi. Sementara ratu Tribuwana Tunggadewi tersenyum
menatapnya. Masih tergolek lemah di peraduan.
"Putra Mahkota
kita laki-laki kakang." Ucap sang ratu ketika Chakra Dhara menghampiri dan
memeluknya.
"Penerus tahta
Majapahit telah terlahir. Kabar gembira ini harus disebarkan ke seluruh penjuru
negeri!" Jawab Kerta Wardhana penuh kebanggaan.
"Ampun paduka
ratu, ini bayinya. Gagah perkasa, calon raja kami." Nyai Jabangsari
mengulurkan sang putra mahkota yang baru lahir itu ke pasangan ratu dan
rajanya.
"Ari-ari si
jabang bayi ini harus segera dikubur atau dilarung paduka. Kelak ia akan menjadi
penjaga bagi raja." Jelas Nyai Jabangsari. Ditunjukkannya sebuah benda
berbungkus kain putih. Ia masukkan ke dalam sebuah Kekep.
Dalam tradisi Majapahit,
ari-ari calon seorang raja harus dilarung ke sungai Brantas. Agar terbawa
aliran dan berkelana ke samudera luas. Sebagai simbol sebuah harapan bahwa
kelak sang raja akan mengepakkan wilayah kekuasaannya hingga ke seberang
samudera sana.
"Prajurit,
panggil kakang Gajahmada di Kepatihan!" Perintah Chakra Dhara. Ia hendak
memberi kabar kelahiran putra mahkota ini kepada sang Mahapatihnya.
Tak lama kemudian
datang lelaki bertubuh tinggi besar dengan pakaian kebesaran punggawa
Majapahit. Beberapa prajurit yang menjaga gerbang kedaton membungkuk hormat.
Gajah Mada, Mahapatih yang dipanggil Kerta Wardhana menemuinya di bale kedaton.
"Kakang Mada,
bayiku laki-laki. Putra mahkota telah terlahir!" Chakra Dara mengabarkan
persalinan ratu Tribuwana Tunggadewi.
"Ini anugerah
dewata paduka. Calon raja Majapahit telah diturunkan ke bumi bersamaan dengan
Sumpah Amukti Palapa!" Jawab Gajah Mada.
"Kakang Mada,
larungkan ari-arinya. Putra Mahkota ini kuberi nama Hayam Wuruk!" Chakra Dhara mengulurkan sebuah Kekep yang terbungkus kain putih.
Gajah Mada menyembah.
Diterimanya benda itu. Seketika bumi Majapahit kembali bergetar. Disusul hujan
pasir dan abu. Suara gemuruh dari Brang
Kidul meraung-raung lagi. Gemelegar!
Kelahiran Hayam
Wuruk, putra mahkota Majapahit ditandai dengan gempa di tanah Trowulan.
Diiringi letusan gunung Kelud pada tahun 1334 Masehi.
*****
#MenulisSetiapHari
--------------------------
Catatan
:
Brang Kidul = Arah
(wilayah) selatan.
Kedaton = Tempat tinggal ratu atau
putri raja di komplek istana kerajaan.
Ikut bergetar bacanya.
BalasHapushehe .. asal jangan berguncang Lis
HapusLarut dalam cerita. Jadi tahu lahirnya hayam wuruk. Favorit aku nih hehe
BalasHapusterima kasih aa Gilang :)
HapusHarusnya guru IPS sejarah disekolah belajar sama Mas Heru. Pandai menyampaikan sejarah dengan cara yg menyenangkan.
BalasHapusHahaha ... nanti dikomplain Lisa. Saya bukan guru soalnya.
HapusAku suka ceritanya mas
BalasHapusterima kasih mbk Nie-Na
HapusAwal kemunduran Majapahit. Perang Bubat.
BalasHapusBetul. Meski masih kontroversi, tetapi inilah awal retaknya hubungan Hayam Wuruk & Gajah Mada.
HapusJadi dapat ilmu sejarah terus
BalasHapussama-sama belajar mbakyu
Hapussajian sejarah yang enak dibaca..
BalasHapussajian sejarah yang enak dibaca..
BalasHapusterima kasih pak Parto.
HapusOke lanjut baca yang ke 3, hehe....
BalasHapusSumpah palapa, wow...
Masih jauhhh Inet.
Hapuswah.. aku pikir selama ini Patih Gajah Mada seumuran sama Raja Hayam Wuruk.. huwahahahaha ketahuan deh nilai Sejarahku parah banget!!!
BalasHapusGajah Mada mengabdi di tiga raja Majapahit.
BalasHapusJayanegara, Tribuwana Tunggadewi dan Hayam Wuruk.
Wuiihhh....berasa nyata, kayak aq ada d zaman kerajaan... asyik penjabaran ceritanya....
BalasHapus