Gajah Mada - image google |
JAYANEGARA
Menjadi raja saat menginjak
masa puber, membuat Prabu Jayanegara
tak mampu mengendalikan gejolak jiwa mudanya. Dengan kekuasaan dan kekuatannya,
ia seringkali mengeluarkan kebijakan yang kontroversi. Suka berfoya-foya dan
jarang melakukan sesembahan ke Dewata Agung.
Nasehat dari para brahmana
dan tetua kedaton ia anggap seperti angin lalu. Prabu Jayanegara bahkan
membentuk sepasukan surveyor yang ia
tugaskan berkelana ke seluruh penjuru negeri Majapahit. Pasukan itu bertugas mencari
gadis-gadis yang berparas jelita, lalu dikirim ke kotaraja Majapahit. Dara-dara
terpilih itu akan menemani sang prabu untuk menghabiskan malam-malamnya.
“Kita harus melawan!
Kebijakan gusti prabu sudah melampaui batas!” Ucap Arya Semi, ketika para punggawa
kedaton berkumpul di kediaman salah seorang Dharmaputra, Arya Pengalas.
“Tapi tidak
mungkin kita membangkang kakang!” Jawab Arya Pengalas. Bekel yang bertugas di taman petirtaan itu masih bimbang.
“Pikirkan sekali
lagi kakang Semi. Menentang gusti prabu sama saja dengan memberontak. Kita
pasti akan ditumpas!” Lanjutnya.
Dua orang
Dharmaputra itu sedang serius berdiskusi, membahas perkembangan jalan
pemerintahan yang semakin carut marut. Sang Prabu Jayanegara bukan hanya doyan
main perempuan, tetapi juga melupakan semua tugasnya sebagai pemimpin negeri.
Jalannya roda pemerintahan tak pernah ia sentuh. Hari-harinya hanya diisi
dengan madat dan bermain wanita.
*****
Fajar belum
beranjak. Sinar Matahari masih tertutup gagahnya gunung Arjuno dan Welirang
yang berdiri megah di timur kotaraja Majapahit. Disebuah taman petirtaan, tampak Jaka Mada
sedang sibuk membersihkan tempat para raja dan keluarga kedaton bermandi.
Ia dikenal sebagai
prajurit yang paling rajin. Disaat semua orang masih lelap tertidur, pagi-pagi
sekali momongan Ki Gede Sidowayah dan Nyai Wora Wari itu sudah menyiapkan
segala keperluan keluarga raja di petirtaan.
“Mada, kemarilah!”
Terdengar suara memanggilnya. Seorang bekel sudah berdiri di gerbang petirtaan.
“Iya kanjeng!”
Jawab Jaka Mada.
“Segera siapkan segala
keperluan, pagi ini Prabu Jayanegara akan bersenang-senang di petirtaan bersama
para teman wanitanya!” Perintah sang bekel, Arya Pengalas.
“Sendiko dawuh
kanjeng. Semua sudah saya bereskan sejak tadi. Setiap saat taman petirtaan ini
selalu terawat dengan baik.” Jaka Mada meyakinkan sang bekel.
“Baguslah Mada,
aku selalu bangga dengan pekerjaanmu!” Puji Arya Pengalas. Sejak kedatangan
Jaka Mada di pasukannya, tugasnya terasa lebih ringan. Anak muda yang
ditugaskan di petirtaan itu sangat rajin dan ulet.
“Terima kasih
kanjeng.” Jaka Mada berbalik dan hendak menuju kolam, untuk memastikan lagi
hasil pekerjaannya.
“Mada, tunggu!” Sang
bekel memanggilnya lagi.
“Aku lupa, sejak
menjadi abdi dalem, kamu belum menobatkan nama keprajuritanmu!” Ucap Arya
Pengalas.
“Iya kanjeng, Mada
tak pernah berambisi memakai gelar kesatria itu.” Jelas Jaka Mada.
“Aku mengerti
Mada. Tetapi gelar kesatria itu tetap harus melekat kepada semua abdi dalem. Aku nobatkan kamu dengan
gelar Gajah!” Lanjut sang bekel.
“Tubuhmu kokoh dan
tinggi besar, laksana gajah. Kamu pantas memakai nama itu Mada. Mulai sekarang,
gelar kesatriaanmu adalah Gajah Mada!”
Tutup Arya Pengalas.
“Terima kasih
kanjeng Arya Pengalas. Gelar kesatriaan ini akan saya pegang teguh sebagai
amanah untuk menjadi perisai negeri.” Balas si abdi dalem dari desa Modo itu.
Tak lama kemudian,
Prabu Jayanegara datang ke taman diiringi beberapa wanita cantik. Gajah
Mada, Arya Pengalas beserta para prajurit yang bertugas di taman segera
menyambutnya.
“Silahkan Gusti Prabu.
Semua sudah kami persiapkan!” Sambut Arya Pengalas. Ia segera mengatur para
prajuritnya untuk berjaga di gerbang petirtaan.
Prabu Jayanegara
hanya mengangguk, tak menjawab sambutan para penjaga taman petirtaan itu. Ia
hanya merengkuh tangan seorang wanita disampingnya. Menggandengnya, lalu masuk ke dalam
petirtaan. Bersenang-senang didalam taman pemandian.
*****
*****
Arya Pengalas
sedang duduk dibawah gapura, sementara Gajah Mada dan beberapa prajurit lainnya
sigap didepan pintu gerbang. Dari arah barat petirtaan sayup-sayup terdengar
suara berderap. Langkah sepasukan tentara, batin sang bekel.
“Siapa mereka?”
Tanya Arya Pengalas. Ia segera berdiri dan memerintahkan para penjaga untuk
siaga. Suara derap langkah bala pasukan semakin mendekat. Alangkah terkejutnya
mereka, ketika mengetahui yang datang adalah Arya Semi. Seorang Dharmaputra di
kedaton.
“Kakang Arya Semi?”
Sambut Arya Pengalas.
“Ada apa gerangan
sepagi ini kakang datang kemari? Membawa bala tentara pula?” Lanjut sang bekel.
“Sahabatku Arya
Pengalas, biarkan kami masuk!” Jawab Arya Semi.
“Maaf, untuk apa
kakang?” Tanya Arya Pengalas lagi.
“Didalam sedang
ada gusti Prabu Jayanegara. Siapapun tak boleh memasuki taman petirtaan ini.” Ia
mulai curiga dengan gerak-gerik Arya Semi. Apalagi ratusan pasukan
dibelakangnya membawa persenjataan lengkap seperti hendak berperang.
“Jangan banyak
tanya! ” Bentak Dharmaputra yang tampak tersinggung dengan teguran sahabatnya. Ia langsung menerobos masuk. Arya Pengalas menghadangnya, tetapi tubuh
kekar Arya Semi tak bergeming. Mendorong dan menabrak hingga sang bekel
terhuyung-huyung mundur beberapa langkah.
“Pasukan, ayo kita
masuk. Habisi raja yang tak bermoral itu!” Perintah Arya Semi. Belum sempat
pasukannya menerobos gerbang, berdirilab sesosok prajurit muda bertubuh tegap dan
tinggi besar dihadapan mereka.
“Berhenti kalian!”
Bentak sang prajurit.
“Siapa kamu? Berani
sekali menghadangku!” Tantang Arya Semi.
“Aku Gajah Mada, penjaga
taman ini. Membuat keonaran disini, sama halnya dengan mengusikku!” Jawab si
prajurit.
“Mau mencari mati
kamu anak muda!” Arya Semi langsung menghunus sebuah keris dan menghunjamkan
kearah Gajah Mada. Dengan satu gerakan kecil, momongan Ki Gede Sidowayah berhasil
berkelit. Serangan itu mengenai udara kosong.
“Tutup pintu
gerbang! Jangan biarkan pasukan penyerang masuk!” Perintah Arya Pengalas. Para
prajurit penjaga taman petirtaan segera menutup rapat gerbang petirtaan. Bentrokan
antara pengikut Arya Semi dan pasukan Arya Pengalas pun akhirnya terjadi di
luar taman.
Arya Semi
terpancing amarahnya. Ia menyerang lagi Gajah Mada dengan membabi buta. Tetapi
pemuda yang menjadi lawannya ternyata bukan prajurit biasa. Dengan lincah dan
tangguh, prajurit itu berhasil membawanya bergeser menjauhi taman.
Disebuah tanah
terbuka tak jauh dari komplek petirtaan, Gajah Mada melayangkan sebuah
tendangan kearah dada Arya Semi. Dharmaputra pemberontak itu terjerembab. Belum
sempat ia bangun, sebuah injakan kembali mendarat di wajahnya.
Gajah Mada tersenyum.
Ia hendak berbalik arah kembali ke taman. Tak menyadari bahwa Arya Semi masih
hidup meski sudah tersungkur. Perlahan-lahan pemberontak itu menghunus sebuah
keris cadangan.
Arya Semi berdiri,
lalu menerjang Gajah Mada dan menusukkan kerisnya ke punggung sang prajurit
muda.
“Pergilah kau ke alam
Sunyaruri!” Teriak Gajah Mada yang ternyata sudah mengetahui gerakan Arya Semi
sejak tersungkur tadi. Ia berkelit sesaat sebelum musuhnya itu menyentuhnya.
Tangan momongan Ki Gede Sidowayah itu bersimbah darah. Sebuah pedang kecil yang secara tersembunyi digenggamnya
telah menancap di ulu hati Arya Semi. Gajah Mada menghabisi Arya Semi dengan
sebuah gerakan membelakangi sang pemberontak. Hanya satu gerakan!
Berita
keberhasilan pasukan Arya Pengalas menghabisi pemberontakan Arya Semi terdengar
ke dalam petirtaan. Prabu Jayanegara yang sedang bersenang-senang didalam
petirtaan melangkah keluar diiringi wanita-wanita penghiburnya.
“Terima kasih
paman Arya Pengalas. Karena jasamu dan pasukanmu aku selamat. Pemberontakan
Arya Semi juga berhasil kau tumpas!” Puji Prabu Jayanegara.
“Sudah menjadi
tugas hamba untuk melindungi dan menyelamatkan gusti prabu Jayanegara!” Jawab
Arya Pengalas.
Prabu Jayanegara
menepuk-nepuk pundak Arya Pengalas. “Kamu aku tarik ke istana untuk menjadi
Dharmaputra kedaton! Segera siapkan pula seorang penggantimu, bekel di taman petirtaan ini”
“Sendiko dawuh Gusti Prabu!” Arya Pengalas menyembah, lalu menundukkan badan di depan sang
raja.
Sejak hari itu
pula, Gajah Mada diangkat menggantikan kedudukan Arya Pengalas sebagai bekel prajurit di petirtaan kedaton
Majapahit.
*****
BERSAMBUNG
Baca kisah selanjutnya [ Disini ]
Kisah sebelumnya [ Disini ]
#OneDayOnePost
#MenulisSetiapHari
-------------------------Catatan :
Dharmaputra = Pejabat kedaton.
Bekel = Kepala prajurit.
Dalam sejarah Majapahit, seorang prajurit selalu menggunakan gelar kesatria yang diambil dari nama-nama hewan. Gelar yang lazim dipakai diantaranya Lembu, Kebo dan Gajah.
gajah nafa kereeeen
BalasHapusgajah mada maksudku
HapusHehee .. gagal fokus Lis.
BalasHapusHanya sekali gerakan..itu keren banget dalam bayanganku. (^.^)
BalasHapusHeheee .... banget! Mada gt loh 😂
HapusWaw Mas heru.... Ceritanya mantep bangettt....
BalasHapusMakasih mbk Ciani.
HapusTop begete Gajah mada
BalasHapusMatur suwun mbkyu
HapusSatu gerakan mengalahkan musuh keren tuh..
BalasHapus