Selasa, 31 Mei 2016

NEGARA MELAKUKAN PEMBIARAN TERHADAP TUMPAH DARAHNYA

image google

Dua tahun  silam, kita dibuat jantungan dengan berita hukuman mati terhadap Satinah. Tenaga Kerja Wanita asal Ungaran Semarang, Jawa Tengah yang menjadi buruh migran di Saudi Arabia divonis bersalah oleh Pengadilan Madinah setelah didakwa melakukan pembunuhan terhadap majikannya.
Berbagai upaya penyelamatan dilakukan pemerintah Indonesia kala itu. Besarnya Diyath atau uang tebusan sebanyak 21 Miliar rupiah (ditengarai ada makelar kasus di Saudi Arabia) yang diajukan ahli waris korban membuat seluruh simpatisan Satinah tergerak. Penggalangan dana dilakukan dimana-mana. Singkat cerita, entah siapa yang menutup uang tebusan sebanyak itu, akhirnya Satinah berhasil dipulangkan oleh Kemenlu RI dengan selamat.
Namun, kebahagiaan orang-orang Indonesia ketika itu hanya sesaat. Tepat setahun setelah Satinah berhasil dibebaskan, kita dibuat mengelus dada sekaligus mangkel (dongkol, geram) dengan eksekusi hukuman mati terhadap Siti Zaenab Binti Zuhra. Seorang TKI asal Bangkalan, Madura meregang nyawa di tiang pancung penjara Madinah, Saudi Arabia.
Hari ini, kita kembali dibuat jantungan lagi. Adalah Rita Krisdianti, buruh migran asal Ponorogo, Jawa Timur divonis mati oleh Pengadilan Penang Malaysia (Jawa Pos, 31 Mei 2016). Wanita malang yang sejatinya adalah TKI di Hongkong itu didakwa menyelundupkan narkoba jenis sabu-sabu yang dibawanya dari Makau ke Malaysia. Kini, pemerintah tengah melakukan upaya banding dan pendampingan hukum terhadap Rita Krisdianti.
Terlepas dari benar atau salahnya perbuatan para pahlawan devisa itu, ada sebuah kengerian yang sebenarnya telah menanti di depan kita. Masih ada puluhan bahkan ratusan saudara-saudara kita yang sekarang terjerat kasus di negeri orang dengan potensi vonis hukuman mati.
Salah siapakah ini?
Tidak ada yang salah. Yang ada system keamanan pengiriman tenaga kerja kita mulai perekrutran, pembekalan, hingga pemberangkatan masih bocor disana-sini. Masih ada oknum PJTKI yang sedikit nakal. Atau bahkan para calon TKI sendiri yang terkadang nekad mengambil jalur illegal. Merekalah yang terkadang mengabaikan keselamatan sendiri.
Lalu, apa yang harus kita lakukan agar tidak ada lagi Satinah, Siti Zaenab dan Rita Krisdianti yang lain?

1. EDUKASI
Pentingnya pembekalan pendidikan, terutama pengetahuan hukum sebelum TKI dikirim ke Negara tujuan.
Apa yang menjadi larangan dan pantangan di negeri orang, harus ditanamkan sejak para calon TKI masih di karantina.

2. HANYA ADA TKI FORMAL
Founding Father bangsa kita, Bung Karno pernah mengatakan kelak kita akan menjadi bangsa kuli dan kuli diantara bangsa-bangsa, jika tidak segera membekali diri dengan pendidikan, ketrampilan dan keahlian.
Tidak bisa dipungkiri. Mayoritas tenaga kerja Indonesia yang diberangkatkan ke luar negeri bekerja sebagai asisten rumah tangga dan tenaga kasar bangunan.
Mulai sekarang harus dibatasi. Boleh bekerja di luar negeri, tetapi harus memiliki kompetensi yang memadai. Minimal bekerjalah di sektor industri, tenaga pendidik, tenaga medis, atau tenaga-tenaga ahli yang lain.

3. STOP PENGIRIMAN TKI
Hentikan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, apapun alasannya. Ada pepatah hujan batu di negeri sendiri masih lebih baik daripada emas di negeri orang.
Tetapi ini tidak mudah. Pemerintah harus mampu menyediakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya untuk jutaan warganya. Jangan hanya janji manis saat kampanye saja. Tapi mimpi seluruh rakyat Indonesia untuk mendapatkan penghidupan yang layak harus diwujudkan.
Tugas siapa? Tentunya para pemimpin negeri ini.

*****
Almarhum Gus Dur (Presiden RI ke-4) pernah mengatakan “Tidak ada TKI yang salah. Yang ada negara telah melakukan pembiaran terhadap tumpah darahnya sendiri!”
Tidak akan ada TKI non formal yang mengadu nasib ke negeri orang, andai negara mampu mengelola kekayaan alam negeri kita yang sangat melimpah ruah ini.
.
.
Surabaya, 31 Mei 2016
(Heru sang Mahadewa)

7 komentar:

  1. Mari bersama kita benarkan negeri ini.

    BalasHapus
  2. Mari bersama kita benarkan negeri ini.

    BalasHapus
  3. Keren opininya kang..harus belajar banyan nih biar visa nulis opinion.
    Benar sekali. Pemerintah seolah takut utk mengambil lanfkah. Sedangkan negara kits kaya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih mbakyu.
      ini saya jg lagi belajar membuat opini :)

      Hapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *