image google |
GAJAH MADA
Sore itu Jaka Mada
pulang dengan membawa sebuah daun lontar pemberian prajurit Majapahit. Ia
hendak mengabarkan woro-woro itu kepada boponya,
Ki Gede Sidowayah. Dalam hati ia berharap bopo
dan biyungnya mendukung keinginannya
untuk mengikuti palagan adu kebo.
Sampai di rumah,
Jaka Mada buru-buru menambatkan kerbau dan gudelnya
ke kandang. Tak lupa ia memberikan lagi rumput yang dibawanya dari hutan gunung
Ratu. Meski seharian hewan piaraannya sudah digembalakan, tetapi tetap saja ia
memanjakan dengan makanan yang berlebih.
“Bopo, bopo!” Teriak Jaka Mada memanggil-manggil Ki Gede Sidowayah. Ia
ingin segera memberikan selebaran daun lontar kepada boponya.
“Ada apa thole? Kenapa kamu tergopoh-gopoh
begitu?” Tanya Ki Gede Sidowayah yang sedang menata beberapa gaman hasil buatannya. Ia keheranan
melihat momongannya berlarian seperti dikejar maling.
“Aku membawa kabar
baik bopo!” Jawab Jaka Mada.
“Kabar baik apa
Mada?” Tanya boponya lagi.
“Sang Prabu
Brawijaya mengadakan palagan adu kebo!” Lanjut Jaka Mada. Ia menyodorkan selembar daun lontar yang sejak tadi
dimasukkan ke bajunya.
“Hemmm, aku
mengerti maksud dan tujuan Kanjeng Prabu Brawijaya!” Ki Gede Sidowayah
manggut-manggut saat membaca selembar daun lontar yang diterima momongannya.
“Maksud bopo?” Jaka Mada berbalik bertanya
kepada lelaki tua pengasuhnya itu.
“Kelak kamu akan
mengerti thole.” Jawab Ki Gede
Sidowayah singkat. Ia menepuk-nepuk pundak Jaka Mada. Inilah saatnya
petualanganmu dimulai wahai kesatriaku, batinnya.
“Antarkan Mada ke
kotaraja untuk ikut sayembara ini. Aku yakin gudelku bisa memenangi palagan ini bopo!” Jaka Mada memohon kepada Ki Gede Sidowayah.
“Kita bicarakan
dahulu niatmu ini kepada biyung.”
Saran si bopo.
“Baiklah bopo, aku akan memberitahu biyung.” Jaka Mada mencium tangan Ki
Gede Sidowayah, lalu beranjak meninggalkan boponya itu.
*****
Malam harinya, Ki
Gede Sidowayah, Nyai Wora Wari dan Jaka Mada berkumpul di serambi rumah.
Terlihat sebuah obor kecil menyala dipojok ruang. Nyala api penerangan berbahan
minyak jarak itu menari-nari diterpa hembusan angin. Cahaya redupnya membelai-belai wajah
ketiga orang yang tampak serius bercengkerama.
“Kalau niatmu
pergi ke kotaraja sudah bulat, biyung
hanya bisa merestuimu thole.” Ucap
Nyai Wora Wari saat Jaka Mada mengutarakan keinginannya mengikuti palagan adu kebo.
“Terima kasih biyung.” Kembali Jaka Mada mencium
tangan Nyai Wora Wari. Biyungnya
mengusap-usap rambut si momongan.
“Kamu jangan
berangkat sendirian, biarlah nanti diantar bopomu.” Tutur Nyai Wora Wari.
Ia masih tidak tega kalau Jaka Mada yang belum pernah pergi keluar desa Modo
harus ke kotaraja Majapahit seorang diri.
“Tenanglah Nyai,
aku juga tak akan membiarkan anak kita pergi ke kotaraja tanpaku!” Ki Gede
Sidowayah menenangkan saudara perempuannya.
“Kalau memang semua
sudah mantab mengijinkan Mada mengikuti palagan
adu kebo, sekarang kita harus mulai menyusun strategi!” Lanjut Ki Gede
Sidowayah.
Malam semakin
larut. Ketiga adik kakak dan momongan itu juga semakin gayeng bertukar strategi. Ki Gede Sidowayah nampak bersemangat memberi wejangan. Sesekali adik perempuannya juga tak mau kalah, ikut urun rembuk.
“Tiga hari sebelum palagan, gudel kita tak boleh makan dan
minum!” Nyai Wora Wari mengutarakan idenya.
“Betul Nyai, biarkan
gudel itu berpuasa dulu!” Tambah Ki Gede Sidowayah.
“Apakah itu tidak
akan membahayakan gudel kita bopo? Aku takut justru ia menjadi lemah karena
tidak makan minum selama tiga hari.” Jaka Mada mengkhawatirkan saran dari bopo biyungnya.
“Percayalah thole,
justru ini akan membuatnya jauh lebih kuat!” Tutup Nyai Wora Wari.
“Baiklah kalau
begitu, Mada akan menuruti nasehat bopo biyung!” Jawab momongan Ki Gede
Sidowayah dan Nyai Wora Wari yang kini telah tumbuh menjadi jejaka berbadan
tegap dan tinggi besar.
Jaka Mada tampak
sangat serius mendengar nasehat dari bopo
dan biyungnya. Tekadnya untuk mengikuti
palagan adu kebo di kotaraja
Majapahit sudah bulat. Keyakinannya sangat kuat untuk memenangi sayembara dari
Prabu Kertarajasa Jayawardana (Prabu Brawijaya) ini.
Keyakinan yang
kelak akan menjadi jalan pembuka petualangan besarnya di tanah Trowulan,
Majapahit.
*****
BERSAMBUNG
Baca kisah selanjutnya [ Disini ]
Kisah sebelumnya [ Disini ]
#OneDayOnePost
#MenulisSetiapHari
-------------------------
Catatan
:Woro-woro = Pengumuman.
Bopo = Bapak.
Biyung = Ibu
Gudel = Anak kerbau.
Palagan adu kebo = Arena adu kerbau.
Urun rembuk = Menyumbangkan gagasan.
Gayeng = Nyaman.
Gaman = Senjata.
Asyiiikk Mas Heru ngikutin ceritanya. Belajar sejarah tapi gak ngebosenin.
BalasHapusterima kasih mbk Denik.
HapusSaya jg lg belajar kok :)
Aku bayangin Gajah Mada itu guanteng gagah, bener ga?
BalasHapusIyo Lis .. bener iku
HapusAku bayangin Gajah Mada itu guanteng gagah, bener ga?
BalasHapusMas Heru, Mada gak pernah nanya sejarah lahirnya sama boponya ya?
BalasHapusTrus gak heran juga kalau ada darah ksatria pd Mada. Krn mmg keturunan ksatria, iya kan?
Nanti,
BalasHapusPd akhirnya akan terkuak kelahirannya.
Tunggu part selanjutnya mbk Nie-Na.
Heheee
Banyak terdapat bahasa jawa. Jadi belajar deh. Cerita rakyatnya juga asik mass.. lanjut sampe part 20 tho mas?
BalasHapusInsya Allah, semoga bisa sampai 20 part
HapusWaaah. Melanjutan perjuangan gajah mada menapaki karir
BalasHapusHehee ..
HapusIya aa
Kenapa kebonya puasa 3 hari? Penasaran... hehe
BalasHapusBiar kuat ... hehe
HapusHmm selalu menikmati alur ceritanya
BalasHapusAsyik