Selasa, 10 Mei 2016

PRALAYA DI LANGIT BUBAT 7



image google

GAJAH MADA

Sore itu Jaka Mada pulang dengan membawa sebuah daun lontar pemberian prajurit Majapahit. Ia hendak mengabarkan woro-woro itu kepada boponya, Ki Gede Sidowayah. Dalam hati ia berharap bopo dan biyungnya mendukung keinginannya untuk mengikuti palagan adu kebo.

Sampai di rumah, Jaka Mada buru-buru menambatkan kerbau dan gudelnya ke kandang. Tak lupa ia memberikan lagi rumput yang dibawanya dari hutan gunung Ratu. Meski seharian hewan piaraannya sudah digembalakan, tetapi tetap saja ia memanjakan dengan makanan yang berlebih.

Bopo, bopo!” Teriak Jaka Mada memanggil-manggil Ki Gede Sidowayah. Ia ingin segera memberikan selebaran daun lontar kepada boponya.

“Ada apa thole? Kenapa kamu tergopoh-gopoh begitu?” Tanya Ki Gede Sidowayah yang sedang menata beberapa gaman hasil buatannya. Ia keheranan melihat momongannya berlarian seperti dikejar maling.

“Aku membawa kabar baik bopo!” Jawab Jaka Mada.
“Kabar baik apa Mada?” Tanya boponya lagi.
“Sang Prabu Brawijaya mengadakan palagan adu kebo!” Lanjut Jaka Mada. Ia menyodorkan selembar daun lontar yang sejak tadi dimasukkan ke bajunya.

“Hemmm, aku mengerti maksud dan tujuan Kanjeng Prabu Brawijaya!” Ki Gede Sidowayah manggut-manggut saat membaca selembar daun lontar yang diterima momongannya.

“Maksud bopo?” Jaka Mada berbalik bertanya kepada lelaki tua pengasuhnya itu.

“Kelak kamu akan mengerti thole.” Jawab Ki Gede Sidowayah singkat. Ia menepuk-nepuk pundak Jaka Mada. Inilah saatnya petualanganmu dimulai wahai kesatriaku, batinnya.

“Antarkan Mada ke kotaraja untuk ikut sayembara ini. Aku yakin gudelku bisa memenangi palagan ini bopo!” Jaka Mada memohon kepada Ki Gede Sidowayah.

“Kita bicarakan dahulu niatmu ini kepada biyung.” Saran si bopo.
“Baiklah bopo, aku akan memberitahu biyung.” Jaka Mada mencium tangan Ki Gede Sidowayah, lalu beranjak meninggalkan boponya itu.

*****

Malam harinya, Ki Gede Sidowayah, Nyai Wora Wari dan Jaka Mada berkumpul di serambi rumah. Terlihat sebuah obor kecil menyala dipojok ruang. Nyala api penerangan berbahan minyak jarak itu menari-nari diterpa hembusan angin. Cahaya redupnya membelai-belai wajah ketiga orang yang tampak serius bercengkerama.

“Kalau niatmu pergi ke kotaraja sudah bulat, biyung hanya bisa merestuimu thole.” Ucap Nyai Wora Wari saat Jaka Mada mengutarakan keinginannya mengikuti palagan adu kebo.

“Terima kasih biyung.” Kembali Jaka Mada mencium tangan Nyai Wora Wari. Biyungnya mengusap-usap rambut si momongan.

“Kamu jangan berangkat sendirian, biarlah nanti diantar bopomu.” Tutur Nyai Wora Wari. Ia masih tidak tega kalau Jaka Mada yang belum pernah pergi keluar desa Modo harus ke kotaraja Majapahit seorang diri.

“Tenanglah Nyai, aku juga tak akan membiarkan anak kita pergi ke kotaraja tanpaku!” Ki Gede Sidowayah menenangkan saudara perempuannya.

“Kalau memang semua sudah mantab mengijinkan Mada mengikuti palagan adu kebo, sekarang kita harus mulai menyusun strategi!” Lanjut Ki Gede Sidowayah.

Malam semakin larut. Ketiga adik kakak dan momongan itu juga semakin gayeng bertukar strategi. Ki Gede Sidowayah nampak bersemangat memberi wejangan. Sesekali adik perempuannya juga tak mau kalah, ikut urun rembuk.

“Tiga hari sebelum palagan, gudel kita tak boleh makan dan minum!” Nyai Wora Wari mengutarakan idenya.

“Betul Nyai, biarkan gudel itu berpuasa dulu!” Tambah Ki Gede Sidowayah.

“Apakah itu tidak akan membahayakan gudel kita bopo? Aku takut justru ia menjadi lemah karena tidak makan minum selama tiga hari.” Jaka Mada mengkhawatirkan saran dari bopo biyungnya.

“Percayalah thole, justru ini akan membuatnya jauh lebih kuat!” Tutup Nyai Wora Wari.

“Baiklah kalau begitu, Mada akan menuruti nasehat bopo biyung!” Jawab momongan Ki Gede Sidowayah dan Nyai Wora Wari yang kini telah tumbuh menjadi jejaka berbadan tegap dan tinggi besar.

Jaka Mada tampak sangat serius mendengar nasehat dari bopo dan biyungnya. Tekadnya untuk mengikuti palagan adu kebo di kotaraja Majapahit sudah bulat. Keyakinannya sangat kuat untuk memenangi sayembara dari Prabu Kertarajasa Jayawardana (Prabu Brawijaya) ini.

Keyakinan yang kelak akan menjadi jalan pembuka petualangan besarnya di tanah Trowulan, Majapahit.

*****

BERSAMBUNG

Baca kisah selanjutnya [ Disini ]
Kisah sebelumnya [ Disini ]

#OneDayOnePost
#MenulisSetiapHari
-------------------------
Catatan :
Woro-woro = Pengumuman.
Bopo = Bapak.
Biyung = Ibu
Gudel = Anak kerbau.
Palagan adu kebo = Arena adu kerbau.
Urun rembuk = Menyumbangkan gagasan.
Gayeng = Nyaman. 
Gaman = Senjata.

14 komentar:

  1. Asyiiikk Mas Heru ngikutin ceritanya. Belajar sejarah tapi gak ngebosenin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih mbk Denik.
      Saya jg lg belajar kok :)

      Hapus
  2. Aku bayangin Gajah Mada itu guanteng gagah, bener ga?

    BalasHapus
  3. Aku bayangin Gajah Mada itu guanteng gagah, bener ga?

    BalasHapus
  4. Mas Heru, Mada gak pernah nanya sejarah lahirnya sama boponya ya?
    Trus gak heran juga kalau ada darah ksatria pd Mada. Krn mmg keturunan ksatria, iya kan?

    BalasHapus
  5. Nanti,
    Pd akhirnya akan terkuak kelahirannya.
    Tunggu part selanjutnya mbk Nie-Na.
    Heheee

    BalasHapus
  6. Banyak terdapat bahasa jawa. Jadi belajar deh. Cerita rakyatnya juga asik mass.. lanjut sampe part 20 tho mas?

    BalasHapus
  7. Waaah. Melanjutan perjuangan gajah mada menapaki karir

    BalasHapus
  8. Kenapa kebonya puasa 3 hari? Penasaran... hehe

    BalasHapus
  9. Hmm selalu menikmati alur ceritanya
    Asyik

    BalasHapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *