Gajah Mada - image google |
DYAH PITALOKA CITRARESMI
Sungguh kecantikan
putri Prabu Lingga Buana bak titisan bidadari. Anak sulung dari raja Pajajaran
itu, Dyah Ayu Pitaloka Citraresmi diyakini memiliki Wahyu Prajna Paramitha. Wahyu inilah yang menyejajarkan
kecantikannya dengan Ken Dedes. Istri Ken Arok, raja Singosari di masa lampau.
Raja dan adipati
mana yang tidak tergiur oleh paras ayu Dyah Pitaloka. Mojang Parahyangan yang
telah dinobatkan sebagai pewaris tahta Pajajaran itu benar-benar telah menyihir
sukma seluruh lelaki. Kecantikannya tersohor ke seluruh penjuru Nusantara.
Namun belum ada
satu pun diantara pengagum Dyah Pitaloka yang berani mengutarakan niatnya untuk
mempersunting sang putri. Hal ini membuat Prabu Lingga Buana mulai resah. Wahyu Prajna Paramitha yang dimiliki
putrinya di satu sisi membawa aura kecantikan luar biasa, namun di sisi lain
membuat setiap lelaki tak bernyali meminangnya.
“Putriku Dyah
Pitaloka, sebenarnya aku mendambakan dirimu segera duduk di pelaminan.” Ucap
Prabu Lingga Buana kepada Dyah Pitaloka, ketika raja Pajajaran itu sedang
bercengkerama dengan putrinya.
“Sabarlah
ayahanda. Nanti pada waktunya juga akan datang seorang lelaki yang berani
meminangku.” Jawab Dyah Pitaloka.
“Terkadang aku
berpikir, memiliki Wahyu Prajna Paramitha
tidak selalu menyenangkan. Aura kecantikannya justru membuat banyak laki-laki
menjadi tak bernyali mendekatimu.” Lanjut Prabu Lingga Buana.
“Ah, ayahanda
Prabu ini berlebihan. Dyah Pitaloka merasa biasa saja. Jauh dari kata pantas
untuk disejajarkan dengan Ken Dedes, sang pemilik Wahyu Prajna Paramitha itu.” Dyah Pitaloka merendah.
*****
Adalah Prabu Hayam
Wuruk, raja Majapahit yang usianya baru menginjak remaja, termasuk satu
diantara ratusan kaum hawa yang terkena sihir kecantikan Dyah Pitaloka. Sebuah
lukisan yang dibawa bawahannya raja Kahuripan saat berkunjung ke tanah Pasundan
menjadi penyebabnya.
Lukisan bergambar
seorang dara jelita. Wajahnya kuning bersih dengan rambut panjang tergurai.
Dagunya lancip, siap menusuk-nusuk perasaan lelaki yang menatapnya. Sorot mata
gadis dalam lukisan itu teduh, namun meruntuhkan dinding-dinding sukma kaum
Adam.
Sudah tiga hari
tiga malam Prabu Hayam Wuruk resah. Ia tak mau makan. Tidur pun hanya
sesaat-sesaat, terbangun lagi. Wajah putri Dyah Pitaloka terus berkelana dalam
pikirannya.
Gajah Mada, yang
ketika itu sudah diangkat menjadi Mahamenteri (Perdana Menteri) atas jasa
besarnya menyatukan Nusantara, mengetahui junjungannya sedang kalut. Ia pun
memberanikan diri untuk menanyakan masalah yang dipendam Prabu Hayam Wuruk.
“Ampun gusti
Prabu, hamba perhatikan akhir-akhir ini paduka seperti sedang dirundung
masalah. Ada apa gerangan?” Tanya Gajah Mada.
“Aku tidak tenang,
kakang Gajah Mada!” Jawab Hayam Wuruk singkat.
“Ceritakanlah pada
hamba, siapa orang yang telah berani mengusik pikiran raja besar Majapahit
ini?” Tanya Gajah Mada lagi.
Prabu Hayam Wuruk
terdiam. Ia tidak menjawab pertanyaan Mahamenterinya. Sebentar-sebentar ia masuk ke
biliknya, lalu keluar lagi. Gajah Mada hanya duduk menunggu di serambi kedaton.
“Kakang Gajah
Mada, lihatlah kemari!” Sang Raja belia memanggil Gajah Mada ke biliknya. Ia
menunjukkan sebuah lukisan yang terpampang di dinding bilik.
“Siapa dia, gusti
Prabu?” Tanya Gajah Mada. Mahamenteri itu langsung bisa menebak bahwa gadis
dalam lukisan itu yang menjadi penyebab Prabu Hayam Wuruk gundah.
“Dyah Pitaloka
Citraresmi.” Jawab sang Raja.
“Dia adalah putri
sulung Prabu Lingga Buana di Pakuan Pajajaran.” Jelas Prabu Hayam Wuruk.
“Gusti Prabu jatuh
hati padanya?” Tanya Gajah Mada lagi.
“Pertama kali
mendapat lukisan ini dari raja Kahuripan, perasaanku langsung runtuh. Aku bermeditasi semalaman, memohon petunjuk
kepada Dewata Agung. Ternyata Dyah Pitaloka Citraresmi adalah pengemban Wahyu Prajna Paramitha, kakang Mada.”
Lanjut Prabu Hayam Wuruk.
“Lalu apa yang
sekarang menjadi keinginan paduka?” Sang Mahamenteri bertanya lebih lanjut.
“Aku menginkan dia
menjadi permaisuriku!” Suara Hayam Wuruk melirih. Keperkasaannya sebagai
seorang penguasa Nusantara seakan tidak ada apa-apanya. Kecantikan Dyah
Pitaloka, meski hanya melalui lukisan, mengalahkan segala kemahsyuran Hayam
Wuruk.
“Jika itu yang
menjadi harapan gusti Prabu Hayam Wuruk, hamba siap melaksanakan perintah.
Dengan sekali invasi, Pajajaran
beserta Dyah Pitaloka akan menjadi milik paduka!” Ucap Gajah Mada.
“Tidak kakang
Gajah Mada. Sunda beserta Songenep tidak boleh kita usik. Biarlah Nusantara
yang luas ini menjadi milik kita tanpa mereka!” Prabu Hayam Wuruk tidak
berkenan dengan niat Gajah Mada mewujudkan hasratnya dengan jalan menaklukkan Pakuan
Pajajaran.
“Tolong pisahkan
antara cinta dengan kekuasaan, kakang Mada.” Lanjut sang Raja.
“Tetapi kejayaan
Majapahit akan cela tanpa Sunda! Biarkan hamba dan pasukan Bhayangkara
mempersembahkan Dyah Pitaloka untuk paduka” Bantah Gajah Mada.
“Jangan kakang.
Aku akan meminang putri Lingga Buana itu baik-baik. Kirimlah Patih Madhu ke
Pajajaran untuk menyampaikan pinanganku!” Perintah Prabu Hayam Wuruk.
“Tetapi gusti, ….
“ Sela Gajah Mada. Mahamenteri yang telah berhasil memperluas wilayah kekuasaan
Majapahit mulai Pulau Madagaskar di ujung barat hingga Polynesia di belahan
timur Papua tidak sependapat dengan Prabu Hayam Wuruk. Menurutnya Pajajaran
tetap harus ditaklukkan.
“Pikirkan kembali
niat gusti Prabu. Dyah Pitaloka pasti akan paduka dapatkan, tetapi kedaulatan
Majapahit tetap harus kita perjuangkan dengan menaklukkan mereka!” Tegas Gajah
Mada.
“Ini sabdaku, Laksanakan
kakang!” Hayam Wuruk menegaskan kehendaknya.
“Sendiko dawuh, gusti Prabu!” Jawab Gajah
Mada, ia menyembah lalu berpamitan meninggalkan kedaton. Segera ditemuinya
Patih Madhu di istana Kepatihan. Ia memerintahkan bawahannya itu berangkat ke
Pajajaran. Meminangkan putri Dyah Pitaloka untuk Prabu Hayam.
“Bawalah pengawal
secukupnya. Jangan lupa persembahkan banyak emas, kain sutra dan polowijo!” Perintah Gajah Mada.
“Sendiko dawuh, gusti Mahamenteri!” Jawab
Patih Mandhu.
Keesokan harinya,
utusan kerajaan Majapahit berangkat menggunakan sebuah kapal layar besar.
Mereka membawa beberapa peti yang berisi kepingan logam, emas dan kain sutra.
Gladak kapal juga dipenuhi banyak polowijo
sebagai sesembahan untuk Pajajaran.
*****
Tanah Pasundan, 1359 Masehi.
Matahari belum
tampak. Pekatnya kabut yang turun dari gunung Halimun masih menyelimuti istana Pakuan
Pajajaran. Suara kokok ayam pun belum ada yang terdengar.
Namun, sepagi itu
sudah terjadi kesibukan di istana Prabu Lingga Buana. Berita kedatangan utusan
Majapahit yang beberapa hari berlabuh di dermaga Sunda Kelapa sudah terdengar.
Pagi itu Pajajaran akan menyambut rombongan kehormatan.
Menjelang tengah
hari, iring-iringan utusan dari Majapahit yang dipimpin Patih Madhu memasuki
halaman istana Pajajaran. Beberapa gerobak pedati tampak dipenuhi barang-barang
bawaan yang menjadi sesembahan prosesi peminangan itu.
“Terimalah salam
dari raja kami, Prabu Hayam Wuruk.” Sembah Patih Madhu saat diterima di pendopo
istana oleh Prabu Lingga Buana beserta seluruh punggawa kerajaan Pajajaran.
“Sebuah kehormatan
bagi kami, salam sang Raja Majapahit kami terima dengan senang hati.” Jawab
Prabu Lingga Buana.
“Permisi paduka
Prabu Lingga Buana. Maksud hamba datang kemari adalah mewakili Prabu Hayam
Wuruk. Majapahit berniat menyambung lagi tali kekeluargaan yang telah lama
renggang. Eyang Wijaya, pendiri negeri kami memiliki darah Sunda. Alangkah
baiknya jika penerusnya, raja kami saat ini berniat mempererat hubungan itu.”
Jelas Patih Mandhu.
“Tentu kami
menyambut baik niat tulus itu. Katakan apa yang diinginkan sang Prabu Hayam
Wuruk?” Tanya Prabu Lingga Buana.
“Hari ini kami
mewakili Prabu Hayam Wuruk menyampaikan pinangan kepada putri paduka, Dyah
Pitaloka Citraresmi.” Ucap Patih Mandhu.
“Sebagai orang
tua, aku hanya menurut dan tinggal merestui keputusan putriku saja.” Jawab
Prabu Lingga Buana.
“Dyah Pitaloka,
bagaimana dengan dirimu? Apakah kau menerima pinangan Prabu Hayam Wuruk ini?”
Prabu Lingga Buana menyerahkan keputusan kepada putrinya.
Dyah Pitaloka
tertunduk malu. Dalam hati ia kagum juga dengan lukisan yang baru saja dipersembahkan
oleh Patih Madhu. Gambar seorang raja muda yang gagah dan menawan, Prabu Hayam
Wuruk kini ada di tangannya.
“Bagimana
putriku?” Suara ayahandanya membuyarkan lamunan Dyah Pitaloka. Ia tersipu malu.
Semua yang hadir di pendopo istana Pajajaran hanya tersenyum. Mereka bisa
menebak bahwa isi hati sang putri. Pasti ia juga jatuh hati kepada raja besar
Majapahit.
“Sebuah kebanggan
bagi ananda. Dengan kedua tangan terbuka, Dyah Pitaloka Citraresmi menerima
pinangan Prabu Hayam Wuruk!” Jawab putri sulung Prabu Lingga Buana tanpa
keragu-raguan.
“Semoga Dewata
Agung merestui pinangan hari ini.” Titah Prabu Lingga Buana. Semua yang hadir
pun menyembah, lalu menundukkan kepala sejenak. Bersyukur kepada Dewata Agung
atas kelancaran prosesi peminangan hari itu.
Patih Madhu
beserta rombongan Majapahit pun berpamitan pulang kembali ke Trowulan. Tak lupa
ia menyampaikan bahwa atas pesan Prabu Hayam Wuruk, prosesi pernikahan dan
pengambilan sumpah suci akan dilakukan di kotaraja Majapahit.
“Sampaikan salamku
kepada Prabu Hayam Wuruk. Aku sendiri, Lingga Buana beserta semua punggawa
Pajajaran dan seluruh prajuritnya akan mengantar Dyah Pitaloka Citraresmi ke
Majapahit!” Ucap Prabu Lingga Buana.
Prabu Lingga Buana
pun memerintahkan kepada para punggawanya agar segera dipersiapkan segala
keperluan acara pernikahan. Tak lama lagi rombongan besar Kerajaan Pasundan itu
akan menyusul ke Majapahit.
Matahari semakin condong
ke ufuk barat. Sinarnya yang seharian menyengat kotaraja Pakuan, Pajajaran
mulai digantikan kabut tipis yang perlahan turun dari gunung Salak.
Didalam bilik
kedaton, Dyah Pitaloka Citraresmi kembali memandangi lukisan Hayam Wuruk.
Dadanya bergemuruh. Dinding-dinding dalam bangunan sukmanya seakan hendak
rontok. Tak sabar untuk segera menyusulnya ke Trowulan, Majapahit.
*****
BERSAMBUNG
#OneDayOnePost
#MenulisSetiapHari
-------------------------
Catatan
:
Wahyu
Prajna Paramitha =
Anugerah tertinggi (kecantikan) yang diberikan Sang Pencipta kepada kaum
perempuan.Polowijo = Hasil bumi dari pertanian.
asyik...jatuh cinta
BalasHapusasyik...jatuh cinta
BalasHapushehehe ...
Hapuskoyok awakmu biyen Lis :)
Memang menawan diah pitaloka itu . aah akhirnya bikin nyesek deh ntar
BalasHapusMemang menawan diah pitaloka itu . aah akhirnya bikin nyesek deh ntar
BalasHapusPrincess of Sunda Land aa :)
HapusIkut merasakan kebahagiaan hayam wuruk
BalasHapusMakasih mbakyu ..
HapusJatuh cinta oiii...
BalasHapusBersyukur yach org sekarang, kl kangen liat foto lebih real.
Zaman e hayam wuruk, masih lukisan...hmmm sesuatu. Tapi meski lukisan...cantik oiii
Mirip mbak Riendra ya :p
HapusHuwwaaaaa...
BalasHapus#Baper :-P
Heheee .. mbk Sakifah bisa aj
BalasHapusWah... cinta yang terbalas... senangnya...
BalasHapus