Senin, 09 Mei 2016

PRALAYA DI LANGIT BUBAT 6



image google

GAJAH MADA

“Hari ini kamu membantu biyungmu saja Mada, biar bopo selesaikan sendiri pekerjaan ini!” Ucap Ki Gede Sidowayah, ketika Jaka Mada menyiapkan kayu untuk tungku penempaan besi.

Setiap hari, pagi-pagi sekali Jaka Mada sudah sibuk menyalakan tungku perapian hingga membara. Saat Ki Gede Sidowayah memulai pekerjaan, pengasuhnya itu tinggal menempa besi-besi yang akan dibuat berbagai senjata.

“Tapi aku ingin membantu bopo dulu.” Jawab Jaka Mada. Ia masih membelah-belah beberapa potong kayu yang dibawanya dari hutan sepulang menggembala kerbau.

“Tidak usah, pekerjaan bopo tinggal sedikit Mada. Tidak sampai setengah hari bopo juga sudah bisa menyelesaikannya.” Jelas Ki Gede Sidowayah.

“Sebaiknya kamu membantu biyungmu. Segera gembalakan saja kerbau dan gudelmu biar bisa makan lebih banyak hari ini!” Perintah Empu yang sudah mengasuh Jaka Mada sejak lahir itu. Menggembala kerbau adalah  tugas yang diberikan Nyai Wora Wari kepada momongannya.

“Baiklah bopo, saya akan membantu biyung saja, menggembala seharian penuh.” Jawab Jaka Mada. Ia pun segera menuju kandang. Tempat dua ekor kerbau piaraan biyungnya.

“Ada apa thole? Tumben pagi-pagi sudah mau berangkat menggembala?” Tanya Nyai Wora Wari yang sedang membersihkan kandang kerbau. Biyungnya keheranan, tidak biasanya Jaka Mada menggembala sepagi ini.

“Hari ini pekerjaan bopo tinggal sedikit. Aku disuruh untuk membantu biyung.” Jelas Jaka Mada, sambil membantu biyungnya membersihkan kotoran-kotoran kerbau.

“Baiklah kalau begitu, jangan lupa bawa bekalmu. Biyung sudah merebuskan tales dan uwi di dapur.”  Pesan Nyai Wora Wari mengingatkan momongannya agar tak lupa membawa makanan yang sudah ia siapkan.

Jaka Mada menuntun dua ekor kerbaunya keluar kandang. Ia membawa piarannya menuju hutang gunung Ratu. Menunggui kerbau-kerbau memakan rerumputan sepuasnya disana. Saat menjelang sore nanti, hewan-hewan itu baru digiringnya pulang.

Kerbau piaraan Jaka Mada termasuk istimewa dibandingkan kerbau pada umumnya. Badan induknya gemuk, sedangkan gudelnya yang berkelamin jantan memiliki struktur tulang tinggi besar. Seperti penggembalanya, Jaka Mada yang saat itu sudah tumbuh menjadi sosok jejaka berpostur tegap dan tinggi besar.

*****

Hari masih siang, matahari sedang terik-teriknya. Teman-teman Jaka Mada sudah datang semua. Para jejaka desa Modo itu selalu berkumpul di hutan gunung Ratu, bersama-sama menggembalakan kerbau piaraan masing-masing.

“Bagiamana ini, jadi adu tanduk lagi apa tidak?” Tanya Jaka Mada kepada teman-temannya. Adu tanduk menjadi permainan yang biasa dilakukan para pangon kerbau. Mereka mengadu kerbau-kerbau yang digembala. Hingga kerbau yang lari dianggap kalah.

Anak kerbau piaraan Jaka Mada selama ini dikenal sebagai rajanya adu tanduk. Diantara para penggembala, tak ada satu pun kerbau mereka yang mampu menandingi gudel Jaka Mada. Setiap kali diadu, hewan itu selalu menjadi pemenang.

“Kami menyerah saja Mada, daripada kerbauku terluka lagi. Malah aku diamuk bopoku nanti dirumah.” Jawab seorang penggembala.

Hari itu akhirnya ditiadakan adu tanduk kerbau. Sekawananan penggembala kerbau dari desa Modo itu pun memutuskan untuk mengistirahatkan hewan-hewan gembalaan dari ajang unjuk kekuatan. Mereka memilih bermain kejar-kejaran di rerumputan hutan.

Saat Jaka Mada dan teman-temannya sedang asyik bermain, lewatlah serombongan pasukan yang memasuki kawasan hutan gunung Ratu. Tampak iring-iringan orang menaiki kuda dengan membawa panji bergambar Surya Majapahit.

“Prajurit Majapahit!” Ucap para penggembala itu saling memberitahu satu sama lain. Jaka Mada dan para penggembala lainnya segera membungkukkan badan, tanda menghormat kepada rombongan yang lewat.

“Berhenti!” Perintah seorang prajurit. Sepertinya ia adalah pemimpin dari iring-iringan rombongan itu.

“Kemarilah kau anak muda!” Tunjuknya kepada Jaka Mada. Tangannya memegang sebuah gulungan daun lontar.

“Hormat hamba kepada paduka prajurit, ada apa gerangan memanggil hamba?” Jaka Mada membungkuk dihadapan prajurit yang memanggilnya.

“Berikan selebaran ini kepada orang-orang di desamu!” Ucap prajurit.
“Ampun paduka prajurit, ini selebaran apa?” Tanya Jaka Mada.
“Sang Prabu Brawijaya mengadakan palagan adu kebo!” Jelas si pranjurit.
“Sebarkan dan beritahukan kepada orang-orang!” Lanjutnya.
“Sendiko dawuh!” Jawab Jaka Mada.

Rombongan para prajurit Majapahit memberikan beberapa daun lontar kepada para penggembala, lalu meninggalkan hutan gunung Ratu. Melanjutkan perjalanan. Jaka Mada terus menatap iring-iringan itu hingga hilang dari pandangannya.

“Gagah sekali mereka memakai baju Majapahit. Aku ingin menjadi prajurit seperti mereka!” Batin Jaka Mada.

*****

BERSAMBUNG



Baca kisah selanjutnya [ Disini ]
Kisah sebelumnya [ Disini ]


#OneDayOnePost
#MenulisSetiapHari
-------------------------
Catatan :
Bopo = Bapak.
Biyung = Ibu.
Empu = Pembuat pusaka dan senjata tradisional Jawa.
Tales = Talas.
Uwi = Ubi.
Thole = Nak (panggilan untuk anak laki-laki).
Gudel = Anak kerbau.
Pangon = Penggembala.
Plagan adu kebo = Arena adu kerbau.

12 komentar:

  1. wah tales, uwi
    cemilanku waktu kecil
    heheheeh gagal fokus

    BalasHapus
    Balasan
    1. heheee ... sama mbk Wiwid, itu cemilanku juga

      Hapus
  2. Waaah terbayang sosok kuat mada di tempak di tempat yang tepat

    BalasHapus
  3. bener mba wid.. aq bayangin tales sama uuwinya...heheheh

    BalasHapus
  4. Tales sama uwinya udah dimakan sama Jaka Mada, hehe

    BalasHapus
  5. Aku kebayang prajuritnya gagah berani pakai seragam yah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau Mbk Vinny yang dibayangin selalu yang gagah2 =D

      Hapus
  6. Semangat banget aku nunggu Mada naik kuda (bukan kebo), hhee

    BalasHapus
  7. Mas Heru, sampaikan salamku pada Mada. Aku suka gayanya.
    Eh..ada love love yang keluar dari hatiku..hehehe

    BalasHapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *