image google |
GAJAH MADA
“Mada, jangan
dibuat main-main! Nanti kau terluka!” Teriak Ki Gede Sidowayah, ketika
momongannya memegangi beberapa buah pusaka yang baru saja ia tempa.
“Ini namanya apa bopo?” Tanya Jaka Mada kecil. Ia
penasaran dengan sebuah benda besi berbentuk lekuk-lekuk yang seharian ini
dikerjakan oleh Ki Gede Sidowayah.
“Itu namanya
keris. Bopo menempanya untuk para
punggawa Majapahit.” Jelas Empu yang kini sehari-harinya selalu ditemani Mada
kecil saat ia membuat berbagai pusaka.
“Yang ini apa bopo?” Jaka Mada belum puas. Ia
mengambil lagi benda lain yang ukurannya lebih panjang.
“Tombak. Awas
jangan dibuat main-main Mada!” Jawab Ki Gede Sidowayah sambil mengingatkan
momongannya. Sementara si bocah tak menghiraukannya. Diambilnya lagi sebuah
keris yang tadi sempat di pegang Mada.
“Lihatlah bopo! Mada tampak jagoan dengan keris
ini kan?” Dengan polos ia mengacung-acungkan Pusaka Luk Pitu sambil berloncatan menirukan gerakan seorang
kesatria yang sedang berperang.
“Mada!” Boponya berdiri lalu dengan sabar menghampiri momongannya. Hendak merebut keris yang dipegang Jaka Mada.
Diluar dugaan tiba-tiba Ki Gede
Sidowayah terpental. Tubuhnya terjengkang ketika ia mendekati Jaka Mada
yang membawa Pusaka Luk Pitu.
Si Bopo kesakitan. Dengan tertatih-tatih ia berusaha berdiri. Pandangan matanya berkunang-kunang. Tak disangka Jaka Mada memiliki kedigdayaan
saat memegang keris buatannya.
“Keris itu berjodoh
dengan Mada.” Batin Ki Gede Sidowayah. Ia meyakini bahwa khodam dari pusaka
buatannya akan membuka diri saat dipegang orang yang memiliki aura kesatria.
“Bopo kenapa?”
Tanya Jaka Mada keheranan saat lelaki tua yang menjadi pengasuhnya jatuh
tersungkur. Ia mengembalikan lagi keris yang dipegangnya. Lalu perlahan
membantu boponya berdiri.
"Bopo terpeleset Mada. Kamu baik-baik saja kan nak?" Jawab Ki Gede Sidowayah. Ia masih gemetaran. Sebuah tenaga yang mendorongnya hingga terpental tadi bukan energi biasa. Tenaga yang keluar dari calon pemilik Keris Luk Pitu.
“Ada apa ini kok ribut-ribut?”
Nyai Wora Wari yang mendengar suara gedubrak buru-buru menghampiri Ki Gede
Sidowayah dan Jaka Mada. Ia terkejut saat melihat kakak lelakinya berdiri
tertatih-tatih dibantu sang momongan.
“Tida ada apa-apa
Nyai. Mada sedang bermain-main denganku. Tenagaku yang sudah renta ini tak kuat
menandinginya.” Ki Gede Sidowayah berpura-pura kuat. Padahal kepalanya masih
terasa berputar-putar.
“Syukurlah kalau
tidak terjadi apa-apa. Aku terkejut mendengar suara gedubrak tadi Ki.” Jawab
Nyai Wora Wari. Ia segera menghampiri Jaka Mada untuk memastikan keadaan momongannya baik-baik.
"Tadi bopo terpeleset dan jatuh Biyung." Ucap Jaka Mada. Si bocah hanya tersenyum lagi berlari pergi ke halaman.
Jaka Mada sibuk
bermain lagi di halaman. Ki Gede Sidowayah mendekati Nyai Wora Wari. Ia menceritakan kejadian yang
sebenarnya baru saja dialami Jaka Mada.
“Keris Luk Pitu
ini berjodoh dengan Mada!” Jelas si Empu sambil memegangi sebuah pusaka yang
ditempanya dengan tirakat sebulan penuh.
“Benarkah Ki?”
Tanya Nyai Wora Wari.
“Keris Luk Pitu
bukan sembarang pusaka Nyai. Aku menempanya dengan tirakat satu bulan. Khodamnya memiliki energi kesatria!" Jawab Ki Gede Sidowayah.
"Entah siapa sebenarnya momongan kita ini!” Lanjutnya. Ia berkeyakinan bahwa pusaka buatannya itu tidak berjodoh dengan sembarang orang.
“Jika firasatku
tidak salah. Kelak Mada akan menjadi kesatria besar dengan pusaka ini!” Tutup Ki Gede Sidowayah.
“Semoga Dewata
Agung meberikan hidayah-NYA. Kasihan benar nasib momongan kita ini. Aku
tidak tega kalau teringat peristiwa kelahirannya.” Suara Nyai Wora Wari terdengar parau. Ia tak kuasa
menahan air matanya. Dengan berkaca-kaca ia memandangi Jaka Mada yang sedang meloncat-loncat di halaman. Bermain-main menirukan gerakan seorang kesatria yang sedang berperang.
*****
Hari berganti minggu. Bulan pun digeser oleh perjalanan tahun. Jaka Mada kecil tumbuh semakin besar. Momongan Ki Gede Sidowayah dan Nyai Wora Wari kini sudah menjadi sosok anak yang rajin dan berbakat.
Setiap hari Jaka Mada tanpa lelah membantu pekerjaan dua orang pengasuhnya. Menggembalakan kerbau biyungnya di tepian hutan gunung Ratu. Sepulangnya, ia tak segan ikut boponya menempa Wesi Aji.
Hampir setiap hari ikut berkutat dengan tekun membuat berbagai pusaka, menjadikan naluri olah senjata Jaka Mada terasah. Ia pun semakin cekatan memegang dan memainkan benda-benda pesanan para punggawa Majapahit itu.
*****
#MenulisSetiapHari
-------------------------
Catatan
:
Tempa
= Proses pembuatan pusaka dengan berbagai
tirakat (puasa).
Bopo = Bapak.
Pusaka
Luk Pitu = Pusaka
dengan motif tujuh lekukan.
Biyung = Ibu.
Jaka Mada kecil sudah saakti...
BalasHapusBegitulah. Segmen Mada kecil ini tdk tercatat dlm sejarah, krn tdk ada satu prasasti yg ditemukan ttg masa kecil Gajah Mada.
HapusSaya mengangkatnya dari Forklor (legenda rakyat) Modo. Kebetulan kerabatku bnyk yg tinggal di Ngimbang Lamongan Lis.
Aku jatuh cinta sama sosok Jaka Mada. Anak laki-laki memang menarik dan unik.
BalasHapusMas Heru aku sekarang mau numpang ngontrak ya..makin seru nih ceritanya.
Heheee ... makasih mbk Nie-na.
HapusKeren,bang.
BalasHapusSi Mada sudah sakti mandraguna...
Segmen ini hanya cerita rakyat mbk Nadila.
HapusDari kecil aja sudah sakti begitu..., apalagi besarnya...
BalasHapuspenasaran kelanjutannya, dan kebetulan suka sejarah, apalagi tentang Nusantara... ^^
Ditunggu aja Inet. Lagi cari2 ide untuk 20 part =D
HapusSelesai yo mas kisah Gajah Mada cilike? Jadi tahu aku...
BalasHapusbelum mbk Denik ... masih panjang perjalanan sang Mahapatih ini.
HapusNggak tahu harus komen apa
BalasHapusSuka dengan tulisannya
Blm tamat kan?
masih mbk Wiwid, Insya Allah hingga 20 part :)
HapusSerunya sekali menapaki sejarah
BalasHapushehehe .. makasih aa
HapusCilik2 wes sakti ternyata Gajah Mada .....baru tau aq...
BalasHapus