Gajah Mada - image google |
HAYAM WURUK
“Sementara kita break dulu dari ekspansi, kakang Gajah Mada!” Ucap Ratu Tribhuwana Tunggadewi. Hari
itu ia bersama suaminya Chakra Dara dan Putra Mahkota Hayam Wuruk memanggil
Mahapatih Gajah Mada di paseban agung.
“Aku ingin kakang Gajah
Mada membantu menyiapkan regenerasi
para punggawa kedaton. Banyak Dharmaputra yang sudah dimakan usia.” Jelas sang Ratu.
“Kita tidak bisa
memungkiri bahwa para punggawa Majapahit banyak yang mengabdi sejak
kepemimpinan ayahanda Prabu Brawijaya. Cepat atau lambat, beliau-beliau akan
undur diri pada waktunya nanti.” Imbuh Chakra Dara.
“Hamba sependapat
dengan paduka berdua. Kita harus menyiapkan punggawa-punggawa muda untuk
menggantikan para Dharmaputra di masa yang akan datang.” Ucap Mahapatih Gajah
Mada.
“Tugas ini aku
serahkan kepadamu, kakang Gajah Mada. Regenerasi
pertama yang kita siapkan adalah Sang Pangeran ini!” Ratu Tribhuwana Tunggadewi
menepuk-nepuk pundak putranya, Hayam Wuruk.
Putra Mahkota yang
masih belia itu sengaja ia siapkan lebih dini agar kejadian yang menimpa kakaknya
Prabu Jayanegara tidak terulang lagi. Kalagemet kala itu menjadi raja saat usia
muda, namun tidak punya bekal ilmu pemerintahan dan ajaran budi pekerti. Akibatnya
roda pemerintahan kacau. Pemberontakan terjadi beruntun, akibat perilaku dan
kebijakan Prabu Jayanegara yang kontroversi.
Ratu Trbhuwana
Tunggadewi dan Chakra Dara ingin Hayam Wuruk kelak menjadi seorang raja yang
arif dan bijaksana. Menurut mereka, Gajah Mada adalah panutan yang cocok untuk
menggembleng jiwa kesatria dan patriotisme sang Putra Mahkota.
“Putraku Hayam
Wuruk, mulai hari ini kamu belajarlah pada Mahapatih Gajah Mada. Timbalah ilmu
sebanyak-banyaknya dari beliau, terutama jiwa kepemimpinan dan bhakti kepada
negeri!” Chakra Dara menasehati putranya.
“Sendiko dawuh
kanjeng romo, kanjeng ibu!” Jawab
sang Putra Mahkota, Pangeran Hayam Wuruk.
“Kakang Gajah
Mada, kuserahkan Putra Mahkota kepadamu. Didik dan gemblenglah dia agar menjadi
pemimpin yang berjiwa kesatria dan berbudi pekerti luhur!” Perintah Ratu
Tribhuwana Tunggadewi.
“Sendiko dawuh
gusti!” Sembah Gajah Mada.
*****
Mahapatih Gajah
Mada selalu mengajak Pangeran Hayam Wuruk ikut menghadiri semua pertemuan para
punggawa di pendopo agung Majapahit. Putra Mahkota itu diarahkan oleh sang mentor untuk menyimak setiap laporan dan
diskusi yang disampaikan Dharmaputra.
Banyak hal yang
dibahas dalam pertemuan rutin di paseban agung itu. Mulai tata kelola
pemerintahan, baik di pusat kotaraja maupun di daerah taklukan. Hingga penghasilan
kerajaan sektor pajak yang ketika itu ditarik dari setoran upeti seluruh negeri
vassal.
Pangeran Hayam
Wuruk ditakdirkan Dewata Agung menjadi seorang anak yang cerdas. Sepintar nama
pemberian ayahnya Chakra Dara. Hayam
Wuruk dalam bahasa Majapahit Kuno berarti Ayam yang Pintar!
Suatu hari, dalam
pertemuan rutin para punggawa, Dharmaputra dan utusan negeri vassal di pendopo agung Majapahit, Putra
Mahkota itu berani angkat bicara untuk pertama kalinya.
“Mohon ijin
kanjeng ibu Ratu Tribhuwana Tunggadewi, romo
Chakra Dara, Mahapatih Gajah Mada, para punggawa, Dharmaputra dan wakil negeri vassal yang saya hormati.” Ucap Hayam
Wuruk.
“Sekiranya gagasan
saya ini salah, mohon diberikan arahan. Menurut Hayam Wuruk, kini saatnya kita
mulai berpikir memanfaatkan potensi alam yang sangat besar di negeri kita.”
Lanjut sang Putra Mahkota.
“Saya mempunyai
mimpi, alangkah bergunanya jika bengawan Brantas yang megah mengelilingi
kotaraja ini diambil manfaatnya untuk irigasi!”
Hayam Wuruk mengutarakan idenya.
“Saatnya kita
membangun kanal-kanal yang akan mengalirkan air dari bengawan Brantas menuju
tanah-tanah rakyat!” Jelasnya.
“Kanal-kanal itu
nantinya yang akan merubah pola bercocok tanam rakyat kita. Tanah Majapahit
begitu subur. Sayang kalau kekayaan kita melalui sektor pertanian dan kebun
hanya mengandalkan air hujan saja!” Suara Pangeran muda itu membuat semua yang
hadir merinding. Tidak ada yang menyangka bahwa calon pemimpin mereka di masa
depan itu memiliki pemikiran yang sangat brilian.
Semua punggawa dan Dharmaputra terperanga.
“Luar biasa gagasan
Pangeran Hayam Wuruk. Inilah pemikiran calon raja Majapahit yang akan
mengantarkan negeri yang kita cintai ini menuju era kemakmuran!” Ucap Mahapatih
Gajah Mada yang memimpin pertemuan di paseban agung.
“Hidup Pangeran
Hayam Wuruk!” Teriak semua yang hadir di pendopo Majapahit serempak.
*****
Majapahit, 1350 Masehi.
Siapa yang tak
kagum dengan kepintaran Pangeran Hayam Wuruk. Semua rakyat dan punggawa kedaton
Majapahit membicarakan kecerdasan sang Putra Mahkota itu. Usianya masih belia,
namun ide dan gagasannya dalam tata kelola pemerintahan sungguh tidak diragukan
lagi.
Ibundanya, Ratu
Tribhuwana Tunggadewi dan ayahnya Chakra Dara termasuk orang yang tak
henti-hentinya memahas perkembangan putranya. Menurut sang Ratu, Hayam Wuruk sudah
saatnya naik tahta menggantikan dirinya. Majapahit harus dipimpin seorang lagi
oleh raja laki-laki, bathinnya.
“Pangeran Hayam
Wuruk sudah sangat menguasai ilmu pemerintahan, kakang Gajah Mada.” Ucap ratu
Tribhuwana Tunggadewi saat memanggil Mahapatih Gajah Mada di istana Ratu.
“Betul gusti Ratu.
Hamba juga tidak menyangka Putra mahkota begitu cepat beradaptasi dengan pertemuan-pertemuan
para punggawa dan Dharmaputra.” Jawab Gajah Mada.
“Aku tak ingin
berlama-lama duduk di singgasana. Kita nobatkan Putra Mahkota menjadi raja
Majapahit yang baru!” Titah ratu Tribhuwana Tunggadewi.
“Sendiko dawuh
gusti! Segala keperluan upacara akan hamba perintahkan untuk dipersiapkan
sekarang!”
Keesokan harinya,
dihadapan para Brahmana, Ratu Sepuh Tribhuwana Tunggadewi (yang mengundurkan diri karena mewariskan tahta), Chakra Dara, Mahapatih
Gajah Mada, Dharmaputra dan semua punggawa kerajaan, Putra Mahkota Pangeran
Hayam Wuruk dinobatkan sebagai raja baru Majapahit.
Ia naik tahta
ketika usianya baru enam belas tahun. Raja keempat Majapahit itu menyabdakan dirinya
dengan gelar Maharaja Sri Rajasanagara.
Setelah penobatan
dirinya, ketika menyusun kabinet Hayam Wuruk tidak banyak merubah susunan
punggawa peninggalan ibundanya. Jabatan tertinggi di Dharmaputra tetap ia
percayakan kepada Gajah Mada sebagai Mahapatih Amangkubumi.
Gagasan yang dulu
sempat ia utarakan saat masih menjadi Putra Mahkota pun dijalankan. Banyak
kanal yang dibangun untuk mengalirkan bengawan Brantas menuju tanah rakyat.
Hasil pertanian dan kebun jauh meningkat. Panen raya tanah rakyat Majapahit
yang awalnya hanya dua kali setahun dengan mengandalkan air hujan, berlipat
tiga hingga empat kali panen.
Perlahan namun
pasti, raja muda Majapahit itu berhasil mengangkat pendapatan rakyatnya. Negeri
besar di Jawa Dwipa bagian timur telah tumbuh menjadi raksasa ekonomi di kawasan Asia Tenggara.
Era kemakmuran
seperti yang pernah diprediksikan Mahapatih Gajah Mada benar-benar telah digapai
oleh Prabu Hayam Wuruk.
*****
“Gusti Prabu Hayam
Wuruk, hamba ingin mengutarakan sesuatu.” Ucap Gajah Mada ketika menghadap raja
barunya di kedaton kepabron.
“Ada apa kakang
Gajah Mada?” Tanya Prabu Hayam Wuruk.
“Dahulu ketika
hamba diangkat menjadi Mahapatih oleh Ratu
Sepuh, hamba mengikrarkan sumpah akan menaklukkan seluruh wilayah
Nusantara!” Jelas Mahapatih Gajah Mada.
“Kini sudah
separuh lebih wilayah Nusantara bersatu ke pangkuan negeri Majapahit. Saat itu hamba
diminta break dari invasi oleh Ratu Sepuh, karena menyiapkan suksesi
kepemimpinan dan regenerasi para
punggawa Majapahit.” Lanjut Mahapatih Gajah Mada.
“Terus apa rencana
kakang sekarang?” Prabu Hayam Wuruk kembali bertanya.
“Hamba ingin berpamitan,
besok hari Pasukan Bhayangkara akan hamba berangkatkan lagi. Gajah Mada akan
mewujudkan sumpahnya!” Ucap Mahapatih Gajah Mada.
“Lanjutkan kakang.
Aku selalu mendukungmu. Jika perlu besok aku akan ikut berperang menaklukkan
Nusantara!” Perintah Prabu Hayam Wuruk.
Raja muda Majapahit,
Maharaja Sri Rajasanagara ikut mengantar iring-iringan kapal armada kerajaannya
hingga sampai ke muara bengawan Brantas di Selat Madura.
“Hamba mohon
pamit. Panji-panji Surya Majapahit akan berkibar di belahan timur Nusantara!”
Teriak Mahapatih Gajah Mada dari atas anjungan kapalnya.
“Selamat berjuang
kakang Gajah Mada! Segera pulanglah ke kotaraja dengan membawa kemenangan
besar!” Jawab Prabu Hayam Wuruk yang melepas keberangkatan pasukannya.
Ratusan prajurit
melambai-lambaikan tangan dari kapal-kapal yang terus bergerak ke arah timur
perairan Laut Madura. Menuju Lautan Sumba di sebelah timur pulau Bali.
*****
Raja-raja di
wilayah timur Nusantara semula mengira bahwa negeri mereka luput dari invasi Majapahit. Beberapa tahun tidak
ada kedatangan pasukan dari Jawa Dwipa. Penguasa Majapahit sudah cukup puas
dengan wilayah yang telah ditaklukkannya, tak perlu memperluas lagi
kekuasaannya, pikir raja-raja itu.
Namun mimpi buruk
itu datang lagi. Puluhan kapal besar yang mengangkut pasukan Bhayangkara
Majapahit berlabuh di dermaga Logajah. Gajah Mada, sosok yang meruntuhkan nyali
raja-raja di wilayah timur Nusantara benar-benar muncul kembali.
Satu per satu
mereka menyerah. Invasi pertama yang
sukses menaklukkan raja Logajah pun berlanjut. Selanjutnya tak ada satu pun
negeri yang berani berbuat banyak. Mereka memilih bertekuk lutut di hadapan Mahapatih
Gajah Mada, ketimbang berurusan dengan Keris
Luk Pitu.
Raja negeri Gurun,
Taliwung, Sapi, Gunungapi, Seram, Hutankandali, Sasak, Bantayan, Luwuk,
Makassar, Buton, Banggawi, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar, Solor, Bima,
Wandan, Ambon, Wanin, Timor dan Dompu semuanya mencatatkan sabda pada daun
lontar. Mengakui kedaulatan Nusantara dibawah kekuasaan satu raja, Majapahit!
Replika Kapal Perang Majapahit - koleksi Museum Negara KL, Malaysia |
*****
BERSAMBUNG
Baca kisah selanjutnya [ Disini ]
Kisah sebelumnya [ Disini ]
#OneDayOnePost
#MenulisSetiapHari
-------------------------
Catatan
:
Di jaman Majapahit, system irigasi untuk pertanian sudah
diterapkan. Ditemukannya peninggalan-peninggalan bangunan bersejarah berupa
kanal menunjukkan bahwa Prabu Hayam Wuruk ketika itu adalah seorang pemimpin
yang mengedepankan pembangunan sektor pertanian rakyat.
Kolam Segaran, yang saat ini masih megah di
tengah-tengah kota Trowulan, Mojokerto Jatim adalah bekas waduk di jaman
Majapahit. Air dari telaga buatan Raja Majapahit ini tak pernah kering hingga
sekarang. Bangunan waduk menggunakan batu bata berukuran besar yang menjadi ciri
khas Kerajaan Majapahit.
Kolam Segaran, Trowulan Mojokerto - image google |
Penemuan Kanal peninggalan Majapahit |
Kanal Peninggalan Majapahit, baru ditemukan warga Trowulan 2015 |
Cerdas sekali raja hayam wuruk ini
BalasHapusIya aa ..
HapusKetika itu Majapahit menjelma menjadi negeri maha kaya.
satu kata..KEREEEEN
BalasHapusSuwun Lis
Hapuskeren Mas..makin kagum dengan cara Mas Heru menulis.
BalasHapusMakasih mbk Na
Hapusdi daerahku (Kediri), banyak juga mas Her situs-situs peninggalan para leluhur. seperti situs Nyai Calon Arang, situs Semen, petilasan sri Aji Joyoboyo, Totok Kerot, dll.
BalasHapusHehee .. betul mbk Dymar.
HapusSaya baru sempat ke Petilasan Sri Aji Joyoboyo dan Goa Selomangleng.
Besok2 Insya Allah tracker kesana
Monggo.. ^_^
HapusOh ya, satu lagi. Tempat muksa-nya Prabu Hayam Wuruk, juga ada di Kediri. Sekarang tempatnya dikeramatkan. Dibuat semacam petilasan begitu.
BalasHapusOh ya, satu lagi. Tempat muksa-nya Prabu Hayam Wuruk, juga ada di Kediri. Sekarang tempatnya dikeramatkan. Dibuat semacam petilasan begitu.
BalasHapusBetul bgt mbk Dymar.
HapusSaya suka banget sama tempat-tempat bersejarah seperti itu. Karna Ayah sering cerita-cerita tentang leluhur Kediri.
Hapus