Rabu, 19 Oktober 2016

MENGENAL SOSOK PANDAWA, TOKOH PROTAGONIS DALAM PERANG BHARATAYUDA (Bagian 16)



image google

 4-5. NAKULA - SADEWA

Pendopo Astina,
“Lancang Tremboko!” teriak Prabu Pandudewanata lantang.

“Berani sekali dia melawanku!” lanjutnya sembari bersesumbar.

“Raja Pringgodani itu harus dihukum!” Harya Suman mencoba memprovokasi, menambah amarah rajanya semakin tersulut.

Prabu Pandudewanata berdiri dari singgasana. Kedua tangannya terkepal. Matanya membelalak. Hampir saja ia berlari keluar pendopo, mengejar utusan negeri Pringgodani, Raden Arimba. Beruntung Resi Bisma dan Yama Widura menahan Prabu Dewanata, lalu menenangkan agar tidak serta merta terpancing emosinya.

“Sabar kakang Prabu Pandu. Jangan gegabah menjatuhkan hukuman kepada Prabu Tremboko,” ucap Yama Widura.

“Hendaknya kita selidiki dahulu, kenapa bisa menjadi keruh seperti ini hubungan Astina dan Pringgodani,” timpal Resi Bisma. Penasehat istana.

Prabu Pandudewanata kembali duduk di singgasananya. Tangannya masih memegang selembar daun lontar yang diserahkan oleh Harya Suman. Amarahnya belum reda.

Prabu Tremboko mengirim pesan bahwa Pringgodani berniat memutuskan hubungan diplomatik dengan Astina. Jika Prabu Pandudewanata tidak terima dan berniat menghukumnya, ia siap mempertahankan diri kapan pun.

“Engkau terlalu memberi peluang kepada Tremboko. Bagaimanapun juga, dia tetaplah bangsa raksasa. Setelah mengangkatnya menjadi murid, sekarang dia berniat melawan kita menggunakan ilmu yang telah diperolehnya darimu, adi Prabu Pandu,” ucap Destaratra, saudara Prabu Pandudewanata.

Hubungan baik antara Prabu Tremboko dan Prabu Pandudewanata memang bukan sekedar persahabatan sebagai dua raja, tetapi juga antara murid dan guru. Banyak ilmu kadigdayaan yang telah diajarkan sang raja Astina kepada raja Pringgodani.

“Baiklah,  aku akan mengirim Patih Gandamana ke Pringgodani. Mintalah penjelasan kepada Prabu Tremboko, apa maksud dia mengirim surat seperti ini!” perintah Prabu Pandudewanata.

Sendika dhawuh, gusti Prabu.” Patih Gandamana menyembah, lalu beranjak pamit dari paseban agung Astina.

Harya Suman menghela napas dalam-dalam. Raut mukanya memperlihatkan mimik yang kecewa. Siasat yang dari tadi direncanakan gagal total.

*****

Pagi hari sebelumnya, ketika hendak menuju pendopo Astina, Harya Suman bertemu dengan Raden Arimba, putra sulung sekaligus utusan Prabu Tremboko. Raja negeri Pringgodani mengirim selembar daun lontar yang berisi pesan kepada Prabu Pandudewanata.

“Serahkan saja padaku. Prabu Pandudewanata sedang murka di paseban agung. Tidak ada seorangpun yang berani mengganggunya. Semua takut menjadi pelampiasan amarahnya,” bujuk Harya Suman ketika itu.

“Baiklah, paman Harya Suman. Sampaikan salam hormat dan bhakti kami kepada gusti Prabu Pandudewanata. Jika semua urusan telah selesai, Prabu Tremboko pasti akan secepatnya sowan ke Astina,” ucap Raden Arimba.

Utusan negeri Pringgodani itu termakan tipu muslihat Harya Suman. Ia mengira Prabu Pandudewanata benar-benar sedang murka, sehingga tidak berani mengganggunya. Surat dari Prabu Temboko pun dititipkan kepada punggawa Astina yang mencegatnya.

Harya Suman membuka selembar daun lontar yang diserahkan Raden Arimba.

Tertulis disana bahwa Prabu Tremboko meminta maaf karena dalam beberapa waktu kedepan tidak bisa menghadap ke Astina, baik sebagai murid maupun sebagai negeri sahabat. Hal ini disebabkan istrinya sedang melahirkan. Setelah semua urusan selesai, dalam waktu tak lama sang raja Pringgodani berjanji akan segera sowan ke Astina.

Tanpa berpikir panjang, Harya Suman merobek-robek daun lontar yang dikirim Prabu Tremboko. Ia juga mengganti dengan tulisan tangannya sendiri.

Dengan senyum penuh kelicikan, berangkatlah Harya Suman menuju paseban agung Astina. Menghadap Prabu Pandudewanata untuk menyampaikan surat dari Prabu Tremboko yang telah dipalsukannya. Memutarbalikkan isi pesan surat asli.

Harya Suman adalah saudara kandung Dewi Gandari, istri Destarastra (saudara Prabu Pandudewanata) yang dibawa dari Plosojajar saat ditaklukkan dahulu.

Rencana Harya Suman untuk mengadu domba Prabu Tremboko dengan gurunya, Prabu Pandudewanata awalnya berjalan mulus. Raja Astina sempat terprovokasi oleh isi surat palsu. Namun niatnya untuk menggempur Pringgodani dihalang-halangi oleh Resi Bisma dan Yama Widura.

“Aku harus menyusun siasat baru.” Harya Suman bergumam sambil mengelus-elus jenggot tipisnya. Matanya mendelik-delik memikirkan rencana busuk berikutnya.

Duryudana, Dursasana, Citraksa, Citraksi dan Durmagatti gemetaran mendengar pengakuan Harya Suman. Mereka juga hendak diajak pergi ke Pringgodani. Mendahului Patih Gandamana.

“Paman Harya Suman berani sekali?” ucap Duryudana terbata-bata.

“Semua ini demi melancarkan jalan untuk membawamu naik tahta Astina, Duryudana!” tegas Harya Suman.

Sang paman lalu menjelaskan rencananya bahwa jika terjadi pertumpahan darah antara Prabu Tremboko dan Prabu Pandudewanata, apalagi jika sampai sang raja Astina kalah, maka dengan mudah ia akan menjalankan siasat-siasat berikutnya. Rencana liciknya untuk mendorong Duryudana menguasai warisan tahta negerinya.

“Hemmm, baiklah paman, kalau itu memang rencanamu. Engkau memang pintar,” puji Duryudana, putra sulung Destaratra dan Dewi Gandari.

Setelah membisikkan sesuatu ke telinga Duryudana, Harya Suman pun berseru kepada para keponakannya, “Ayo budhal ke Pringgodani!”

Budhal!” jawab para Kurawa serempak.

*****

Prabu Pandudewanata sedang bermain-main dengan ketiga putranya, Puntadewa, Werkudara dan Arjuna di halaman istana, ketika Dewi Kunti dan Dewi Madrim menghadapnya.

Dewi Kunti menyarankan agar buah Pertanggajiwa yang telah mengandung saripati benih Prabu Pandudewanata segera disempurnakan menjadi janin. Selain ketiga putra mereka sudah besar, saatnya Dewi Madrim juga memiliki momongan sendiri. Meski selama ini ia sangat dekat dan menyayangi putra-putra Kunti.

“Betul apa yang dikatakan permaisuri, adinda.  Segera sempurnakan benihku yang telah tertanam di rahimmu. Mintalah kepada Ratu Kunti untuk diajari mantra Aji Kunta Ciptaning Rahsa Tunggal,” ucap Prabu Pandudewanata.

“Aku sangat menyayangi putra-putra kakak Kunti. Jika nanti mengandung dan mempunyai bayi sendiri, aku takut kasih sayang kepada Puntadewa, Werkudara dan Arjuna ini akan berkurang dan lama-lama hilang.” Dewi Madrim mengelak, lalu mengusap-usap kepala ketiga putra Ratu Dewi Kunti.

“Tidak boleh begitu Dewi Madrim. Meski engkau nanti memiliki momongan sendiri, Puntadewa, Werkudara dan Arjuna tetaplah putramu juga. Aku pun berjanji akan menyayangi bayimu kelak seperti putraku sendiri,” jelas Dewi Kunti.

“Baiklah, ajari aku Aji Kunta Ciptaning Rahsa Tunggal,” jawab Dewi Madrim.

Prabu Pandudewanata mempersilahkan kedua istrinya meninggalkan istana. Kembali ke kaputren, untuk menyempurnakan saripati benih miliknya yang tertanam pada buah Pertanggajiwa di rahim Dewi Madrim.

Sampai di biliknya, Dewi Madrim dengan diajari Dewi Kunti langsung mempelajari ajian yang dahulu diturunkan Resi Dwurasa.

Dalam tapa bratanya, istri kedua Prabu Pandudewanata itu memohon kepada dua Dewa Kembar untuk datang menyempurnakan benih sang suami. Bathara Aswan dan Bathara Aswin.

Dua Dewa yang menjadi tabib di Kahyangan Suralaya mengabulkan permintaan Dewi Madrim. Ia pun mengandung jabang bayi kembar.

*****

Luar biasa senangnya Prabu Pandudewanata mengetahui kabar kehamilan Ratu Selir. Ia sangat memanjakan istri kedua yang akan melengkapai kebahagiannya sebagai suami dan ayah. Sang raja Astina pun menuruti apa pun permintaan Dewi Madrim.

“Kakanda Prabu, aku ingin sekali bepergian tamasya denganmu. Menaiki Lembu Andini, “ pinta Dewi Madrim suatu hari.

“Apa?” Prabu Pandudewanata membelalakkan mata. Terkejut mendengar ucapan ratu selir yang sedang mengandung.

Lembu Andini adalah tunggangan kebesaran Sang Hyang Manikmaya. Tidak mungkin kita bisa menaikinya, adinda,” jelasnya.

“Iya aku tahu, tapi entah kenapa ingin sekali rasanya bisa menunggangi sapi Kahyangan itu bersama kakanda.” Dewi Madrim mengelus-elus perutnya yang kian membesar.

Prabu Pandudewanata tidak menjawab. Dia bimbang.

Di satu sisi hatinya ingin sekali mengabulkan permintaan sang istri yang sedang mengidam. Tetapi di sisi lain ia juga tahu bahwa apa yang diidamkan Dewi Madrim adalah sesuatu yang mustahil. Sang Hyang Manikmaya pasti akan marah jika mengetahui ada orang yang lancang menginginkan Lembu Andini. Tunggangan pribadinya.

“Kumohon, kakanda Prabu,” rengek Dewi Madrim.

“Baiklah, aku akan pergi ke Kahyangan Jonggringsaloka menemui Sang Hyang Manikmaya. Semoga saja Bathara Guru mengabulkan permohonanku, meminjam Lembu Andini barang sehari saja,” ucap Prabu Pandudewanata.

Berangkatlah sang raja Astina menuju istana taman langit. Menemui raja dari para Dewa. Sang Hyang Manikmaya.


~ BERSAMBUNG ~

(Heru Sang Mahadewa)
Member Of OneDayOnePost

Baca cerita sebelumnya [ Disini ]
Cerita selanjutnya [ Disini ]

Catatan :
sendika dhawuh = siap laksanakan
sowan = datang menghadap
budhal = berangkat 


Harya Suman - foto dokumen pribadi
Prabu Pandudewanata - image google
Dewi Madrim - image google




6 komentar:

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *