Senin, 10 Oktober 2016

MENGENAL SOSOK PANDAWA, TOKOH PROTAGONIS DALAM PERANG BHARATAYUDA (Bagian 8)



image google

3.ARJUNA

“Ya Jagad Dewa Bathara! ... kemana bayiku?” jerit Dewi Kunti.

Astina gempar!

Bayi yang baru saja dilahirkan Ratu Dewi Kunti berubah menjadi seberkas cahaya putih lalu terbang menghilang. Prabu Pandudewanata, Begawan Abiyasa dan para punggawa Astina yang mengejarnya kehilangan jejak. Laju cahaya itu melesat secepat kilat.

Padahal bayi itu baru saja dilahirkan dengan penuh perjuangan. Prabu Pandudewanata harus mencari Kitiran Seta hingga ke goa Krendhasara. Tempat sepasang raksasa pemiliknya tinggal. Ditya Pisaca dan Ditya Pisaci.

Kitiran Seta adalah satu-satunya pusaka yang menurut petunjuk Dewa sanggup mengeluarkan jabang bayi yang dikandung Dewi Kunti.

Lole-lole .. mbegegeg ugeg-ugeg … hemel-hemel … sadulit-dulita ... sabar gusti prabu!” Kyai Lurah Semar Badranaya menenangkan bendaranya, Prabu Pandudewanata.

“Kemana hilangnya cahaya itu, kakang Semar?” masih panik sang raja Astina.

“Sabar, sabar … Wong edan!” seru Bagong.

Plak!

Terompah Kyai Lurah Semar Badranaya mendarat di bibir putra sulungnya. Bagong.

“Tidak edan gimana? Gusti Prabu Pandudewanata sedang kehilangan bayinya kok disuruh sabar!” omel Bagong.

Bocah edan!” bentak Kyai Lurah Semar Badranaya kepada Bagong lagi.

Podho Edane!” timpal Gareng laru lari terbirit-birit meninggalkan ruangan. Menghindari lemparan terompah Kyai Lurah Semar Badranaya yang melayang ke wajahnya.

Canda para abdi Astina, Punakawan belum juga mampu menghilangkan kepanikan yang melanda seisi istana. Dewi Kunti terus menangis. Sementara suaminya, Prabu Pandudewanata hanya berjalan mondar-mandir.

“Sabar gusti Prabu Pandudewanata. Putra paduka sedang menuju Kahyangan. Mari kita susul kesana.” Ucap Kyai Lurah Semar Badranaya.

*****

Istana taman langit,
Seberkas cahaya putih yang bersinar terang benderang mendarat di Kahyangan Kawidaren, tempat para bidadari berkumpul. Semua terkesima melihat auranya.

Hiruk pikuk itu terdengar oleh para Dewa penjaga Kahyangan Kawidaren. Mereka menghadap Sang Hyang Manikmaya, raja istana taman langit. Mengutarakan niat hendak menghajar sosok cahaya putih yang menggemparkan para bidadari.

Datang Kyai Lurah Semar Badranaya mengantarkan Prabu Pandudewanata, “Lole-lole .. mbegegeg ugeg-ugeg … hemel-hemel … sadulit-dulita ... sabar .. sabar pukulun!” cegahnya.

“Sembah dan bhaktiku untuk kakang Bathara Ismaya.” Sang Hyang Manikmaya mencium tangan Kyai Lurah Semar Badranaya yang tak lain adalah kakak kandungnya. Juga titisan dari leluhur para Dewa. Sang Hyang Ismaya.

“Kuterima sembahmu, adi Guru. Pangestuku untukmu.” Balas Kyai Lurah Semar.

“Ada apa gerangan hingga Kahyangan mendapat tamu kehormatan?” tanya Bathara Guru. Sang Hayang Manikmaya.

Lole-lole .. mbegegeg ugeg-ugeg … hemel-hemel … sadulit-dulita ... Adi Guru, aku mengantarkan bendaraku Prabu Pandudewanata. Junjunganku ini sedang kehilangan jabang bayinya. Ketahuilah, sekarang putranya sedang berada di Kahyangan Kawidaren.” jawab Kyai Lurah Semar Badranaya menjelaskan tujuan kedatangannya ke Kahyangan.

“Oh, begitu. Baiklah kakang Ismaya, biar Bathara Indra menjemputnya. Bukankah anak itu adalah saripati dari benih Pandudewanata yang disempurnakan adi Indra?” ucap Bathara Guru.

“Betul adi Guru.” jawab Kyai Lurah Semar Badranaya.

Dengan menggunakan Aji Pameling, Sang Hyang Manikmaya memanggil Bathara Indra. Dewa Hujan.

“Adakah tugas yang harus kuemban pukulun?” sembah Bathara Indra ketika dalam sekejap sudah hadir paseban kahyangan. Menemui Bathara Guru yang sedang menerima kedatangan Bathara Ismaya bersama bendaranya. Prabu Pandudewanata.

“Benih dari Pandu yang tertanam pada buah Pertanggajiwa, dulu pernah engkau sempurnakan ke rahim Kunti. Sekarang bayi itu sedang berada di Kahyangan Kawidaren. Jemput dan bawalah kemari.” Perintah Sang Hyang Manikmaya.

Dahulu, ketika Prabu Pandudewanata menginginkan putra ketiga, Dewi Kunti membacakan mantra Ajian Kunta Ciptaning Tunggal dengan menyebut nama Bathara Indra. Dewa Hujan (Dewa Petir) itulah yang diinginkan menyempurnakan roh kepada benih suaminya.

Tak berselang lama, Bathara Indra telah kembali dengan menggendong seberkas cahaya putih terang benderang. Lalu diserahkannya kepada Sang Hyang Manikmaya, “kuhaturkan ini kepada pukulun.”

Seketika cahaya berubah menjadi jabang bayi laki-laki, lalu Bathara Guru menguulurkan kepada ayah si jabang bayi.

Pangestu pukulun, semoga menjadikan bocah ini sebagai kesatria sejati.” Sembah Prabu Pandudewanata.

Ayah angkat si jabang bayi, Bathara Indra ikut membekali putra Kunti dengan pusakanya, “Brahmasta ini akan kubekalkan kepadanya. Pusaka ini akan menjadi senjata paling ampuh di Arcapada. Ia mampu membelah bumi, melongsorkan gunung dan membalikkan samudera!”

Sang Hyang Manikmaya menyerahkan bayi dalam gendongannya kepada Prabu Pandudewanata, “Kembalilah ke Arcapada, temui Basudewa di Mandura.” titahnya.

Sendika dhawuh, pukulun.” jawab sang raja Astina.

Lole-lole .. mbegegeg ugeg-ugeg … hemel-hemel … sadulit-dulita ... Aku pamit!” ucap Kyai Lurah Semar Badranaya.

Pangestu kakang Ismaya.” Sang Hyang Manikmaya dan Bathara Indra mencium tangan Kyai Lurah Semar Badranaya.

Jelmaan Sang Hyang Ismaya itu memegang pundak Prabu Pandudewanata yang sedang menggendong bayinya. Mereka melesat meninggalkan Kahyangan Suralaya. Menembus tujuh lapis langit. Mendarat di istana Mandura.


~ BERSAMBUNG ~

(Heru Sang Mahadewa)
Member Of OneDayOnePost

Baca cerita sebelumnya [ Disini ]
Cerita selanjutnya [ Disini ]

Catatan :
kitiran seta = kincir angin
bocah edan = anak sinting
wong edan = orang sinting
podho edane = sama-sama sinting
bendara  = tuan, majikan
pangestu = doa restu
pukulun = panggilan kepada Dewa
sendika dhawuh = siap laksanakan


Lole-lole, mbegegeg ugeg-ugeg, hemel-hemel, sadulit-dulita = kata latah Semar.
Lole-lole = wahai manusia
mbegegeg = diam
ugeg-ugeg = bergerak
hemel-hemel = mencari makan
sadulit-dulita = sedikit

Kalimat ini mengandung pesan moral "Wahai manusia, jangan hanya diam. Bergerak dan berusahalah mencari makan (nafkah), meskipun hasilnya sedikit tidak apa-apa." 

Sang Hyang Manikmaya (Bathara Guru) - foto dokumen pribadi
Bathara Indra - image google
 
Kyai Lurah Semar Badranaya (Sang Hyang Ismaya) - image google

3 komentar:

  1. benar ngga ya nama lain Arjuna itu raden parto? Tolong ya mas Heru, soale saya belum menemukan jawabannya...

    BalasHapus

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *